PALANGKA RAYA-Tidak hanya merusak estetis Kota Cantik Palangka Raya, keberadaan baliho tak berizin juga berpotensi merugikan pendapatan daerah. Baliho liar yang bertebaran di berbagai sudut kota ternyata menyebabkan kebocoran pendapatan, karena pihak pemasang tidak membayar retribusi untuk daerah.
Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Palangka Raya Emi Abriyani melalui Kepala Bidang Penagihan Eddy Sunarto mengatakan, beban retribusi dari tiap reklame atau baliho yang dipasang di ruang publik yang telah disediakan, sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Palangka Raya Nomor 12 Tahun 2012.
“Setiap baliho yang berizin terikat pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam perda itu. Yang menjadi masalah di daerah kita ini yakni banyak yang belum berizin, sehingga tidak sesuai ketentuan,” ungkap Eddy Sunarto saat dihubungi Kalteng Pos, Selasa (12/9).
Eddy menyebut retribusi pemasangan reklame atau baliho disesuaikan dengan ukuran yang diinginkan pihak pemasang, sebagaimana tertuang dalam Perda Pemerintah Kota Palangka Raya Nomor 12 Tahun 2012. Dalam Perda Kota Palangka Raya Nomor 4 Tahun 2018, lanjut Eddy, juga diatur ketentuan tersebut.
“Kebanyakan orang memasang reklame atau baliho dengan ukuran 4×6 m, 5×10 m, dan ukuran lainnya. Penarikan retribusi itu sesuai izin yang dikeluarkan PTSP, tergantung pemilihan titik pemasangan dan jalannya, jadi biaya tidak bisa disamaratakan,” jelasnya.
Pemasangan banner dihitung 25 tiang pancang. Kendati pihak pemasang hanya ingin memasang di bawah jumlah 25 tiang pancang, biaya retribusi tetap dihitung 25 tiang.
“Meski mereka tidak pasang sampai 25 tiang, tetap dihitung 25. Itu harus ngurus izin dulu ke PTSP. Kami tergantung pada PTSP,” sebutnya.
Ada beberapa lokasi yang dibolehkan memasang reklame. Problem yang dihadapi yakni pemasangan reklame tanpa izin yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, kendati pada lokasi yang diperkenankan seperti di Bundaran Besar.
“Reklame-reklame yang terpasang di Bundaran Besar itu sebagian besar tidak berizin. Kami mengejar terus supaya pihak pemasang segera mengurus izin. Kalau tidak berizin, otomatis tidak ada retribusi untuk daerah,” sebutnya.
Pihaknya sudah mengimbau pihak-pihak pemasang reklame liar agar memperpanjang izin pemasangan. Sebab, kebanyakan pihak pemasang hanya membayar di awal. Namun ketika masa berlaku pemasangan habis, enggan membayar biaya memperpanjang. Justru bersikukuh agar reklamenya tetap terpasang, kendati tidak membayar retribusi perpanjangan.
“Tiang-tiang yang tidak berizin tidak bisa dikenakan tarif, sudah kami layangkan surat teguran, supaya mereka membayarkan pajaknya. Namun untuk menertibkan, bukan kewenangan kami,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi akuntansi, Dr Fitria Husnatarina SE MSi berpendapat, pemasangan reklame atau baliho liar alias tanpa izin sangat merugikan daerah. Secara regulasi, masyarakat maupun lembaga diminta untuk mematuhi aturan yang berlaku, berdasarkan izin dan tarif retribusi yang sudah diberlakukan oleh unit teknis pemerintah setempat.
“Dengan melakukan rekapitulasi atas adanya banyak baliho yang tersebar, tentu yang berizin bisa ada retribusinya. Jadi bisa memprediksi besaran pendapatan daerah dari situ. Dilihat dari fenomena ini, pemasangan baliho liar tentu sangat merugikan daerah,” ujar Fitria kepada Kalteng Pos, Selasa (12/9).
Dosen Program Studi Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya itu mengatakan, pemerintah sebaiknya serius menertibkan dan memberikan sosilaisasi, baik kepada lembaga, perorangan, atau institusi yang berkepentingan terkait regulasi atau aturan pemasangan reklame atau baliho.
“Kenapa perlu diberikan penerangan, karena mungkin saja mereka (pemasang reklame, red) tidak tahu seperti apa proses yang benar atau regulasi terkait pemasangannya, jadi pemerintah harus memberikan sosialisasi terkait itu,” jelasnya.
Menurut Fitria, sosialisasi aturan bisa dilakukan dengan memasang pemberitahuan di lokasi-lokasi strategis atau pada lokasi khusus yang disediakan untuk dipasang reklame atau baliho. Mengingat di masa-masa sekarang ini, banyak pihak terutama para politikus yang berlomba-lomba memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui reklame atau baliho.
“Bisa bekerja sama dengan KPU kalau sudah menyangkut sosialisasi yang berbau politik, atau unit-unit lain yang terlibat dalam pelaksanaan event tertentu yang membutuhkan iklan, reklame, atau baliho,” ucapnya. (ko)