DPRD Kotim Soroti Tumpang Tindih Izin Tambang dan Lahan Warga Desa Pantap

oleh
oleh
Ketua DPRD Kotim, Rimbun
Ketua DPRD Kotim, Rimbun

SAMPIT, Kaltengonline.com – Persoalan lahan kembali menyeruak di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Warga Desa Pantap, Kecamatan Mentaya Hulu, resah setelah lahan yang selama ini mereka kelola ternyata berbenturan dengan izin pertambangan yang diterbitkan pemerintah.

Keresahan tersebut sampai ke meja DPRD Kotim. Ketua DPRD Kotim, Rimbun, mengaku menerima pengaduan langsung dari masyarakat desa. Mereka menyampaikan bahwa izin yang mereka miliki justru beririsan dengan perizinan tambang pasir silika di wilayah yang sama.

“Warga melaporkan adanya tumpang tindih perizinan di Desa Pantap. Laporan ini akan segera kami fasilitasi dan kami sampaikan kepada Satgas Penertiban Tambang yang baru saja dibentuk pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Rimbun, Rabu (3/9/2025).

Dalam laporan tersebut, setidaknya ada dua izin yang sah dimiliki masyarakat. Pertama, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) seluas 2.142 hektare yang diberikan kepada Koperasi Bhakti Karya Abadi. Kedua, izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKm) seluas sekitar 819 hektare yang dikelola oleh Kelompok Tani Hutan Bhakti Karya Abadi.

“Lokasi HTR yang dikelola koperasi dan kelompok tani tersebut bersinggungan dengan izin tambang pasir silika. Masyarakat meminta penyelesaian agar tidak terjadi kesalahpahaman di lapangan,” lanjutnya.

Baca Juga:  DPRD Kotim Tunaikan Janji, Sampaikan Tuntutan Masyarakat ke DPRD Provinsi

Rimbun menegaskan, meski sama-sama berpayung hukum, dua izin yang saling tumpang tindih ini rawan memicu konflik. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena masyarakat tentu ingin tetap mengelola lahan untuk kesejahteraan, sementara di sisi lain ada kepentingan industri pertambangan.

“Program HTR maupun pertambangan sama-sama program pemerintah. Namun perlu ada kejelasan supaya masyarakat bisa tetap mengelola areal hutan untuk kesejahteraan, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” jelasnya.

Ia menambahkan, persoalan ini muncul akibat kebijakan pemerintah pusat yang membuka peluang terjadinya tumpang tindih izin. Jika dibiarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan gesekan antara warga dan perusahaan tambang.

“Ini jelas menimbulkan kebingungan, bahkan bisa memicu masalah serius jika tidak segera ditangani,” tuturnya.

Untuk saat ini, DPRD Kotim masih menunggu klarifikasi dari instansi teknis terkait. Data perizinan yang disebutkan warga akan diteliti kembali agar penyelesaiannya bisa adil dan tidak merugikan masyarakat di lapangan. (mif/ram/ko)