“Kami seluruh anggota DPRD menyarankan harus segera membentuk tim karena sudah ada edaran dari gubernur Kalteng dan tindak lanjutnya kita tidak tahu”
Parmana Setiawan Wakil Ketua I DPRD Barito Utara
MUARA TEWEH-Langkanya gas elpiji 3 kg di wilayah Kabupaten Barito Utara (Batara) mendapat tanggapan dari Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Barito Utara Parmana Setiawan. Bahkan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sudah konfirmasi ke Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) terkait langkanya elpiji subsidi itu di masyarakat.
Setelah dikomfirmasi ke pihak SPBE, Parmana mengaku mendapat keterangan, bahwa ada sedikit mengalami kendala dalam pengiriman pada moda transportasi, karena curah hujan dengan intensitas yang cukup tinggi.
Menurut wakil rakyat itu, kelangkaan gas elpiji ini bukan hal yang baru ini saja terjadi.
“Dua tahun yang lalu, kita sudah pernah merapatkan di legislatif dan juga di pemerintah daerah,” katanya, Jumat (10/2) lalu.
Dijelaskan pria yang mempunyai hobi ngetrail ini, dengan adanya peraturan bupati (perbup) dua tahun lalu terkait masalah harga eceran tertinggi (HET) tentang elpiji. “Kami seluruh anggota DPRD menyarankan harus segera membentuk tim karena sudah ada edaran dari gubernur Kalteng dan tindak lanjutnya kita tidak tahu,” ungkapnya.
Keputusan bupati itu, katanya, sudah keluar dua tahun yang lalu, dan dewan sudah menyarankan dari dua tahun yang lalu juga untuk membentuk tim sesegera mungkin. “Tidak mungkin hanya Dinas Perdagangan yang melakukan.
Yang namanya tim terpadu di situ ada kepolisian dan yang lainnya,” tegasnya.
Parmana juga mengatakan, permasalahan ini bukan hal yang baru yang dirasakan di wilayah Barito Utara. Harusnya masalah ini diambil tindakan tegas, karena sudah melanggar keputusan bupati. “Kenapa tidak ada actionnya dari dua tahun lalu. Harusnya ditindak,” ujarnya.
Untuk pangkalan yang fiktif, wakil ketua dewan itu berharap, seharusnya di ambiltindakan atau dicabut izinnya dan hukuman kurungan, karena telah melanggar perbup sama dengan tindakan pidana. “Tapi akan kita lihat lagi di aturan, apakah ada sanksi atau denda. Perlu pengawasan ketat, tetapi sudah molor dua tahun,” pungkasnya. (noy*/ens/ko)







