Hindari Kecurangan Pemilu

oleh
oleh
SAMBUT PEMILU: Koordinator pada Kejati Kalteng Dr Erianto S SH MH bersama komisioner KPU kabupaten/kota se-Kalteng, kemarin (30/12).

PALANGKA RAYA-Pemilihan Umum (Pemilu) serentak untuk pengisian lembaga legislatif DPR, DPD, DPRD dan Presiden/Wakil Presiden tahun 2024 mendatang berpotensi menghadapi banyak tanta ngan karena semakin terbukanya persaingan antar partai, calon legislatif (caleg) peserta pemilu dan terdapat berbagai kepentingan terkait peralihan kepemimpinan tingkat nasional dan daerah.

 Melihat hal itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalteng Pathor Rahman SH MH mengimbau penyeleng-gara pemilu khususnya jajaran KPU se-Kalteng yang memegang posisi sentral memahami betul regulasi yang ada sehingga pemilu berasaskan langsung umum bebas jujur dan adil (luber jurdil) yang diharapkan dapat terwujud menghasil¬kan pemimpin atau wakil rakyat yang terbaik.

“Jangan sampai malah jajaran KPU sendiri yang ter¬jebak kepada kepentingan tertentu, ikut memancing di air keruh yang jauh dari pelaksanaan pemilu luber jurdil berujung terjerat ma¬salah pidana pemilu yang sekitar tujuh puluhan pasal dalam undang undang no¬mor 17 tahun 2017 tentang pemilihan umum apalagi tindak pidana korupsi,” kata Kajati Kalteng Pathor Rah¬man SH MH melalui Dr Erianto N.SH.MH selaku Koordinator pada Kejati Kalteng saat menjadi nara¬sumber dalam rapat koor¬dinasi potensi permasala¬han hukum pada tahapan pemilu 2024 dan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Kepada seluruh komisioner KPU Kabupaten/Kota se-Kalteng, Jumat (30/12).

Dr Erianto menekankan akan pentingnya seluruh komisioner dan penyeleng¬gara memahami asas-asas penyelenggaraan pemilu, asas-asas hukum pidana seperti legalitas, bentuk delik seperti formil, materil, aduan, umum dan lainnya termasuk sistem pembuk¬tian pidana sehingga po¬tensi penyimpangan akan dapat dikurangi.

“Semua regulasi dalam undang undang yang men¬gatur detil setiap tahapan penyelenggaraan pemilu disusun dengan semangat asas luber jurdil terma¬suk banyaknya rumusan pidana sampai tujuh pulu¬han tidak lain agar pemilu ideal terwujud dan jan¬gan memandang regulasi sebagai penghambat proses pemilu,” katanya.

Menurut Dr. Erianto N SH.MH yang berlatar be¬lakang pendidikan bidang hukum tata negara tingkat sarjana dan menekuni bidang pidana jenjang megister serta doktor menegaskan perlunya menghilangkan keraguan terhadap anggapan tidak jelasnya membedakan perbuatan antara pelang-garan administrasi atau masuk ranah pidana apa¬lagi rumusan pidananya didahului oleh pelanggaran atas proses pemilu bersifat administratif yang dikenal dengan bentuk rumusan administrative penal law atau perbuatan adminis¬trasi berujung pidana.

Sesuai dengan asas legali¬tas dalam hukum pidana, katanya, dimana perbua¬tan dapat dikualifikasi sebagai pidana bila sudah diatur secara tegas dalam perundang-undangan maka bila sebuah perbua-tan memenuhi seluruh unsur-unsur pidana yang didukung minimal pem¬buktian sebagaimana diatur KUHAP, maka penyeleng¬gara tidak perlu ragu lagi bersikap menentukan hal tersebut merupakan per¬buatan pidana untuk dido¬rong ke penegakan hukum dan sesuai asas indepen¬densi hukum pidana maka penafsiran aturan pidana tersebut terbebas atau independen dari penafsiran secara perdata atau tata usaha negara, jangan tafsir¬kan aturan pidana dengan penafsiran hukum lain.

“Di sini jugalah penting¬nya peran dari pihak pihak yang dilibatkan dalam sentra penegakan hu¬kum terpadu (gakkumdu) berupa bawaslu, kepolisian, kejaksaan memberikan penilaian dan kajian yuridis yang jernih terhadap kasus yang ditemukan di lapan¬gan sehingga dapat dengan baik menerapkan hukum untuk kepastian hukum nantinya baik yang sampai ke pengadilan untuk kasus pidana atau diselesaikan oleh KPU sebagai pelangga¬ran administrasi,” ucapnya.

Dalam undang undang pemilu banyak sekali pasal mengatur tentang ketentuan pidana sehingga sudah menjadi kewajiban penyelenggara benar benar memahami dan menguasai sehingga dapat melak¬sanakan serta memberikan penjelasan kepada peserta pemilu dan seluruh ma¬syarakat secara tepat.

“KPU di daerah jangan ragu ragu mengandeng semua penegak hukum terkait termasuk kejaksaan di daerah dalam menso¬sialisasikan terkait regu¬lasi pemilu, menyelesaikan semua persoalan pemilu semaksmal mungkin karena kejaksaan sendiri justru ada program pelayanan hukum gratis bidang Datun maupun penerangan/penyuluhan hukum di bidang intelijen selain bidang pidana umum yang secara aturan terlibat langsung dalam sentra gakkumdu,” tegas jaksa yang delapan tahun sebagai penuntut umum tipikor di Kejaksaan Agung.

Dr Erianto menjelaskan semua jangan sampai terje¬bak dan buru buru mem¬benarkan isu sepotong apalagi membagikan berita hoax di medsos tanpa dicek kebenarannya. Sesuai teori pembuktian pidana ada ke¬wajiban memperoleh dua alat bukti terlebih dahulu baik dari saksi, surat, ahli, petunjuk maupun terda¬kwa yang membuat terang perbuatan pidana bukan malah terjebak hanya pada barang bukti yang hanya bagian dari alat petunjuk.

 Mengakhiri pemaparan yang diselingi banyak pertanyaan dari peserta, Dr. Erianto N yang juga menjadi staf pengajar pada fakultas hukum Univ Palangkaraya dan IAIN Palangkaraya juga meng¬ingatkan penyelenggara untuk berhati hati jangan sampai terjerumus pada tindak pidana korupsi mengingat penyelenggara pemilu yang mendapat anggaran dari negara/dae¬rah bahkan sampai tingkat desa sekalipun merupak¬an subjek dari pelaku yang dirumuskan oleh undang undang tipikor apalagi nyata-nyata melakukan penyimpangan anggaran pemilu untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan cara markup, pe¬malsuan, fiktif dan lainnya meskipun dalam lingkup pemilu namun dengan asas kekhususan siste¬matis bisa saja dibawa ke ranah korupsi mengakhiri. (hms/ala/ko)