PALANGKA RAYA-Pemerintah kabupaten/kota maupun Pemerintah Provinsi Kalteng perlu bersiap siaga. Pasalnya, harga dua komoditas pangan berpotensi naik. Berdasarkan data yang dibeberkan Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, tercatat ada tiga daerah di Bumi Tambun Bungai yang berpotensi mengalami kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, khususnya beras dan minyak goreng (migor).
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS RI Pudji Ismartini mengungkapkan, berdasarkan data harga komoditas pangan di kabupaten/kota se-Indonesia, terdapat 10 kabupaten/kota yang berpotensi akan mengalami kenaikan harga beras tertinggi dan 10 kabupaten/kota yang akan mengalami kenaikan harga minyak goreng tertinggi. Data itu dihimpun dari hasil monitoring pihaknya terhadap perkembangan harga dan laju inflasi di tiap daerah se-Indonesia.
Dalam data yang dipaparkan, ada tiga kabupaten di Kalteng yang berpotensi mengalami kenaikan harga barang pokok. Kabupaten Pulang Pisau dan Katingan berpotensi mengalami kenaikan harga beras, sedangkan Kabupaten Kobar berpotensi mengalami kenaikan harga migor.
“Kabupaten-kabupaten ini perlu untuk menstabilkan harga barang-barang pokok di pasar agar tidak naik signifikan, melalui program pengendalian inflasi yang dicanangkan di daerah masing-masing,” ucap Pudji dalam paparannya pada rapat rutin pengendalian inflasi daerah yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Senin (6/3).
Setiap daerah harus terus berupaya melakukan upaya pengendalian inflasi melalui berbagai program nyata yang dicetuskan. Bisa dengan melakukan intervensi pasar, pemberian subsidi atas bahan pokok tertentu, dan sejumlah upaya konkret lainnya, agar harga kebutuhan pokok dapat terkendali. Laju inflasi yang tak terkendali dapat menyebabkan masalah ekonomi serius di suatu daerah. Meski demikian, masih ada beberapa daerah yang sama sekali belum melakukan upaya konkret.
Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) RI Tomsi Tohir Balaw dalam paparannya membeberkan 173 pemerintah daerah (pemda) yang sama sekali belum melakukan upaya konkret untuk mengendalikan laju inflasi di daerah. Dari 173 pemda itu, ada 4 kabupaten dari Bumi Tambun Bungai. Yakni Kapuas, Sukamara, Seruyan, dan Murung Raya. Data tersebut didapat dari hasil monitoring dan evaluasi di 514 kabupaten/kota se-Indonesia.
“Inilah daerah-daerah yang tidak melaporkan kondisi laju inflasi di daerahnya, bagi para kepala daerah yang tidak melaporkan itu, kami anggap sama saja dengan tidak melakukan apa-apa,” kata Tomsi dalam paparannya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, meskipun kondisi inflasi di beberapa daerah masih terbilang rendah, upaya-upaya konkret tetap harus dilakukan, mengingat saat ini akan memasuki bulan suci ramadan. “Hampir dipastikan tidak ada kabupaten/kota yang tidak bergejolak harga kebutuhan pokoknya, untuk itu diperlukan upaya konkret dari masing-masing kepala daerah yang dilakukan secara rutin,” tuturnya.
Tomsi juga meminta agar setiap daerah mendata stok bahan pokok daerah dan memperhitungkan bahan pokok apa saja yang sudah mengalami kenaikan harga. Pendataan dilakukan dalam dua minggu ke depan sebelum memasuki bulan suci ramadan.
“Data-data terkait itu, baik stoknya, harganya, serta kekurangan-kekurangan lain yang menggambarkan kondisi inflasi di daerah masing-masing, selambat-lambatnya dikirim hari Rabu,” tegasnya.
Menanggapi paparan dari pemerintah pusat terkait kondisi laju inflasi di tiap daerah, yang mana pada beberapa data juga menunjukkan potensi gejolak inflasi di Kalteng beserta beberapa daerah yang belum melakukan tindakan konkret, Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng H Nuryakin menyebut gejolak inflasi di Kalteng yang perlu diwaspadai menjelang bulan ramadan adalah kenaikan harga bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, daging ayam, beras, dan sejumlah komoditas pokok lainnya.
“Ini yang harus menjadi perhatian kita semua, perlu dilakukan upaya konkret ke depan,” kata sekda saat memberi arahan kepada perwakilan kepala perangkat daerah yang hadir dalam rapat evaluasi pengendalian inflasi di daerah bersama Kemendagri RI yang dilaksanakan di Aula Jayang Tingang, Senin (6/3).
Sekda mengaku terkejut mendengar pemaparan data oleh pihak BPS RI terkait beberapa daerah yang berpotensi mengalami kenaikan harga beras sangat tinggi.
“Saya bingung kenapa Pulang Pisau dan Katingan diprediksi akan berpotensi mengalami kenaikan harga, padahal dua daerah itu penghasil beras, ini harus jadi perhatian kita, kenapa sampai begitu, makanya harus dicek,” ujarnya.
Sekda juga menanggapi terkait potensi kenaikan harga minyak goreng di Kobar. Padahal Kobarmerupakan daerah penghasil CPO terbesar dan ada banyak pabrik penghasil minyak goreng di daerah itu.
“Harusnya di daerah yang menghasilkan itu kan tidak mengalami kenaikan, ini kita pertanyakan, kenapa tidak di Murung Raya misalnya, kenapa tidak di Bartim, atau daerah-daerah lain yang menurut catatan kita tidak ada sumber produksinya,” tuturnya.
Tak hanya itu, sekda juga meminta agar perangkat daerah provinsi mengingatkan kepada beberapa daerah yang tidak melakukan upaya konkret pengendalian inflasi. Kapuas, Sukamara, Seruyan, dan Murung Raya. Jangan sampai, lanjut sekda, pemprov hanya menjadi seperti pemadam kebakaran atas masalah yang terjadi di sejumlah kabupaten.
“Mereka tidak melakukan upaya apa-apa, tapi kami yang turun, harusnya ada peringatan dahulu, kenapa mereka tidak melakukan upaya konkret, daerah-daerah yang berpotensi mengalami kenaikan harga beras atau minyak goreng, daerah itu yang akan kami intervensi,” tandasnya.
Menyikapi potensi kenaikan harga minyak goreng di Kalteng, Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kalteng Riza Rahmadi mengatakan, Gubernur H Sugianto Sabran telah meminta perusahaan besar swasta (PBS), khususnya di wilayah yang mengalami potensi kenaikan harga minyak goreng, untuk turut berperan menanggulangi kenaikan harga. Terlebih, potensi kenaikan harga minyak goreng ini ada di wilayah barat yang notabene terdapat banyak perusahaan perkebunan sawit.
“Bapak gubernur meminta peran PBS di Kalteng khususnya perusahaan sawit untuk turut serta membantu penanganan harga minyak goreng,” kata Riza.
PBS dapat melakukan operasi pasar minyak goreng, bersinergi dengan perusahaan yang menghasilkan minyak goreng. Sehingga tidak hanya pemerintah yang berupaya mengendalikan kenaikan harga.
“Kami harapkan peran PBS untuk ikut serta menstabilkan harga, terlebih menjelang bulan ramadan,” kata Riza.
Lebih lanjut dikatakan, pada dasarnya ketersediaan minyak goreng masih aman. Mungkin saja ada kendala dalam proses pendistribusian. Berdasarkan data lapangan di Kobar, harga minyak goreng kemasan sederhana dijual seharga Rp18 ribu, sedangkan minyak curah dijual Rp15 ribu.
“Padahal HET untuk minyak kita kemasan sederhana di angka Rp15 ribu lebih dan minyak curah Rp13 ribu lebih, memang ini HET untuk minyak kita, tetapi setidaknya untuk merek lain tidak jauh berbeda dengan minyak goreng subsidi pemerintah,” jelasnya.
Karena itu pihaknya berharap, selain peran aktif PBS, diperlukan juga keaktifan pemerintah kabupaten/kota untuk turut menjaga stabilitas harga pangan, terlebih menjelang bulan ramadan.
“Memang daerah sampel inflasi di Kalteng ada di Kota Palangka Raya dan Kota Sampit, tapi kami berharap daerah yang tidak menjadi sampel tetap mewaspadai potensi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok,” tutupnya. (dan/abw/ce/ala/ko)