SERUYAN – Penyelenggaraan dan penegakan Hukum Adat, menjadi perhatian serius Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng. Untuk itu diperkukan pemahaman yang komprehensif dan sinergi yang baik dalam pelaksanaannya di lapangan.
Itu disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) DAD Kalteng H Agustiar Sabran melalui Wakil Ketua III Bidang Ketahanan dan Keamanan Adat DAD Kalteng Mambang I. Tubil, pada kegiatan Rapat Koordinasi DAD Saruyan dengan Damang, Mantir Adat dan camat serta kades se Kabupaten Seruyan. Rakor tersebut dilaksanakan dalam rangka membangun sinergisitas antara Lembaga Adat Dayak dengan camat dan kades serta lurah dalam penyelenggaraan dan penegakan adat istiadat dan penegakan hukum adat.
“Pemahaman secara komprehensif dan sinergi sangat diperlukan dalam penegakan dan pelaksanaan serta penyelenggaraan adat istiadat dan hukum adat. Kita mengapresiasi DAD dan Pemerintah Kabupaten Seruyan yang melaksanakan kegiatan Rakor dengan aparat pemerintah dan penegak hukum terkait pelaksanaan dan penegakan Hukum Adat,” ucap Mambang I Tubil, Kamis (1/12/2022).
Dia mengatakan, sejak dulu orang Dayak sudah hidup teratur, hidup damai, tidak serakah, dan hidup saling bahu – membahu serta selalu mentaati baik Hukum Adat, Hukum Alam, maupun Hukum Negara. Sebab, interpretasi budaya betang secara luas yaitu Kalimantan adalah betang (rumah panjang) bagi seluruh masyarakat Dayak dan Indonesia adalah betang bagi seluruh bangsa Indonesia, di mana satu diantara banyak suku penghuninya adalah orang Dayak.
“Kalimantan Tengah memiliki Sistem Peradilan Adat yaitu Lembaga Kedamangan yang dibantu oleh Mantir/Let Adat di tingkat desa. Itu sebagai tempat masyarakat Adat Dayak menyelesaikan berbagai sengketa, baik antar sesama anggota masyarakat maupun dengan alam dan lingkungannya,” ujarnya.
Ditegaskannya, Masyarakat Dayak juga memegang teguh prinsif “Belom Bahadat”. Itu tertuang pada Pasal 96 HADAT 1894, Kasukup Singer Belom Bahadat (Kelengkapan denda adat hidup kesopanan, beretika, bermoral yang tinggi). “Belom bahadat adalah konsep keharmonisan (keseimbangan, keserasian, dan keselarasan) hidup, yaitu harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, Dewa, Sangiang, Roh Leluhur. Kemudian manusia dengan alam (tumbuhan dan hewan) dan manusia dengan sesamanya, baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat,” tegasnya.
Dijelaskannya, konsep belom bahadat merupakan dasar berpijak bagi orang Dayak dalam menjalankan perintah adat leluhur yang terimplementasi dalam setiap pikiran (berpikir benar), perkataan (tutur kata yang jujur), dan perbuatan, sikap dan berperilaku (adil) atau “BUJUR BUAH”.
Dijelaskannya, prinsip penyelesaian sengketa dari persfektif Dewan Adat Dayak, yakni prinsip di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung, adalah setiap orang yang memasuki suatu wilayah Huma Betang atau bertempat tinggal baik sementara dan menetap wajib menjunjung tinggi, menghormati, dan menaati norma-norma hukum adat. Kemudian prinsip kejujuran adalah Setiap orang yang dihadapkan kepada menyelesaian adat wajib menyampaikan kebenaran secara jujur. Selanjutnya, prinsip kesetaraan dan kebersamaan adalah Penyelesaian Adat tidak boleh membeda-bedakan suku, agama ,status sosial, dan umur.
Selain itu, Prinsip Perdamaian adalah mendahulikan perdamaian antara para pihak yang bersengketa atas dasar kekeluargaaan, dan muswarah untuk mufakat. “Untuk itu penegakan hukum adat harus dilaksanakan dengan baik, sehingga semua persoalan dapat diselesaikan dengan baik,” pungkasnya.
Kegiatan tersebut dihadiri juga oleh Bupati Seruyan, Dandim, Kajari, Ketua Pengadilan dan Kasad Keimum Kabupaten Saruyan. (Humas DAD Kalteng/bud)