PALANGKA RAYA-Pengusaha tambang galian C di Palangka Raya disinyalir belum satu pun yang mengantongi perizinan. Buktinya, ketika ada Operasi Tambang Tanpa Izin Telabang 2023, semua pelaku usaha tambang tiarap. Tidak satu pun yang beroperasi mengeruk sumber daya alam (SDA) berupa pasir dan tanah uruk. Karena itu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng mendorong para pelaku usaha tambang galian C untuk mengurus perizinan.
Pengusaha galian diminta untuk mengurus perizinan sebelum membuka usaha galian.
Sebab, mengeruk hasil kekayaan sumber daya alam (SDA) pertambangan memerlukan izin pemerintah.
Adanya legalitas berupa perizinan sangat penting, agar para pengusaha galian tetap bekerja sesuai kaidah penambangan yang baik (good mining) dan meminimalkan degradasi lingkungan.
Kepala Dinas ESDM Kalteng Vent Christway melalui Kepala Bidang Pertambangan Agus Candra menjelaskan, sejak berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2022, perizinan untuk usaha pertambangan galian C atau bahan galian nonlogam dan batuan dapat diurus melalui Dinas ESDM Kalteng.
“Penerbitan izin dalam hal ini dilakukan oleh PTSP Kalteng, kami dari ESDM akan memberikan rekomendasi teknis, apakah suatu izin itu memang layak diberikan atau tidak,” kata Candra kepada Kalteng Pos saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (14/8).
Sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2020, lanjut Chandra, ada perizinan yang sifatnya mengakomodasi keinginan masyarakat untuk menambang bahan galian khususnya pasir, berupa pasir sungai, pasir lepas, maupun pasir uruk.
“Keinginan masyarakat untuk mendapatkan izin galian itu diakomodir dalam bentuk surat izin penambangan batuan (SIPB). Dilihat dari sisi regulasi, sangat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan izin, tetapi masih saja berkembang luas isu kalau mengurus perizinan itu sulit,” terangnya.
Candra tidak menampik bahwa proses pengurusan izin untuk beberapa jenis bahan galian memang memerlukan waktu yang panjang. Namun itu berlaku untuk pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) yang memang punya tahapan tersendiri.
“Tetapi kalau SIPB sebenarnya lebih simpel dari pengurusan IUP,” ucapnya.
Pria bergelar magister teknik ini menyebut, masyarakat sebaiknya mengurus izin terlebih dahulu jika ingin membuka usaha galian C. Sebab, akan ada lebih banyak risiko jika tidak memiliki perizinan.
“Berusaha tanpa izin tentu risikonya ditutup. Memang seharusnya dihentikan. Karena kalau ada kegiatan penggalian tanpa mengantongi izin, jelas akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” imbuhnya.
Kepada masyarakat yang memiliki tanah atau lahan yang berpotensi untuk usaha galian pasir, diimbau untuk mengurus izin terlebih dahulu.
“Ajukan saja, mana kira-kira yang berpotensi bahan galian pasir atau pasir uruk. Untuk masyarakat, biasanya luasan lahan berkisar 10-15 hektare,” tuturnya.
Terkait pengambilan bahan galian, Candra menyebut, akan ada kewajiban bagi pengusaha bersangkutan untuk membayar pajak sesuai tarif retribusi daerah. Adapun tarif retribusi itu bervariasi di tiap kabupaten/kota.
Candra membeberkan, ada tujuh IUP batuan di Palangka Raya berdasarkan data yang dihimpun pihaknya. “Kalau di luar data itu, berarti ilegal,” tuturnya.
Jika suatu kegiatan penambangan memiliki izin, sambung Candra, pihaknya akan memberikan panduan agar operasioanalnya sesuai dengan kaidah penambangan yang baik (good mining).
“Kita boleh ambil bahan galian, tapi di waktu yang sama mengupayakan agar degradasi lingkungan dapat diminimalkan, sehingga baku mutu lingkungan dapat dipertahankan,” tambahnya.
Candra menyebut, secara umum pengurusan izin hanya membutuhkan waktu satu bulan.
“Paling sebentar satu bulan, kami bekerja sama dengan perangkat daerah terkait untuk mempertimbangkan penerbitan izin,” ucapnya.
Jika tidak segera mengurus izin, maka penambang yang notabene ilegal dapat terjerat sejumlah pasal. Chandra menganalogikan, jika terdapat suatu lokasi penambangan dengan luas 3 hektare berstatus tanpa izin, dan ketika diperiksa tidak bisa memperlihatkan dokumen perizinan, maka pihak yang bersangkutan akan terjerat pasal.
“Kalau tidak ada status perizinan, otomatis ditangkap, pasti akan disangkakan, entah pasal 158 atau pasal 161. Pihak yang menampung hasil galian dari kegiatan galian yang tidak berizin juga bisa terkena sanksi pidana,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, kepemilikan suatu bidang tanah oleh seseorang, baik dengan alas hak SPPT ataupun SHM, tidak serta-merta membuat seseorang itu punya kebebasan untuk mengeruk SDA yang terkandung di dalamnya.
“Sesuai dengan undang-undang, pemilik tanah memang punya kebebasan mengelola ruang yang berada di atas tanah. Kalau untuk mengeruk tanah, dengan kata lain mengambil SDA di bawahnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23, maka harus punya izin dahulu dari pemerintah, sekalipun di tanah sendiri,” terangnya.
Ditanya terkait upaya jemput bola agar para pengusaha galian pasir bisa mengurus izin, Candra menyebut pihaknya sudah melakukan itu.
“Kami sudah lakukan di Kotim dan Kobar, kami bentuk tim bersama DPMPTSP, lalu turun ke daerah-daerah itu, dari sisi perizinan PTSP langsung jemput bola, izin langsung di situ, mereka (pengusaha, red) tidak perlu ke provinsi,” tandasnya.
Seperti diketahui, pengusaha tambang galian C dan ratusan sopir truk sedang gundah gulana. Bagaimana tidak? Hampir dua pekan terakhir mereka tidak bisa bekerja. Karena ada razia, lokasi tambang yang menjadi mata pencaharian mereka tutup. Alhasil, hasil tambang berupa pasir dan tanah yang disuplai untuk berbagai proyek pembangunan di Kota Palangka Raya ikut tersendat.
Hariyono selaku Ketua Persatuan Sopir Truk Palangkaraya (PSTP) menjelaskan, penutupan lokasi galian C di wilayah kota sudah terjadi hampir dua minggu.
“Ditutup (lokasi tambang galian) karena ada razia, jadi kami enggak bisa kerja,” terang Hariyono yang saat dihubungi Kalteng Pos, Minggu (13/8), mengaku sedang dalam perjalanan ke Gumas.
“Sudah lebih dari 15 hari razia,” ucapnya.
Sementara itu, Kabidhumas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji menyebut, Polda Kalteng melaksanakan Operasi Kepolisian Mandiri Kewilayahan PETI Telabang 2023, dimulai tanggal 24 Juli hingga 17 Agustus 2023.
“Giat itu dalam rangka penanggulangan dan penertiban pertambangan ilegal, dengan sasaran target operasi maupun di luar target operasi dalam wilayah hukum Polda Kalteng,” tulis Erlan dalam pesan singkat kepada Kalteng Pos. (ko)