Angka Kemiskinan di Kalteng Meningkat

oleh
oleh

KaltengOnline.com – Pengentasan masyarakat Kalteng dari kemiskinan dibayang-bayangi tingginya inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan beberapa tahun terakhir kian meningkat. Pemerintah dituntut bekerja keras untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Bumi Tambun Bungai ini.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng Eko Marsono menyebut bahwa pada Tahun 2022 ini dibandingkan Tahun 2021 dari sisi persentase memang relatif tidak tinggi meskipun tercatat ada kenaikan. Secara persentase pada Maret 2021, kemiskinan di Kalteng berada di angka 5,16 persen dan tahun 2022 pada bulan yang sama meningkat menjadi 5,28 persen.

“Untuk jumlah pada Maret 2022, penduduk miskin di Kalteng sebanyak 145,1 ribu jiwa, ada kenaikan dibandingkan bulan yang sama tahun 2021 sebanyak 140 ribu jiwa,” katanya.

Penyebab utama dari kenaikan kemiskinan di Kalteng ini mengingat sektor ekonomi di Kalteng masih ditopang oleh tambang batu bara yang memiliki padat modal. Sedangkan sektor pertanian tanaman pangan, perikanan, dan peternakan meski mengalami pertumbuhan, tapi tidak terlalu tinggi. Padahal orang miskin di Kalteng kebanyakan berada pada sektor ini.

Baca Juga:  Investasi Emas di Pegadaian Jadi Solusi Masa Depan Finansial Masyarakat Kalteng

“Bisa jadi ada peningkatan nilai tambah sektor penampungan orang miskin, tetapi memang tidak sepadan dengan perkembangan jumlah penduduk miskin yang ada,” ujarnya.

Untuk itu hal yang harus dilakukan oleh pemerintah yakni penampung kelompok orang miskin ini harus didorong dan diperkuat, mengingat produktivitas pertanian di Kalteng masih cukup rendah. Dimungkinkan karena faktor alam yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat. “Orang miskin ini kategorinya dia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yakni makanan,” ucapnya.

Tentu saja, lanjut dia, inflasi akan berdampak terhadap kemiskinan. Apalagi penyebab utama terjadinya inflasi karena kebutuhan dasar pangan seperti beras yang menjadi kebutuhan pokok, tentu akan berpengaruh cukup besar.

“Tetapi hingga saat ini kami belum melihat adanya kepanikan masyarakat, karena meski harganya tinggi, ketersediaan pangan masih mencukupi,” pungkasnya. (*/ce/ala)