Kaltengonline.com – Konflik agraria yang terjadi di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan yang melibatkan masyarakat setempat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP), disinyalir terjadi karena adanya penyerobotan tanah adat masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan Grup Best Agro tersebut beberapa tahun silam.
Terdapat 1.175 hektare (ha) lahan di luar HGU PT HMBP yang diduga merupakan tanah adat, tetapi sudah ditanam sawit oleh perusahaan bersangkutan.
“Di sana berangkat dari komunitas adat, wilayahnya dikelola secara komunal, memang ada beberapa yang dimanfaatkan menjadi ladang pertanian dan kebun, ini yang sebenarnya belum clear di proses awal,” beber Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Bayu Herinata kepada Kalteng Pos, Selasa (19/12).
Bayu menjelaskan, hal yang belum clear di proses awal terkait dengan bagaimana peralihan hak ataupun penyelesaian menyangkut tanah adat itu. Ditilik dari asal-usul konflik, hal itu sudah berlangsung cukup panjang. Dari awal warga sudah menolak, tapi perusahaan tetap beraktivitas di sana, hingga terjadi konflik seperti sekarang ini.
“Hal itulah yang menjadi dasar warga setempat menuntut agar lahannya dikembalikan, karena kan memang berada di luar HGU PT HMBP,” tuturnya.
Bayu menceritakan, dalam kurun waktu 2008-2013, cukup banyak aksi yang dilakukan masyarakat untuk menuntut penyelesaian sengketa tersebut. Pada 2013 lalu sudah ada mediasi antara warga dan perusahaan. Dari pertemuan itu didapat kesepakatan terkait upaya menyelesaikan konflik dan merealisasikan kewajiban plasma 20 persen.