SAMPIT– Korban keracunan makanan takjil di Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim) tercatat ada 40 orang. Mereka sudah menjalani perawatan di RSUD dr Murjani. Satu orang berusia 60 tahun dinyatakan meninggal. 17 orang masih menjalani rawat inap.
Makanan takjil yang dikonsumsi mereka adalah kue Ipau. Kue Ipau berwarna putih, berbentuk bulat dengan taburan daging di lapisan atasnya dan memiliki tekstur lembut.
Kasus tersebut pertama kali terjadi pada Selasa (28/3) lalu. Salah satu korbannya Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Kotim Zulhaidir. Menurut dia, saat dikonsumsi, tidak ada yang aneh dari rasa kue tersebut.
Namun kue itu sudah memiliki bentuk yang berbeda. Tekstur kue tersebut terlihat lebih basah dengan isi yang sudah berhamburan.
Selain itu, saos yang dipakai dalam kue tersebut juga terasa asam.
“Setelah beberapa lama setelah mencicipi kue tersebut, saya mulai merasakan mual dan muntah. Saya pun diantar ke rumah sakit,” ujar Zulhaidir.
Sejak kejadian itu, pasien dengan keluhan yang sama berdatangan ke RSUD dr Murjani. Sampai Jumat malam (31/3).
Nabila, korban keracunan merasakan sakit perut luar biasa usai mengonsumsi kue ipau yang dibelinya pada lapak kue ramadan di salah satu warung makan soto kenamaan di Sampit.
“Aku beli kue itu Selasa (28/3), belinya tuh sekitar jam 11 an siang, kuenya masih hangat pas kuterima karena baru dipotong dan dipindahkan dari ceper ke plastik mika di warung itu,” beber ibu dua anak itu kepada Kalteng Pos via Direct Message (DM) Instagram.
Nabila mengonsumsi kue tersebut kala berbuka puasa. Rasanya sedikit aneh dengan tekstur yang lengket di mulut dan sedikit pahit. Hanya dua sendok, memutuskan untuk berhenti makan. Sementara suaminya Iky Setiadi terus melahap kue tersebut.
“Gejala keracunannya dimulai jam 11 malam awalnya aku sakit perut disusul suamiku, perut melilit, pusing, lemas, mual, muntah, dan diare yang tak terhitung dari malam sampai pagi enggak bisa tidur,” tuturnya.
Keesokan harinya, perempuan berusia 34 tahun itu berobat ke dokter umum tidak jauh dari rumah. Diberi obat diare, mual muntah dan antibiotik serta disuntik.
“Enggak mempan,” ucapnya.
Dirinya muntah terus di rumah. Diare bisa 20 kali lebih sehari. Ditambah mual jdi tidak nafsu makan.
“Kami menghubungi teman yang bisa memberi infus. Saya dan suami akhirnya diinfus masing-masing dua botol,” katanya seraya menyebut memilih tak pergi ke rumah sakit karena mempertimbangkan ada anak kecil dan tak ada keluarga.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kotim Umar Kaderi membenarkan, pasien mengalami keracunan setelah mengonsumsi kue Ipau di tempat yang sama. Totalnya sampai Sabtu (1/4) ada 40 orang pasien. 17 orang dari mereka dirawat inap. Mereka berasal dari Baamang, Mentawa Baru (MB) Ketapang, Kota Besi, Cempaga hingga Antang Kalang.
Dari data yang didapat dari beberapa pasien, mereka mengalami gejala sakit perut setelah mengonsumsi kue yang sama pada rentang 28 hingga 30 Maret 2023. Pihaknya pun langsung bergerak menelusuri kue tersebut, dan mendatangi tempat kue dijual dan mengambil sampel makanan yang diduga bermasalah itu.
“Kami sudah mengambil sampel makanan itu untuk kita uji di Labkesda Kotim,”ucap Umar.
Dia menyebut, dari hasil laboratorium tersebut, kue yang dimakan oleh para korban terindikasi terdapat bakteri Escherichia Coli (E Coli). Bakteri tersebut menyebabkan diare bagi penderita yang terinfeksi. Dan bakteri tersebut sudah terlalu banyak, di atas ambang batas wajar sehingga menyebabkan sakit perut dan muntah-muntah terhadap pasien yang memakan kue tersebut.
“Hasil lab didapati banyak bakteri e coli dalam makanan tersebut. Bakteri ini sudah diambang batas wajar dalam makanan sehingga menyebabkan pasien yang terinfeksi menderita diare dan muntah-muntah,” ungkap Umar.
Ia juga mengatakan kasus tersebut kini sudah dilaporkan kepada Balai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menangani kasus ini. Mereka akan kembali memeriksa sampel tersebut dan akan mendatangi rumah produsen yang memproduksi makanan bermasalah tersebut.
“Kami sudah melaporkan ini dengan Balai BPOM Palangka Raya karena ini kewenangan mereka. Mereka meneliti sampel makanan dan mendatangi rumah produksi,” terang Umar.
Sementara itu, Direktur RSUD dr Murjani Sutriso saat dihubungi terpisah mengatakan dirinya mendapatkan laporan tentang beberapa orang pasien yang mengalami keluhan yang sama di ruang instalasi gawat darurat (IGD). Pasien tersebut terus bertambah jumlahnya.
“Mereka dirawat di IGD dan terus bertambah. Keluhannya sama. Mereka mengalami sakit perut setelah mengkonsumsi makanan yang sama,” ucap Sutriso.
Dari pasien yang dirawat tersebut, seorang pasien berusia 60 tahun meninggal saat dibawa ke IGD. Pasien tersebut masuk bersama istri dan cucunya.
“Ada satu pasien yang meninggal dunia berusia 60 tahun karena disertai penyakit bawaan, Beliau masuk bersama istri dan cucunya yang masih dirawat,” kata Sutriso.
Bupati Kotim H Halikinnor langsung menjenguk pasien yang dirawat di RSUD dr Murjani Sampit pada Sabtu (1/4). Dirinya mengaku prihatin atas kejadian yang menimpa puluhan orang tersebut, dan kejadian ini menjadi perhatian bersama, Baik itu konsumen maupun produsen makanan.
“Mudah-mudahan ini tidak terulang lagi. Ini menjadi warning bagi kita baik konsumen maupun produsen kue agar berhati-hati dalam memilih dan membuat makanan,” katanya.
Pihak Pemkab Kotim akan menanggung semua biaya pengobatan pasien. Hal itu untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasien yang diduga mengalami keracunan. Dirinya berharap semua pasien dapat sembuh dengan cepat, dan sejauh ini tidak ada pasien yang mengalami sakit yang parah.
“Semua biaya pengobatan pasien akan ditanggung pemerintah. Mudah-mudahan mereka mendapat pengobatan dengan cepat sehingga bisa cepat pulih. Sejauh ini tidak ada pasien yang sampai kritis. Mereka hanya menderita sakit perut dan buang air besar berebihan,” ucap Halikin.
Dirinya mengatakan kejadian ini bisa terjadi kemungkinan akibat kelalaian produsen makanan yang tidak teliti saat mengolah makanan. Hal tersebut terjadi karena banyaknya pesanan makanan yang terjadi saat bulan Ramadan. Sehingga hal tersebut membuat beberapa oknum pedagang memanfaatkan kesempatan tersebut.
“Ini terjadi bisa jadi karena kelalaian pedagang yang mungkin tidak teliti dalam mengolah makanan sebab permintaan yang banyak selama bulan Ramadan. Oknum-oknum ini bisa jadi memanfaatkan kesempatan untuk meraup keuntungan yang banyak,”ungkapnya.
Sementara itu, Polres Kotawaringin Timur, mendapat info terkait kejadian tersebut langsung bergerak cepat untuk menyelidiki dugaan warga yang mengalami keracunan kue Ipau tersebut.
Kapolres Kotim AKBP Sarpani mengatakan saat ini pihaknya telah menerjunkan personel ke lapangan untuk melakukan penyelidikan. Pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak Labkesda untuk melalukan pengecekan pada sampel makanan itu.
“Saat ini anggota menyelidiki dugaan keracunan makanan itu di lapangan, dengan memintai keterangan para saksi yaitu penjual, korban dan pihak lain, dan kami juga akan berkoordinasi dengan pihak labkesda terkait hasilnya nanti,” ucap Sarpani.
Praktisi hukum Suriansyah Halim angkat bicara terkait kasus keracunan massal di Sampit. Pria yang akrab disapa Halim ini mengatakan bahwa dalam peristiwa warga keracunan takjil ini harus dilihat konteks dari mana warga memperoleh takjil tersebut. Apakah takjil tersebut diperoleh dengan cara membeli atau diperoleh dari pemberian dalam suatu acara.
Apabila diperoleh dari membeli, maka kejadian ini murni merupakan kelalaian dari pihak pembuat atau penjual kue. Sedangkan apabila takjil tersebut di peroleh dari acara buka puasa, maka menurut Halim pihak panitia penyelenggara acara juga harus ikut bertanggung jawab dalam kasus ini.
Halim juga berpendapat bahwa kejadian ini tidak hanya bisa diselesaikan dengan permintaan maaf dan menanggung biaya perawatan saja. Menurut pengacara yang juga Ketua DPC PPKHI Palangka Raya ini, pihak penegak hukum dalam hal ini Polres Kotim harus bertindak cepat untuk memeriksa pembuat atau penjual kue atau makanan yang menjadi penyebab banyak orang mengalami keracunan ini. Terlebih telah ada korban jiwa akibat peristiwa keracunan ini Penyelidikan perlu dilakukan secara serius agar dapat menemukan siapa pihak yang harus bertanggung jawab baik secara perdata dalam hal ganti rugi, maupun secara pidana karena telah menyebabkan satu orang meninggal dunia.
Pihak penjual makanan takjil kue Ipau sendiri menurut Halim dapat dipidana penjara atas kesalahannya jika ditemukan dalam penyelidikan sampai penyidikan terindikasi melakukan kelalaian dalam kejadian ini.
“Terlebih lagi jika disengaja atau penjual sudah tahu bahwa bahan makanannya tersebut tidak layak, berbahaya bagi kesehatan tetapi tetap menggunakannya untuk keuntungan penjual,” tegasnya. (bah/sja/dan/ram/ko)