PALANGKA RAYA – Masih ada ratusan titik blank spot internet di Kalimantan Tengah (Kalteng). Kondisi ini tak ayal membuat visi merdeka sinyal belum dapat terwujud. Hal ini juga diakibatkan oleh korupsi besar-besaran terhadap pengadaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) yang terjadi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI beberapa waktu lalu.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Diskominfosantik) Provinsi Kalteng, Agus Siswadi, mengatakan, masih ada 321 titik blank spot internet di Kalteng.
Hal ini sejalan dengan jumlah desa tidak berlistrik. Sebab terkadang masalah kelistrikan dan jaringan internet berjalan beriringan.
“Listrik apakah sudah ada dulu, baru bisa masuk jaringan. Kalau dibebankan listrik kepada desa kan berat, jadi jaringan siap masuk, tetapi pertanyaannya apakah listrik sudah ada dulu, jadi kendalanya di situ,” ungkap Agus Siswadi, Kamis (28/3).
Ia berharap agar 321 titik blank spot internet tersebut bisa tuntas di tahun 2024 ini juga. Walaupun yang namanya merdeka sinyal tidak semestinya tidak ada titik blank spot, melainkan masyarakat berpenduduk sudah ada sinyal, di luar daerah lintas. “Yang dimaksud dengan merdeka sinyal adalah suatu kondisi di mana jaringan internet sudah bisa diakses oleh seluruh desa berpenduduk,” ucapnya.
Menurut Agus, sebetulnya persoalan blank spot di Kalteng ini bisa segera tuntas di tahun ini juga, tetapi karena adanya kasus korupsi upaya minimalisasi wilayah blank spot itu terkendala. “Seandainya tidak ada itu (kasus korupsi BTS, red), sudah selesai,” ucapnya.
Agus menceritakan, terdapat 78 titik yang ingin dipasang BTS dan mau segera dilakukan on air oleh salah satu vendor, pihak ketiga pembangunan BTS. Untungnya tidak terjadi karena dirinya cukup berhati-hati pada saat itu. Ada permintaan on air padahal lubang infrastruktur BTS-nya masih digali.
“Di Kalteng, untung hanya sekitar 78 titik yang, tapi tidak terjadi, karena saya hati-hati saat itu, ada permintaan on air padahal lubangnya masih digali, untuk Kalteng tidak kena karena saya betul-betul hati-hati ketika ada surat permintaan tanda tangan untuk on air itu, dari pihak ketiganya,” bebernya.
Agus menjelaskan, syarat pencarian adalah tanda tangan kepala dinas bahwa BTS itu sudah on air. Tetapi, ia selalu meminta kepala dinas kominfo dari masingmasing daerah agar terlebih dahulu mengecek apakah benar-benar sudah ada atau tidak infrastruktur BTS-nya itu.
“Memang tidak ada yang fiktif, tetapi, misalnya, tahap pengerjaan,” ucapnya. Ia menyebut, pengajuan itu dilakukan 7-8 kali pada tahun 2022 lalu, tetapi saat ini sudah clear, saat ini sudah on air. Sebab saat dicek tidak ada barangnya.
“Ini salah satu kendala juga, karena kasus ini begitu besar, menyentuh delapan triliun, sebenarnya seluruh Indonesia bisa selesai kalau tidak ada itu, jadi pasti ada imbasnya,” ucapnya. Menurut Agus, melakukan pemerataan jaringan internet untuk wilayah seluas Kalteng, 1,5 kali Pulau Jawa, tidaklah gampang. Maka dari itu pemerataan jaringan di Kalteng terkesan agak lambat dibandingkan dengan daerah lainnya.
“Semua yang saya bilang 78 infrastruktur BTS itu jalan semua, hanya prosedurnya saja yang mau minta segera on air, tetapi kenyataannya masih gali. Memang dikerjakan, tetapi modus-modus seperti itu kan. Bayangkan kalau saya tanda tangan, masyarakat bisa menuntut saya kalau kemudian di lapangan ketahuan infrastruktur itu belum ada,” terangnya.
Saat ini, ujar Agus, daerah yang paling banyak titik blank spot adalah Kabupaten Katingan. Mengingat daerah itu luas sekali. Medannya yang luar biasa. Selanjutnya adalah Murung Raya. “Jangankan di dua kabupaten itu, Palangka Raya aja masih ada titik yang blank spot,” ucapnya. (ko)