Dua Tahun Berturut-turut Tumenggung Surapati Serang Benteng Belanda

oleh
oleh
BUKTI ARKEOLOGIS: Bangkai Kapal Onrust di Sungai Barito, Muara Teweh diabadikan media ini saat sungai surut.

Salah satu yang memimpin para pejuang dalam pertempuran sengit melawan serdadu Belanda di Sungai Barito adalah Tumenggung Surapati. Kala itu mereka berhasil memenangi pertempuran, bahkan menenggelamkan kapal perang canggih milik Belanda. Namun hingga kini belum ada monumen di sekitar lokasi tenggelamnya kapal. Rencana untuk mengangkat bangkai kapal baja bertenaga uap itu pun sempat mencuat.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

SETELAH Pangeran Antasari meninggal, perjuangan melawan penjajah tetap dilanjutkan dengan dipimpin Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari, dibantu anak-anak Tumenggung Surapati dan tokoh lainnya.

Dua tahun berturut-turut, 1864-1865, Tumenggung Surapati menyerang benteng Belanda di Muara Teweh (sekarang menjadi markas Polres Barito Utara). Begitu pula dengan benteng Belanda di Muara Montallat atau sebelumnya disebut Santallar, tidak luput dari serangan Tumenggung Surapati.

Karena penyerangan itu, pada 1865 di Muara Teweh didirikan pertahanan yang berkekuatan empat opsir, 75 serdadu, dilengkapi dengan meriam dua pon dan dua mortir. Tumenggung Surapati mencoba menyerang benteng di Muara Teweh itu pada akhir tahun 1865. Namun karena kekuatan pertahanan Belanda di situ cukup besar, usaha itu tidak berhasil.

Menurut mantan Bupati Barito Utara, Ir H Achmad Yuliansyah MM, keberadaan Muara Teweh sendiri belum diketahui berapa pasti umurnya.

Namun diperkirakan tahun 1792 sudah ada peristiwa perlawanan rakyat Muara Teweh terhadap VOC Belanda.

“Artinya kalau merunut ini, usia Muara Teweh sudah 225 tahun,” ucapnya, Jumat (31/3).

Tak heran jika ibu kota Kabupaten Barito Utara ini menyimpan banyak fakta sejarah. Buktinya, pada 8 November 1862, Sultan Muhammad Seman (putra Pangeran Antasari) pernah membentuk kerajaan dengan ibu kotanya Muara Teweh.

Bahkan Belanda pernah menjadikan Muara Teweh sebagai benteng. Bekas bangunannya masih bisa terlihat saat ini, yakni di markas Polres Batara, eks Kantor Satpol PP, dan Lapas Muara Teweh.

Baca Juga:  Pastikan Kualitas Pelayanan Perizinan Berjalan Baik, Agustiar Sidak ke DPMPTSP

Menurut keterangan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Barito Utara, survei arkeologi bawah air di Sungai Barito pernah dilakukan untuk memastikan posisi, lokasi, serta koordinat dari bangkai Kapal Onrust yang tenggelam pada akhir abad XIX, dalam pertempuran sengit antara pasukan Belanda dengan kelompok pejuang rakyat yang dipimpin Tumenggung Surapati.

“Kapal yang secara fisik, terutama badan kapal yang terbuat dari pelat dan baja itu masih relatif cukup baik, karena proses karatannya tidak terlalu parah, berbeda dengan kapal-kapal besi yang tenggelam di perairan laut yang lebih mudah berkarat,” ungkap Kadisbudparpora Barito Utara, Hj Annisa Cahyawati MSi, belum lama ini.

Meski ada kerusakan pada badan kapal, lanjutnya, itu terjadi karena hal-hal mekanis.

Seperti terjangan kayu-kayu besar, lumpur pasir, dan batuan yang terbawa arus sungai.

Apalagi lokasi tenggelamnya kapal itu berada di tikungan sungai berarus deras.

“Jadi secara fisik, secara umum dilaporkan tim arkeolog bahwa bangkai kapal masih cukup kuat karena proses korosi tidak terlalu parah, sehingga masih memungkinkan untuk diangkat ke permukaan,” bebernya seraya menyebut Pemkab Barito Utara di bawah kepemimpinan Bupati H Nadalsyah pernah merencanakan untuk mengangkat bangkai kapal tersebut.

Berdasarkan hasil survei maupun keterangan dari sejumlah narasumber yang merupakan warga setempat, tutur Annisa, fisik kapal pecah menjadi dua bagian sebagaimana posisi yang diketahui koordinatnya.

Bagian haluan hingga badan kapal ke belakang sepanjang 18,40 meter, sementara bagian lainnya sekitar 300 meter arah hilir dari titik kapal yang ditemukan. (bersambung/ce/ala/ko)