Hingga 2023, Ada 2.478 Kasus HIV/AIDS di Kalteng

by

Penderitanya Sudah Merambah Siswa SMA hingga Mahasiswa

Palangka Raya, kaltengonline.com – Kalimantan Tengah (Kalteng) sedang dihantui oleh penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Bagaimana tidak, angka kasus penyakit HIV/ AIDS di provinsi setempat menyentuh angka ribuan kasus pada tahun 2023 lalu (lihat selengkapnya di tabel).

Tingginya kasus ini terungkap pada data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Kalteng per tahun 2023 yang diperoleh dari data dinas kesehatan setiap daerah, rumah sakit setiap daerah, para penjangkau, dan komunitas yang konsen untuk peduli pada penyakit ini.

Anggota Tim Komisi Penanggulangan AIDS Kalteng, Muhammad Arsyad, mengungkapkan bahwa kasus HIV/AIDS di Kalimantan Tengah memang mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan data dari dinas kesehatan yang juga terlihat dari fakta di lapangan.

Dijelaskannya, menurut data Tim Komisi Penanggulangan AIDS Kalteng per 2023, kasus HIV dan AIDS di Kalteng menyentuh angka 2.478 orang dengan 1.492 orang penderita HIV dan 986 orang penderita AIDS.

Data tersebut, lanjut Arsyad, selain dihimpun dari dinkes masingmasing kabupaten/kota, juga ada penjangkau-penjangkau KPA di beberapa daerah yang aktif. Data juga dihimpun dari rumah sakit yang ada di daerah-daerah.

“Hanya ada beberapa daerah yang KPA-nya aktif, dari data kami itu cuman Lamandau, Sampit, Pangkalan Bun, Palangka Raya, dan Gumas. KPA dari lima daerah itu yang aktif memberikan informasi terkait perkembangan kasus HIV/AIDS di daerahnya,” jelas Arsyad.

Arsyad menyebut, tugas KPA terbatas pada upaya preventif, karena upaya penanggulangan berada di ranah dinas kesehatan dan perangkat terkaitnya.

Hanya saja, pihaknya juga bisa membantu memberikan alur informasi pengobatan kepada penderita atau suspek HIV/AIDS sehingga mereka bisa dirawat. Selain melakukan survei, Arsyad menyebut KPA Kalteng juga rutin memberikan sosialisasi untuk menekan tingginya kasus HIV/AIDS ini. Salah satu target sasaran pihaknya adalah ke pemuda-pemuda melalui pemuka agama.

Di samping itu, pihaknya juga rutin melakukan sosialisasi tentang penyakit ini ke sekolah-sekolah SLTA yang ada di Kalteng. “Edukasi perlu dijalankan agar mereka (pemuda, red) paham bahwa kasus HIV/ AIDS ini bukan kasus yang adem ayem, tapi betul-betul meningkat dan berbahaya, dampak jangka panjang bagi penderitanya juga luar biasa,” kata Arsyad kepada Kalteng Pos saat ditemui di ruang kerjanya, belum lama ini.

Dia menerangkan, tingginya kasus HIV/AIDS itu disinyalir terjadi karena banyak faktor. Berkaca pada tahun 2022 ke belakang, Arsyad menyebut tingginya kasus penyakit ini banyak disumbang oleh ibu rumah tangga karena bawaan dari suami.

Kemudian juga ada dari ASN. Hanya saja, kasus terbaru pada tahun 2023 ini banyak disumbang oleh Lelaki Seks Lelaki atau LSL. Kasus LSL inilah yang menjadi penyumbang terbesar dari 2000 lebih kasus HIV/AIDS sepanjang tahun 2023.

“Mulai meningkat kasus penyakit ini sejak 2022 ke sini, memang yang paling banyak itu di kalangan anak mudanya, dengan rentang usia siswa SMA hingga mahasiswa perguruan tinggi, 17 tahun ke atas,” ucapnya.

Kondisi ini juga sejalan dengan temuan kasus HIV/AIDS yang banyak berada di daerah-daerah sekitaran kampus. “Paling banyak di daerahdaerah sekitaran kampus, cuman nggak bisa jadi patokan, hanya saja memang dari data yang kami himpun ini paling banyak kasus itu di sekitaran kampus,” ujarnya.

Arsyad tidak menjawab ketika ditanya kampus mana saja yang menjadi penyumbang temuan kasus HIV/AIDS yang banyak itu. Dalam kebanyakan kasus, lanjut Arsyad, seseorang yang menderita HIV/AIDS tidak menyadari bahwa dirinya penderita. Setelah sakit barulah mereka sadar jika mereka positif HIV/AIDS.

Salah satu aktivitas yang membuat seseorang berisiko terjangkit HIV/AIDS adalah melakukan LSL. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan ini. Salah satunya adalah pengaruh pergaulan. “Selain karena pengaruh pergaulan, seseorang yang melakukan LSL bisa jadi karena pernah dikecewakan oleh pasangan, bisa jadi memengaruhi itu. Bisa juga karena trauma setelah mendapat pelecehan,” tuturnya.

Adapun perbedaan antara HIV dan AIDS adalah terletak pada masuk tidaknya virus. Dijelaskan Arsyad, penyakit HIV itu baru sebatas virus, sementara AIDS sudah dalam tahapan yang lebih tinggi, yakni stadium lanjut. “HIV itu baru indikasi virus, jadi kelihatan sehat dan bugar, padahal di dalamnya sudah ada virus HIV, kalau AIDS itu sudah stadium lanjut, yakni ketika daya tahan tubuh seseorang sudah diserang oleh penyakit itu,” ucapnya.

Kasus penyakit HIV/AIDS di Kalteng mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi lantaran maraknya perilaku seks yang tidak sehat seperti lelaki seks lelaki (LSL), wanita seks wanita (WSW), penggunaan jarum suntik yang sama secara bergantian, hingga seks bebas. Sepanjang tahun 2024 berjalan, sudah ada puluhan kasus HIV/AIDS di Kalteng. Beberapa daerah di Kalteng menjadi lokasi fokus (lokus) penanganan penyakit ini mengingat angkanya yang tinggi.

Mengingat kasus HIV/ AIDS yang banyak disumbang oleh pemuda dengan jenjang pendidikan SLTA dan perguruan tinggi inilah pihaknya memfokuskan upaya preventif berupa mengedukasi pelajar dan mahasiswa terkait bahaya penyakit ini. “Kami jelaskan ke pelajar dan mahasiswa bagaimana HIV/AIDS ini menyebar, bagaimana dampak yang ditimbulkan, lalu seperti apa penyebarannya, semuanya itu kami jelaskan, termasuk ke para pemuda masjid dan gereja,” tuturnya. (dan/uni)