PALANGKA RAYA-Penyakit demam berdarah dengue (DBD) cenderung mengalami peningkatan di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) akhir-akhir ini. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti ini mengalami peningkatan seiring tingginya curah hujan dalam sebulan terakhir. Masyarakat dinggatkan untuk selalui waspada dengan memperkuat pro teksi diri.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Riza Syahputra, membenarkan bahwa saat ini kasus DBD mengalami peningkatan di Kalteng.
Peningkatan itu berkaitan dengan kondisi cuaca Kalteng yang saat ini dilanda musim hujan.
“Musim hujan dengan DBD kan ada kaitannya, banyak daerah di Indonesia yang kasus DBD-nya meningkat, termasuk di Kalteng, hampir semua daerah di Kalteng cenderung meningkat kasus DBD-nya,” beber Riza kepada Kalteng Pos via telepon WhatsApp, Minggu (19/3).
Riza mengatakan, total ada ratusan warga Kalteng yang saat ini terserang penyakit DBD. Tercatat ada 192 kasus DBD. Daerah tertinggi yakni Seruyan dengan 68 kasus, menyusul Palangka Raya 43 kasus, Kotawaringin Barat 17 kasus, Kapuas 17 kasus, Barito Utara 12 kasus, Murung Raya 9 kasus, Kotawaringin Timur 8 kasus, Barito Timur 7 kasus, Gunung Mas 6 kasus, Katingan 4 kasus, dan Barito Selatan 1 kasus.
Angka kasus tersebut merupakan data DBD se-Kalteng periode 1 Januari-12 Maret 2023.
Ia menjelaskan, DBD merupakan penyakit menular dan tidak terbatas pada kategori usia tertentu. Semua orang bisa terkena DBD. Penyakit ini bersumber dari gigitan nyamuk DBD, yang umumnya terjadi pada pagi hari. “Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lainnya, asal mulanya dari gigitan nyamuk DBD,” jelasnya.
Seseorang yang terkena DBD ditandai dengan gejala demam, ngilu, bintik-bintik merah sekitar tubuh, serta mimisan. “Kalau sudah terasa demam setelah digigit nyamuk pada pagi hari, lalu muncul bintik-bintik merah dan berdarah, segeralah berobat ke fasilitas kesehatan terdekat,” ujarnya.
Riza menambahkan, seseorang yang sudah terdiagnosis menderita penyakit DBD, maka harus menjalani pengobatan intensif dengan pengawasan dokter. Jangan sampai terlambat melakukan pengobatan.
“Begitu merasa demam, jangan anggap sepele itu dan menunda pengobatan sampai satu dua tiga hari, artinya penanganan yang cepat akan memperbesar potensi keberhasilan pengobatan, kalau lambat atau diabaikan, penyakit ini bisa menyebabkan kematian, karena seseorang yang menderita DBD, trombositnya pecah,” jelasnya.
Pasien penderita DBD memiliki derajat keparahan berbeda.
Derajat satu adalah seseorang yang mengalami DBD dengan klasifi kasi ringan-sedang, derajat dua sedang-berat, dan derajat ketiga adalah berat. “Pada tahap berat, pembuluh darah pasien sudah pecah, itu berarti bisa mimisan, keluarnya dari dari telinga, dari pori-pori keluar darah, kalau sudah sampai tahap ini, sudah sulit untuk ditolong,” tambahnya.
Tak bisa dimungkiri, nyamuk DBD berkembang biak dengan baik di lingkungan yang tidak bersih dan sehat. Apalagi saat musim hujan seperti sekarang ini, lingkungan sekitar menjadi mudah lembab, sehingga mendukung perkembangbiakan bibit nyamuk DBD. Agar masyarakat terhindar dari penyakit DBD pada kondisi lingkungan yang rentan seperti itu, Riza menyarankan agar masyarakat melakukan berbagai langkah antisipasi.
“Kalau memang curah hujan tinggi, diusahakan melakukan 3M, yakni menguras, menutup, dan mengubur bak mandi dan tempat-tempat lain yang bisa menjadi wadah berkembangbiaknya nyamuk demam berdarah,” jelasnya.
Ditambahkan Riza, masyarakat juga harus memperhatikan lingkungan sekitar. Jika terdapat genangan air, segera untuk mengurasnya.
“Apabila ada sampahsampah yang bisa menampung air, segera tangani itu, waspada karena itu bisa menjadi tempat bersarangnya nyamuk demam berdarah,” tambahnya.
Jika seseorang telah mengalami gejala demam berdarah, segera mendatangi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan medis. Jangan sampai terlambat. “Ayo berobat ke faskes terdekat, seperti pustu, posyandu, atau puskesmas, bisa juga ke tempat praktik dokter,” imbuhnya.
Terkait kegiatan fogging yang digencarkan saat ini untuk mengantisipasi DBD, menurut Riza fogging bukanlah solusi utama.
Yang perlu dilakukan adalah penyelidikan epidemiologi terhadap seseorang yang suspek DBD.
“Banyak yang menganggap bahwa kalau ada yang menderita DBD, solusinya fogging saja. Ingat, justru fogging itu merusak lingkungan, karena fogging yang tidak berdasar itu membahayakan, karena nanti nyamuknya bisa resisten, malah jadi kebal terhadap insektisida fogging itu,” pungkasnya. (dan/ce/ala/ko)