Dewan Soroti Lemahnya Implementasi Perda Budaya

oleh
oleh
DIWAWANCARAI: Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto saat diwawancarai awak media, beberapa hari lalu.
DIWAWANCARAI: Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto saat diwawancarai awak media, beberapa hari lalu.

SAMPIT, Kaltengonline.com – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyoroti lemahnya pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Budaya Daerah, yang dinilai belum memberi dampak nyata terhadap pengembangan ekonomi kreatif lokal.

Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto mengatakan, hingga kini banyak instansi pemerintah, termasuk organisasi perangkat daerah (OPD), belum sepenuhnya menerapkan nilai-nilai budaya lokal dalam aktivitas mereka.

“Hal sederhana saja, misalnya dari sisi konsumsi kegiatan di OPD. Kudapan atau makanan yang disajikan masih jarang mencerminkan identitas budaya lokal. Padahal, Kotim memiliki banyak kuliner khas, mulai dari kue tradisional, minuman, hingga makanan berat yang bisa menjadi ciri daerah kita,” ujar Dadang, Senin (13/10).

Pernyataan itu disampaikan menyusul aspirasi Komunitas Kotim Creative Network yang meminta dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif berbasis budaya lokal.

Dadang menegaskan, DPRD sebenarnya telah lebih dulu memberikan dukungan melalui penyusunan Perda Budaya Daerah, yang bertujuan melestarikan serta mengembangkan seni, bahasa, kuliner, pakaian adat, hingga kerajinan khas Kotim. Namun, implementasi aturan tersebut dinilai masih jauh dari harapan.

Baca Juga:  DPRD Kotim Desak Hukuman Berat Bagi Pengedar Narkoba

“Perda ini sudah kita buat dua tahun lalu. Tapi kalau kita lihat di lapangan, produk lokal belum banyak digunakan, baik di kantor OPD maupun lembaga lain,” katanya.

Sebagai contoh, lanjut Dadang, potensi rotan Kotim yang dikenal sebagai salah satu terbesar di Kalimantan Tengah belum dimanfaatkan secara optimal. “Kotim ini terkenal dengan produksi rotannya. Tapi coba lihat, adakah meja, kursi, atau hiasan dari rotan di kantorkantor pemerintah, termasuk kantor bupati? Hampir tidak ada. Ini kan ironis,” kritiknya.

Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan antara potensi besar daerah dan lemahnya realisasi kebijakan. Padahal, perda tersebut diharapkan menjadi landasan kuat dalam memperkuat ekonomi kerakyatan sekaligus memperkokoh identitas budaya Kotim.

“Kita tidak ingin perda hanya menjadi pajangan di rak atau dinding kantor. Ini harus dijalankan dengan nyata. Pemrintah daerah perlu menunjukkan komitmen dengan tindakan konkret,” tegasnya.

Dadang pun mendesak Pemkab Kotim agar segera mengaktualisasikan pelaksanaan Perda Budaya Daerah dengan melibatkan para pelaku ekonomi kreatif, komunitas seni, dan UMKM lokal. (bah/ans/ko)