Sekolah Rakyat Kalteng memang baru dibentuk Maret tahun ini. Penggagasnya adalah Wira Surya Wibawa. Lokasi kegiatan di bawah Jembatan Kahayan. Wira dibantu oleh puluhan relawan mengajari anak-anak berbagai hal mengenai pendidikan.
DHEA UMILATI, Palangka Raya
GELAK tawa bahagia anak-anak yang tengah bermain sambil belajar di bawah Jembatan Kahayan menarik perhatian pengunjung. Dibantu beberapa relawan, binar kebanggaan terpancar jelas pada raut wajah para orang tua yang mendampingi anak-anaknya menghabiskan waktu untuk bermain sambil belajar bersama Wira dan rekan-rekan relawan Sekolah Rakyat Kalteng.
Anak-anak berlarian menyambut Wira dan rekan-rekannya yang siap membuka Sekolah Rakyat yang rutin digelar tiap pekan di bawah Jembatan Kahayan.
Nurul, salah satu relawan mulai mengajak anak-anak yang tengah jalan-jalan sore di area bawah Jembatan Kahayan untuk bergabung bersama mereka.
“Ayo ade, sini…sini, mewarnai sama kakak,” ucapnya lembut pada salah satu anak yang tengah berjalan malu-malu ke arahnya. Sedikit demi sedikit anak-anak mulai berkumpul di atas terpal. Ada yang menggambar, menulis, bermain, dan mewarna. “Sekolah Rakyat ini gratis dan rutin kami laksanakan tiap hari Minggu untuk anakanak yang mau ikut,” ucapnya pada Kalteng Pos, Minggu (9/7).
Nurul mengaku sudah bergabung menjadi relawan Sekolah Rakyat sejak lama. “Dari awal ada kabar tentang Sekolah Rakyat ini, saya langsung bergabung jadi relawan,” terangnya.
Baginya, menjadi relawan merupakan hal positif untuk mengisi waktu luang di selasela kesibukan kerja.
“Apalagi saya suka sama anak-anak, jadi kurang lebih kayak ngisi waktu luang sama hobi juga,” lanjutnya.
Perempuan dengan tinggi semampai yang berprofesi sebagai panitia pengawas kecamatan (panwascam) itu sangat bersemangat mengajar anak-anak yang tengah menggambar ataupun mewarna. Diiringi dengan kata-kata manis yang terlontar dari bibirnya, memuji dan mengapresiasi anak-anak yang mengikuti kegiatan tersebut.
Wira Surya Wibawa yang menjadi pendiri Sekolah Rakyat mengatakan, sekolah tersebut sudah aktif sejak Maret lalu.
“Saya pindah ke Palangka Raya bulan Februari, kemudian membuka Sekolah Rakyat ini,” terangnya.
Laki-laki yang bekerja sebagai pengacara itu mengatakan, Sekolah Rakyat dapat juga dikatakan sebagai komunitas.
“Sebelumnya saya udah buka Sekolah Rakyat di Kalsel,” ucapnya. Di Kalsel sudah dibuka sejak dua tahun lalu.
“Di Palangka Raya ini, relawannya cukup banyak, dalam kurun waktu tiga bulan sudah mencapai 55 orang, kalau di Kalsel jumlah itu baru terkumpul setelah dua tahun,” terangnya.
Untuk menjadi relawan, lelaki kelahiran Amuntai itu menyebut tidak ada klasifikasi khusus yang ditetapkan pihaknya. Asalkan berkomitmen dan masih berusia muda. Sejauh ini anggota relawan meruapakan siswa-siswi SMA maupun kaum muda yang sudah bekerja.
“Saya ajak saja semuanya, kalaupun mereka sedang ada kesibukan, enggak masalah kalau tidak datang tiap Minggu,” jelasnya. Menurutnya, tiap relawan punya cara tersendiri untuk berkontribusi ke Sekolah Rakyat. “Bagi saya, mereka mempromosikan Sekolah Rakyat di media sosial sudah merupakan bentuk kontribusi untuk membantu mengenalkan branding,” tuturnya.
Kepada anak-anak, Wira dan rekan-rekan relawan tidak hanya mengajarkan menulis ataupun membaca, tapi juga berusaha memberikan pembelajaran moral. “Kami ajarkan untuk selalu menerapkan ucapan, maaf, tolong, dan terima kasih,” katanya. Ketiga kata itu, menurut Wira sangat penting ditanamkan pada pada anak-anak sejak usia dini.
“Di sini pun kami tidak saling memanggil nama, selalu ada embel kak untuk menjadi contoh bagi mereka (anak-anak, red) agar belajar memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan yang lebih sopan,” jelasnya.
Wira menambahkan, pendanaan kegiataan menggunakan dana kognitif untuk akomodasinya.
Berbeda dari mingguminggu sebelumnya yang cenderung panas dan cerah. Untuk kali pertama Sekolah Rakyat berpindah dari lokasi awal ke tempat yang teduh untuk menghindari hujan.
“Ini pertama kali kami kehujanan,” tutur Wira.
Beruntung hujan tak berlangsung lama. Anak-anak tetap bersemangat mengikuti kegiatan Sekolah Rakyat tersebut.
“Mereka rutin tiap Minggu ke sini,” ungkap Wira.
Menurut penuturan Wira, anak-anak hanya diantar oleh orang tua masing-masing hingga ke area atas saja. Selanjutnya anak-anak berjalan sendiri menuju area bawah jembatan untuk menghampiri para relawan.
“Karena sudah biasa, jadi kayak kegiatan rutin mereka tiap hari Minggu,” tuturnya. Rahmat merupakan satu dari sekian banyak anak yang tiap hari Minggu tidak pernah absen mengikuti kegiatan Sekolah Rakyat. “Suka ke sini karena bisa menggambar dan mewarnai,” ucapnya pelan.
Tangan mungilnya dengan lihai menjiplak gambar bertemakan dokter pada kertas yang telah disiapkan relawan. “Biasanya langsung ke sini aja kalau kakak udah datang,” lanjutnya.
Karena Rahmat merupakan anak dari salah satu pedagang yang berjualan di area bawah Jembatan Kahayan, ia sudah cukup familiar dengan wilayah tersebut. (ko)