Sidang Perdana Kasus Politik Uang di Barito Utara, Jaksa Bacakan Dakwaan: Terdakwa Ajukan Eksepsi

by
by
Tiga terdakwa sidang politik uang Barito Utara 2025 di Pengadilan Negeri Muara Teweh
SIDANG PERDANA: Tiga terdakwa kasus pelanggaran pemilu menjalani sidang perdana di PN Barito Utara, Kamis (10/4).

MUARA TEWEH – Tiga terdakwa dalam kasus dugaan politik uang menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara resmi menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Barito Utara, Kamis (10/4). Mereka sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di sebuah rumah di Jalan Simpang Pramuka II, Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah.

Tiga terdakwa tersebut yakni Muhammad Al Ghazali (terdakwa I), Tajjalli Rachman Barson (terdakwa II), dan Widiana Tri Wibowo (terdakwa III). Ketiganya tiba di pengadilan sekitar pukul 09.35 WIB dengan pengawalan ketat dari aparat kejaksaan dan kepolisian.

OTT Berawal dari Laporan Masyarakat

Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kejadian berawal dari informasi yang diterima oleh saksi Mahyudin dari saksi lainnya, H Malik Muliawan, pada Jumat (14/3). Mereka mendapat kabar adanya dugaan pembagian uang kepada warga oleh tim salah satu pasangan calon kepala daerah, yakni paslon nomor urut 02.

Mahyudin langsung menuju lokasi dan memantau situasi dari rumah tetangga. Ia mengamati aktivitas mencurigakan, yakni keluar-masuknya warga dari rumah yang diduga menjadi tempat transaksi. Setelah sekitar 20 menit, Mahyudin memutuskan untuk masuk ke rumah tersebut melalui pintu samping sambil merekam menggunakan ponsel.

Di dalam rumah, Mahyudin menemukan berbagai dokumen seperti daftar penerima uang, spidol, dan secarik kertas bertuliskan nama “Suparno 72”. Salah satu ruang yang sempat terkunci akhirnya berhasil dibuka dan ditemukan enam orang, termasuk terdakwa I dan II.

Barang Bukti Uang Rp250 Juta dan Spesimen Surat Suara

Setelah polisi tiba, sembilan orang diamankan dari lokasi. Pemeriksaan lanjutan oleh tim Sentra Gakkumdu (Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan) menemukan berbagai barang bukti antara lain:

  • Lembar data pemilih TPS 01,
  • Map berisi rekap nama penerima,
  • Specimen surat suara dengan gambar paslon 02,
  • Uang tunai Rp250.000.000 dalam pecahan Rp100.000.

Selain itu, ditemukan juga dua spidol biru, karpet hijau, serta satu lembar kertas bertuliskan tanggal “14/03/2025”.

Dua Penerima Uang Mengaku Terima Rp10 Juta

Dalam sidang juga dibacakan dakwaan terhadap dua warga lain, yakni Rahmat Diatul Halim dan Haris Padilah, yang mengaku menerima uang masing-masing sebesar Rp10 juta dari terdakwa I dan II. Uang tersebut diberikan untuk memilih paslon 02 dalam PSU. Penyerahan uang terjadi pada hari yang sama di lokasi yang sama, disertai pemberian specimen surat suara dan sebungkus takjil.

Keduanya sempat tidak berada di lokasi saat OTT karena sudah pergi usai menerima uang, namun kemudian menyerahkan diri ke Polres Barito Utara.

Terdakwa Ajukan Eksepsi, Dakwaan Dinilai Kabur

Dalam persidangan, penasihat hukum ketiga terdakwa, Roby Cahyadi, menyampaikan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU. Menurutnya, surat dakwaan tidak jelas dan tidak cermat dalam menguraikan perbuatan pidana yang dituduhkan, sehingga tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP.

“Penuntut umum hanya menyorot dari sudut pandang saksi Mahyudin, padahal tidak ada bukti bahwa ia melihat langsung transaksi uang di rumah tersebut,” tegas Roby.

Ia juga menyebut bahwa dakwaan tidak menjelaskan secara rinci apakah daftar nama yang ditemukan benar-benar berkaitan dengan pemberian uang, atau sekadar daftar pemilih biasa. Selain itu, tidak disebutkan siapa perempuan yang mengaku menerima uang, sehingga menambah ketidakjelasan dalam dakwaan.

Jaksa: Sidang Akan Lanjut ke Pemeriksaan Saksi dan Terdakwa

Kasi Intel Kejari Barito Utara sekaligus JPU, Widha Sinulingga, menjelaskan bahwa sidang perdana ini beragendakan pembacaan dakwaan dan tanggapan eksepsi dari penasihat hukum terdakwa. “Untuk sidang selanjutnya akan digelar pada Jumat, 11 April 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi dan saksi ahli,” jelas Widha.

Ia memastikan bahwa para saksi yang tercantum dalam berkas perkara serta ahli terkait akan dihadirkan untuk dimintai keterangan di persidangan.

Sementara itu, untuk berkas perkara terdakwa Rahmat dan Haris, sidang hanya sampai pembacaan dakwaan, karena keduanya tidak mengajukan eksepsi.

Ancaman Pidana Berat Menanti

Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 187A ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang mengatur sanksi pidana terhadap pelaku politik uang. Pasal ini mengancam dengan pidana penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda hingga Rp200 juta.

JPU juga menyertakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan, karena ketiga terdakwa diduga berperan bersama dalam peristiwa tersebut. (irj/ala/ko)