PALANGKA RAYA-Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengelolaan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik di Disdikpora Gunung Mas (Gumas) tahun anggaran 2020 terus bergulir di Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Tiga terdakwa meminta majelis hakim membebaskan mereka dari segala tuntutan. Hal itu diutarakan mereka dalam sidang pleidoi yang digelar, Kamis (7/4).
Mantan Kadisdikpora Gumas Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri secara bergantian membacakan nota pembelaan. Adapun inti nota pembelaan yang dibacakan ketiganya hampir sama, yakni meminta majelis hakim yang diketuai hakim Achmad Peten Sili untuk membebaskan mereka dari dakwaan dan tuntutan hukum.
Ada yang menarik dalam sidang yang digelar kemarin itu. Saat membacakan nota pembelaan, terdakwa Esra secara terus terang mengaku telah menjadi korban ketidakadilan yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang ada di Kejari Gumas.
“Yang saya rasakan dan alami adalah betapa penegak hukum di Kejaksaan Negeri begitu bersemangat untuk memenjarakan saya,” ucap Esra.
Esra mengatakan, selama proses penyelidikan kasus korupsi ini oleh Kejari Gumas hingga kasus ini dilimpahkan ke pengadilan, pihak Kejari Gumas disebutnya berkali-kali membuat stigma tendensius melalui berita media ke tengah masyarakat, seolah-olah dirinya merupakan seorang penjahat koruptor.
Salah satu contoh yang disebut Esra adalah ketika dirinya memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi perkara ini. “Dengan membuat berita berjudul Kadis Gunung Mas Dijemput Kajari,” kata Esra, yang menganggap berita dari salah satu media itu begitu tendensius dan berlebihan.
“Kenyataannya saya datang hanya memenuhi panggilan sebagai saksi untuk pemeriksaan konfrontasi, dan siang itu juga saya langsung ditahan,” ujar Esra.
Ketidakadilan lain yang dialaminya adalah ketika pihak kejaksaan menyebut adanya pengembalian uang negara. Esra mengaku sama sekali tidak mengetahui terkait adanya pengembalian uang negara. Namun yang disebutnya adalah pihak kejaksaan melalui media massa sengaja membuat berita yang menggambarkan dirinya takut dipenjara hingga harus mengembalikan uang negara itu.
“Pada kenyataannya saya tidak tahu-menahu tentang pengembalian dana itu, karena saat itu saya sedang dalam penjara. Menurut istri saya, dana itu adalah dana pinjaman dari beberapa orang untuk penangguhan penahanan saya,” tutur Esra sembari memendam amarah.
Dikatakan Esra, seluruh berita acara terkait pengembalian uang negara dibuat oleh Hariyadi Megantoro selaku Kasi Pidsus Kejari Gumas saat itu. Esra juga mengaku belum pernah diperiksa dengan status tersangka oleh pihak penyidik Kejari Gumas.
Dalam pembelaannya, Esra menyebut sejumlah kesalahan yang ada dalam nota dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Kesalahan itu karena dakwaan dibuat terburu-buru oleh pihak jaksa guna menghindari proses sidang praperadilan terkait penetapan status tersangka oleh pihak jaksa.
Menurut Esra, rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik Kejari Gumas saat itu seperti bukan dimaksud untuk mengadili perkara ini, melainkan untuk menghancurkan karier dan reputasinya sebagai seorang ASN. “Selama 27 tahun saya tidak pernah melanggar hukum dan semuanya mengalir seperti biasa,” kata Esra.
Esra juga menyebut ada kekeliruan dalam dakwaan terkait jumlah anggaran DAK Fisik Subbidang SMP yang diterima oleh Disdikpora Gumas.
Menurutnya, jumlah DAK tersebut bukan Rp16.448.120.000,- melainkan Rp15.025 .670.000.
“DAK yang ada dalam DPA S1 Disdikpora Gumas tahun 2020 adalah sebesar Rp15.025.670.000, daftar terlampir,” beber Esra sembari menyerahkan bukti dokumen DPA.
“Saya tidak tahu dari mana jaksa mendapat data bahwa dana itu sebesar Rp16.448.120.000,- , apakah ada bukti,” tanya Esra kepada jaksa penuntut.
Ia menilai ada kekeliruan pemahaman dari pihak jaksa terkait maksud kegiatan pelaksanaan swakelola yang dilakukan dalam program DAK Fisik pembangunan prasarana 28 SMP negeri melalui Disdikpora Gumas tahun anggaran 2020.
Dikatakannya, kegiatan swakelola sebenarnya telah sesuai dengan ketentuan aturan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pangandaan Barang dan Jasa, serta aturan tentang pedoman terkait tipe kegiatan swakelola.
“Kegiatan pelaksanaan swakelola pembangunan sekolah telah dilaksanakan sesuai dengan tipe empat,” terang Esra.
Dalam pembelaannya, Esra mempertanyakan sikap Kejari Gumas yang tidak mempersoalkan masalah DAK tahun 2020 ini kepada pejabat sebelumnya.
Menurut Esra, saat dirinya menjabat Kadisdikpora Gumas, penyaluran DAK Fisik itu telah masuk tahap 2. Sementara permasalahan ini diketahui sudah muncul sejak pembayaran DAK Fisik tahap satu dari Disdikpora Gumas kepada kepala sekolah, yang saat itu dijabat oleh Plt Kadisdikpora Singo.
“Jaksa penuntut umum ingin memenjara saya hanya berdasarkan keterangan dari Singo, ada apa ini?” ucap Esra.
Dikatakannya, dari seluruh saksi dalam persidangan ini, tidak ada satu pun yang menyatakan dirinya pernah meminta bagian dari DAK Fisik tersebut.
Ia juga mempertanyakan sikap jaksa yang menyalahkan dirinya dalam perkara ini. Terlebih sudah ada surat kesediaan bertanggung jawab yang dibuat para kepala sekolah penerima dana tersebut sebelum dana disalurkan. Karena itu, di akhir pembelaannya, Esra meminta majelis hakim untuk membebaskannya.
“Saya memohon sudilah kiranya majelis hakim menolak tuntutan jaksa penuntut umum dengan menyatakan bahwa tuntutan itu bukan untuk keadilan, tetapi untuk penghukuman,” kata Esra.
Setelah Esra, giliran Imanuel Nopri dan Wandra yang membacakan nota pembelaan. Sidang kasus korupsi ini akan dilanjutkan kembali tanggal 11 April 2023. (sja/ce/ala/ko)