Dua Orang Terindikasi Pembunuh Pasutri

oleh
oleh
PENYELIDIKAN : Kepolisian saat melakukan penyelidikan di lapangan mengenai kasus pembunuhan pasutri bernama Ahmad Yendianor (46) dan Fatmawati (45), baru-baru ini. (ist)

PALANGKA RAYA-Kasus pembunuhan keji terhadap pasangan suami istri (pasutri) Ahmad Yendianor (46) dan Fatmawati (45) di kediaman Gang Kamboja, Jalan Cempaka, Palangka Raya sepertinya akan segera terungkap. Penyidik dari Satreskrim Polresta Palangka Raya mulai mencurigai dua orang sebagai pelaku peristiwa berdarah pada Jumat malam (23/9).

Sejauh ini polisi terus mendalami kasus pembunuhan sadis tersebut. Sudah puluhan saksi yang diperiksa penyidik. Mulai dari anak korban hingga para tetangga.

“Benar, sudah sepuluh saksi yang diminta keterangan terkait meninggalnya dua korban, yakni anak korban dan para tetangga sekitar, sejauh ini kita masih terus mendalami untuk mengungkap kasus,” ungkap Kasat Reskrim Polresta Palangka Raya Kompol Rony M Nababan, Senin (26/9).

Selain sepuluh saksi, polisi juga mengorek informasi dari empat orang yang merupakan rekan korban dan sering berkunjung ke rumah korban.

Sementara kondisi anak korban masih trauma dan memerlukan pendampingan. Polisi masih belum bisa mendapatkan keterangan lebih dari anak korban yang merupakan saksi kunci kasus ini.

 “Kami juga mengambil keterangan dari empat orang yang diketahui sering bertamu ke rumah korban,” beber Ronny.

”Ada dua orang yang diduga sebagai pelaku, kami terus mengumpulkan bukti-bukti di lapangan sembari mendalami peran kedua orang terduga itu,” tambahnya.

Sementara itu, kasus pembunuhan pasutri ini juga menarik perhatian dari pengamat dan praktisi hukum, Parlin Bayu Hutabarat SH MH. Ia meminta pihak kepolisian dan pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada anak korban MY (17), karena anak korban merupakan saksi kunci dari kasus pembunuhan tragis ini. “Perlindungan terhadap saksi harus segera diberikan oleh kepolisian dan pemerintah, karena kasus ini masih bergulir dan pelakunya belum ditangkap, keselamatan jiwa si anak korban perlu dipastikan,” ucap Parlin kepada Kalteng Pos, kemarin.

Ia menyebut, bentuk perlindungan yang harus diberikan pemerintah terhadap anak korban bisa dalam berbagai bentuk. Pertama, menyangkut perlindungan khusus untuk memastikan keamanan dan keselamatan diri si anak sebagai saksi kasus pembunuhan ini. Perlindungan lainnya terkait perlindungan terhadap kondisi mental atau psikologis.

Menurut Parlin, perlindungan psikologis kepada si anak korban sangat penting agar kesehatan jiwanya tidak terganggu.

“Pendampingan psikologis oleh psikiater harus segera diberikan supaya kejadian ini tidak sampai mengganggu tumbuh kembang si anak ke depan,” tegas pengacara muda ini.

Baca Juga:  Mantan Kades Tewang Papari Ditetapkan Tersangka 

Terkait jaminan keselamatan diri terhadap anak sebagai seorang saksi, Parlin menyarankan agar pihak kepolisian dan pemerintah menempatkan saksi di suatu tempat yang benar-benar aman.

Harus diberikan jaminan keselamatan, ditempatkan di rumah aman atau yang kita sebut safe house,” kata pengacara berkacamata ini.

“Karena dia adalah salah satu saksi, dalam hal perkara anak berhadapan dengan hukum dan ketentuan hukumnya, si anak ini wajib dilindungi,” tegasnya lagi.

Jaminan perlindungan keselamatan terhadap si anak ini harus diberikan pemerintah dari saat ini sampai setidaknya kasus pembunuhan ini disidangkan dan mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

“Tidak perlu menunggu waktu sampai sidang, dari sekarang saat proses ini bergulir pun sudah harus dilakukan perlindungan dan pendampingan,” ujarnya.

Parlin mengakui selama ini belum pernah ada tempat khusus atau safe house yang dibuat pemerintah provinsi untuk penanganan khusus perkara seperti ini.

Karena itu ia berharap kasus tragis ini bisa menggugah pihak terkait, baik dari pihak pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota untuk segera menyiapkan fasilitas atau sarana perlindungan bagi anak-anak yang berhadapan dengan masalah hukum.

Menurut Parlin, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bisa digandeng oleh pihak kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada anak korban. Sedangkan di tingkat provinsi, tutur Parlin, perlindungan dapat diberikan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TPPA) yang berada di bawah pengawasan Dinas Sosial Provinsi Kalteng. Menurut Parlin, P2TPPA Provinsi Kalteng dapat bertindak sesuai tugas dan kewenangan untuk memberikan langkah perlindungan kepada si anak korban.

“Instansi pemerintah bisa melakukan jemput bola, membangun komunikasi dengan pihak penyidik untuk memberikan perlindungan dan pendampingan kepada si anak korban, baik terkait perlindungan psikologis maupun perlindungan lainnya,” ujarnya.

Bahkan demi keselamatan anak korban sebagai saksi kasus pidana pembunuhan, lanjut Parlin, tidak tertutup kemungkinan pihak penyidik berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta.

Menurutnya, meski masih ada pihak keluarganya yang dapat memberikan jaminana perlindungan, tapi pemerintah punya tanggung jawab paling besar dan utama.

“Karena terkait perlakuan khusus kepada si anak korban agar mendapatkan perlindungan keselamatan juga merupakan amanah undang-undang,” pungkas Parlin sembari menyebut UU Nomor 35 Tahun 2014 terkait Perlindungan Anak. (ena/sja/ce/ala/ko)