UPR Dorong Pemerataan Pendidikan dalam Revisi UU Sisdiknas

oleh
oleh
Komisi X DPR RI melakukan kunjungan kerja ke UPR, Kamis (6/11).

PALANGKA RAYA, kaltengonline.com – Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melakukan kunjungan kerja ke Universitas Palangka Raya (UPR), Kamis (6/11). Kunjungan ini bertujuan menjaring masukan dari kalangan akade-misi dan pemangku kepentingan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang saat ini tengah direvisi.

Rombongan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Tim Panja RUU Sisdiknas, Dr. Hj. Kurniasih Mufadayati, M.Si, bersama sejumlah anggota komisi.Dalam sambutannya, Dr. Kurniasih Mufidayati menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI berupaya menghimpun pandangan dari berbagai pihak, terutama perguruan tinggi di daerah, agar revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas benar-benar menjawab tantangan pendidikan nasional secara menyeluruh.

“Kami mencatat sedikitnya ada sepuluh permasalahan utama yang menjadi dasar pertimbangan revisi, mulai dari ketimpangan tata kelola pendidikan, sistem evaluasi, hingga pemerataan akses dan kualitas pendidikan tinggi,” ujarnya.

Ia menegaskan, revisi undang-undang ini diinisiasi DPR RI karena banyak ketentuan dalam UU Sisdiknas lama yang dinilai tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.

“Kami ingin undang-undang baru nanti mampu menata ulang sistem pendidikan nasional agar lebih inklusif, adaptif terhadap kemajuan teknologi, dan menjamin keadilan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Palangka Raya, Prof. Dr. Salampak, M.S., menyambut positif kunjungan Komisi X DPR RI tersebut. Ia menilai pertemuan ini sebagai wadah strategis bagi perguruan tinggi di Kalimantan Tengah untuk menyampaikan aspirasi serta kendala riil yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di daerah.

“Kesenjangan antara perguruan tinggi di Jawa dan luar Jawa masih sangat terasa, baik dari sisi fasilitas, SDM, maupun akses mahasiswa. Namun kami tetap diminta memenuhistandar yang sama. Karena itu, perlu adanya kebijakan afirmatif dari pemerintah pusat agar kami dapat terus meningkatkan kualitas,” ujar Prof. Salampak.

Rektor mencontohkan, salah satu persoalan nyata adalah terbatasnya peluang bagi putra daerah untuk masuk ke fakultas strategis seperti kedokteran akibat sistem seleksi nasional.

“Kami berharap minimal 50 persen kuota penerimaan dapat diberikan kepada calon mahasiswa asal daerah. Ini penting agar daerah mampu mencetak tenaga profesional yang memahami karakter wilayahnya sendiri,” jelasnya.

Prof. Salampak juga menyoroti lambatnya jenjang karier dosen di daerah akibat sistem penilaian kinerja yang dinilai terlalu kaku. Ia mengusulkan agar mekanisme penilaian jabatan akademik mempertimbangkan capaian prestasi ilmiah dan angka kredit, bukan semata aspek administratif.

“Sistem saat ini membuat dosen berprestasi tidak tampak menonjol. Padahal semangat berinovasi seharusnya mendapat ruang dan penghargaan. Kami berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan ini,” tambahnya.

Selain itu, keterbatasan dana riset dan kewajiban akreditasi internasional juga menjadi perhatian. Menurutnya, biaya besar yang dibutuhkan sering kali menjadi kendala bagi perguruan tinggi di daerah untuk memenuhi indikator kinerja tersebut.

“Satu program studi bisa membutuhkan biaya hingga satu miliar rupiah untuk akreditasi internasional, sementara kami masih berjuang melengkapi laboratorium dan fasilitas riset dasar,” ungkapnya.

Menanggapi berbagai masukan tersebut, Dr. Kurniasih Mufidayati menyampaikan apresiasi atas pandangan kritis civitas akademika UPR. Ia menegaskan seluruh masukan itu akan menjadi bahan penting dalam penyusunan draf akhir RUU Sisdiknas.

“Masukan dari perguruan tinggi di daerah sangat berharga. Kami ingin memastikan revisi UU ini tidak hanya berpihak pada kampus besar di Jawa, tetapi juga memperkuat universitas daerah sebagai pusat pengembangan SDM unggul,” tuturnya. (hen)