Disidang Adat, Saif Hola Didenda Rp22,5 Juta

by

Palangka Raya, Kaltengonline.com – Lembaga Adat Dayak (LAD) Kota Palangka Raya melalui LET Mantir Basara Hai resmi menggelar sidang adat (Basara Adat) terhadap seorang konten kreator bernama Syaifullah atau Saif Hola, Jumat (25/4/2025).

‎Sidang yang berlangsung di Ruang Basara, Betang Palangka Hadurut, Jalan Temanggung Tilung XVIII, ini digelar menyusul laporan terkait unggahan video parodi berjudul “Parodi Wartawan & Gubernur” yang dinilai menghina Gubernur Kalimantan Tengah sekaligus Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi, H. Agustiar Sabran, S.I.Kom.

‎Pemanggilan terhadap Syaifullah didasarkan pada Surat Keputusan Dewan Adat Dayak Kota Palangka Raya Nomor 12/DAD-PR/IV/2025. Dalam sidang yang dipimpin langsung oleh Damang LET Mantir Basara Hai, Wawan Embang , pihak pelapor dari kelompok adat PANDAWA menyampaikan keberatan atas konten video yang diunggah melalui akun Instagram @saif_hola.

‎Dalam isi gugatan disebutkan bahwa video tersebut menyajikan cuplikan wawancara resmi Gubernur Agustiar Sabran, namun dijawab dengan nada tinggi dan bernada ejekan oleh Syaifullah. Ia juga mengakui tidak memiliki profesi sebagai wartawan.

‎“Atas dasar itu, kami menilai tindakan tersebut tidak hanya melukai pribadi Gubernur, tapi juga mencoreng martabat adat Dayak,” kata perwakilan PANDAWA dalam sidang.

‎Meski pihak pelapor menuntut sanksi sebesar 230 katiramu atau setara Rp57,5 juta, majelis adat Basara Hai akhirnya menjatuhkan sanksi sebesar 90 katiramu atau sekitar Rp22,5 juta. Keputusan ini, menurut Damang Wawan Embang, diambil dengan mempertimbangkan sejumlah hal.

‎“Terlapor mengakui kesalahan secara jujur, bersikap sopan, kooperatif, dan tidak memiliki catatan pelanggaran hukum. selain itu beliau juga memiliki tanggung jawab keluarga dan Anak yang masih menjalankan pendidikan, Ia juga menyebut video tersebut dibuat untuk tujuan komersial, bukan untuk menghina,” ujarnya.

‎Wawan menegaskan, keputusan sidang ini bersifat final dan mengikat. Jika dalam waktu 14 hari tidak dipenuhi, maka sanksi bisa ditingkatkan sesuai Perda Nomor 16. Namun, LAD tetap mengedepankan prinsip perdamaian dalam hukum adat.

‎“Adat Dayak bukan untuk menghukum, tapi untuk menyatukan kembali sesuap prinsip Mumpung Hai, Tumbang Anoi 1894. Hukum adat kita berlandaskan filosofi Belom Bahadat dan semangat Huma Betang,” tegasnya.

‎Adapun dana sanksi tersebut nantinya akan digunakan untuk menutup biaya sidang dan sisanya akan diserahkan kembali kepada pihak Pandawa yang mewakili masyarakat adat.

‎”Nanti akan kita rapatkan lagi dengan dewan adat Dayak kota dan provinsi yang pasti tujuan yang ada manfaatnya” tutupnya. (wel)