kaltengonline.com – Rektor Universitas Palangka Raya Prof Dr Ir Salampak MS mengingatkan bahwa tindakan pelecehan seksual itu memiliki konsukuensi hukum yang sangat berat. Tak hanya bagi pelaku, tapi akan ditanggung keluarga, kerabat dan kampus tempat bekerja.
Hal ini disampaikan Salampak saat membuka Sosialisasi Pencegahan Tindak Pelecehan Seksual dan Bullying di Kampus, Kamis (13/10).
“Pelecehan seksual itu memiliki konsekuensi hukum yang sangat berat. Oleh sebab itu kita harus menghindarinya, kita harus mencegahnya dan kita harus mejauhinya,” ujar Salampak.
Seminar yang di selenggarakan oleh FKIP UPR ini menghadirkan dua narasumber. Pertama Inspektur Dua (Ipda) Faujiah SE MM dari Polda Kalteng, dan dr Dina Elisabet dari RSJ Kalawa Atei. Kegiatan diikuti oleh pimpinan FKIP, dosen dan perwakilan mahasiswa.
Salampak mengajak setiap warga kampus, harus memahami konsep dan batasan-batasan yang digolongkan pelecehan seksual. Karena bukan hanya berbentuk fisik, pelecehan juga bisa dalam bentuk verbal atau perkataaan dan gestur yang mengarah pad ahal-hal berkaitan dengan seks.
“Hal ini harus difahami oleh kita semua, karena bisa saja tanpa disadari kita melakukannya sebagai akibat ketidak tahuan kita tentang konsep pelecehan seksual tersebut. Oleh sebab itu dengan sosialisasi ini akan bisa menghindarkan diri kita dari perbuatan yang tidak kita inginkan,” ujar Salampak.
Disamping itu, Salampak mengajak seluruh civitas akademika membuat lingkungan kampus yang kondusif, yang nyaman dan aman bagi mahasiswa dan mahasiswi, bagi karyawan dan bagi semua.
Dia pun memberikan rambu-rambu dalam rangka upaya mencegah terjadi pelecehan sesksual. Misalnya, dalam kegiatan perkuliahan, pembimbingan akademik, dalam pembimbingan tugas akhir maupun dalam pelayanan lainya, harus menjaga jangan sampai terbuka peluang sekecil apapun terjadinya pelecehan seksual.
“Untuk itu Ketua Program Studi perlu menjadwalkan perkuliahan pada jam kerja, pembimbingan skripsi selalu di lakukan di kampus pada jam kerja. Tidak terlalu pagi atau malam dan dilakukan di ruangan yang terbuka atau bisa terpantau dari luar,” ujar Salampak.
Jangan melakukan pembimbingan kepada mahasiswa di luar kampus, di rumah atau tempat lain yang bisa membuka peluang atau bisa menimbulkan dugaan-dugaan negatif yang tidak perlu.
“Saya ucapkan terima kasih kepada Dekan FKIP yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. Topik ini sejalan dengan apa yang menjadi permasalahan Kemendikbud saat ini yang dikenal dengan 3 dosa besar dalam dunia pendidikan yaitu, intoleransi, perundungan (bullying) dan kekerasan sekssual,” ujar Salampak.
Tiga dosa besar tersebut di atas bisa saja terjadi dimanapun dan kapanpun, tidak mengenal apakah itu di perguruan tinggi yang sudah maju ataupun yang sedang berkembang.
“Oleh sebab itu kita harus selalu waspada agar intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual tidak terjadi di kampus UPR,” ujarnya.
Kita sebagai bagian dari civitas academika UPR perlu untuk mengambil peran dan mengambil bagian sesuai kapasitas kita masing masing dalam menanggulangi, memerangi dan mencegah terjadinya ketiga dosa tersebut di universitas kita, di fakultas kita dan di lingkungan program studi kita.
Sebagai seorang pendidik, kita tahu pasti bahwa para orang tua mengirim anaknya, yaitu mahasiswa-mahasiswa kita ke kampus ini untuk belajar dan menimba ilmu demi masa depan mereka.
“Mari kita emban amanah ini dengan sepenuh hati dan segenap jiwa untuk mewujudkan keinginan dan cita cita mereka sebagai generasi penerus kita semua,” ujar Salampak. (sma/ko)