
PALANGKA RAYA-Kisruh kepengurusan Karang Taruna Kalteng memasuki babak baru. Sebelum muncul dualisme kubu Edy Rustian dan Chandra Ardinata, ternyata Abdul Hafid mengklam masih menjabat sebagai ketua Karang Taruna Kalteng. Ia pun meminta agar status kepengurusan periode 2017-2022 diperiksa kembali. Dengan tegas Abdul Hafid menolak disebut sebagai demisioner ketua Karang Taruna Kalteng.
“Saya ini bukan mantan, malahan masih sebagai ketua (Karang Taruna),” kata Abdul Hafid, Selasa (11/4). Ia menjelaskan, meski dari sisi periodisasi kepengurusannya telah berakhir, tetapi dengan adanya kisruh ini, pihaknya meminta agar ada kajian terkiat bagaimana proses kepengurusannya berakhir.
“Jadi kalau ada proses hukum untuk menguji keabsahan kepengurusan yang ada dua ini, perlu juga diuji bagaimana kepengurusan yang lama dan proses berakhirnya seperti apa, termasuk proses pengkaratekerannya,” ucapnya.
Menurutnya pengkaratekeran kepengurusannya itu keliru. Hafid juga memiliki bukti koordinasi dengan kepengurusan pusat.
Tidak mungkin ada karateker, karena kepengurusannya tidak bermasalah. Bahkan pihaknya telah menjadwalkan temu karya pada tanggal 21 September 2022.
“Kepengurusan yang sah sudah berkoordinasi dengan PNKT, bahwa akan dilaksanakan musyawarah yang namanya temu karya, tapi tibatiba dapat ada kabar soal karateker, padahal panitia telah dibentuk dan sudah mulai bekerja,” ucap Hafid.
Dikatakannya, karateker bisa ada jika terjadi masalah dalam kepengurusan Karang Taruna.
Begitu pun dengan kepengurusan di tingkat kabupaten. Karena itu ia menduga munculnya pengkaratekeran ini karena ada dorongan dari oknum tertentu.
“Kalau kepengurusannya telah membentuk panitia dan sudah memiliki kesiapan, artinya kami mampu, kecuali kami tidak mampu, silakan karateker saja yang ambil alih,” tegasnya. “Dari September itu belum ada surat, baru omongan oknum, surat resminya baru keluar setelah tiga bulan kemudian tepatnya bulan Desember. Kalau ada karateker, semestinya sudah ada orang yang ditunjuk langsung untuk melaksanakan temu karya tersebut, tapi ini tidak,” tembahnya.
Karena itulah Hafid meminta pengujian keabsahan kepengurusan lama, karena dari situlah muncul rentetan kisruh yang terjadi saat ini. “Jadi kubu Edy Rustian jangan merasa paling benar, sebab kepengurusannya juga lahir dari proses yang salah, begitu juga dengan kubu Chandra, jangan merasa paling benar,” tegasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, karena masa kerja kepengurusan lama berakhir bulan Oktober 2022, seharusnya temu karya yang telah direncanakan itu masih dalam waktu aktif kerja kepengurusan lama. Lantas mengapa harus ada karateker. Bahkan ia mengaku memiliki dokumen serah terima jabatan antara pada tanggal 8 Oktober.
Untuk pengkaratekeran itu juga dirasa aneh apabila tanggal suratnya 20 September 2022, sedangkan saat itu ia telah berkoordinasi dengan ketua PNKT. Ini faktanya suratnya juga baru keluar pada saat Desember.
Sementara itu, penyelesaian dualisme kepengurusan Karang Taruna Kalteng hampir pasti ditempuh melalui jalur hukum. Kubu Chandra Ardinata memastikan tidak akan tinggal diam. Pihaknya siap menghadapi gugatan hukum yang bakal ditempuh kubu Edy Rustian.
Juru bicara kubu Chandra Ardinata, Arifudin mengatakan upaya pihak Edy Rustian yang berencana menyeret persoalan ini ke meja hukum sah-sah saja. Pihaknya mempersilakan kubu Edy Rustian jika berkeinginan membawa persoalan ini ke jalur hukum.
“Semua orang punya hak untuk mendapatkan keadilan hukum, tapi ketika mereka menganggap apa yang menjadi keputusan gubernur itu salah, atau yang dilakukan dinsos dan kemensos juga salah. Silakan mereka menempuh jalur hukum, intinya kami mempersilakan mereka melakukan upaya-upaya itu,” kata Arifudin kepada Kalteng Pos, Selasa (11/4).
Ia menyebut pihaknya tidak akan tinggal diam. Bahkan sudah menyiapkan skema-skema untuk menanggapi laporan yang bakal diajukan oleh kubu Edy Rustian ke lembaga peradilan nanti. “Kami juga sudah berkonsultasi ke biro hukum, alhamdulillah akan ada jawabannya nanti setelah mereka mengajukan gugatan atau laporan ke lembaga peradilan,” tuturnya.
Arifudin menegaskan pihaknya juga menjalankan prosedur yang diyakini benar, tanpa harus menunggu kubu Edy Rustian memasukkan laporan ke lembaga peradilan.
“Kami tetap melakukan upayaupaya yang telah kami sepakati dan kami anggap benar,” ucapnya.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah melayangkan mosi tidak percaya terhadap Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT). “Ini sedang dalam proses penyusunan berkas bersama dinsos dan yang lainnya, masalah laporan mereka ke lembaga peradilan, kami juga sudah berkonsultasi dengan Biro Hukum Pemprov Kalteng untuk menyiapkan dan menanggapi laporan-laporan itu nanti di lembaga peradilan,” tuturnya.
Terkait upaya pembatalan surat keputusan (SK) PNKT, Arifudin menyebut akan dilakukan setelah Kemensos RI mengabulkan permintaan dan permohonan pihaknya serta menyetujui permintaan audiensi terkait persoalan ini.
“Itu semua tergantung dari kemensos, apakah nantinya akan mengadakan temu karya luar biasa nasional atau mencabut SK PNKT itu sendiri, tergantung keputusan menteri sosial nanti,” tuturnya.
Menanggapi statemen kuasa hukum Edy Rustian, Rahmadi G Lentam, yang menyebut bahwa gubernur tidak berwenang mengesahkan dan mengeluarkan SK kepengurusan Karang Taruna Kalteng, dan menyebut bahwa wewenang gubernur hanya terbatas pada pengukuhan saja, menurut Arifudin itu tidak tepat.
“Kalau terkait itu, sebenarnya sama-sama punya kekuatan, gubernur juga berhak untuk mengambil kebijakan dalam mengeluarkan SK, pada Permensos Nomor 25 Tahun 2019 pasal 42 huruf C disebutkan bahwa gubernur berwenang menetapkan kebijakan tingkat provinsi, jadi gubernur juga punya hak,” ujarnya.
Untuk saat ini, lanjut Arifudin, pihaknya belum memegang SK gubernur terkait kepengurusan Karang Taruna Kalteng pimpinan Chandra Ardinata. “Belum ada, masih di meja gubernur, belum diserahkan ke pengurus, nanti ada acara serah terima kok,” tandasnya.
Terpisah, menanggapi pernyataan kubu Chandra Ardinata akhir-akhir ini, Edy Rustian mengatakan tetap bersikukuh mempertahankan dasar kepengurusan yang dipimpinnya, karena SK dari PNKT telah diterima pihaknya sejak 16 Februari lalu.
“Jadi saat ini kami sedang konsen untuk mempersiapkan pelantikan dan rapat kerja, rencananya dilaksanakan setelah lebaran, panitia sudah mulai mempersiapkan itu, setelah semuanya siap secara teknis, maka kami akan bersurat ke gubernur, karena sesuai AD/ ART organisasi Karang Taruna, pengukuhan pengurus dilakukan gubernur setelah ada surat pengesahan dari PNKT, kecuali misalnya gubernur tidak berkenan, maka kami akan meminta arahan PNKT, yang pastinya program kerja akan terus dijalankan,” ungkap Edy melalui keterangan tertulis kepada Kalteng Pos, Selasa (11/4).
Menanggapi adanya pengukuhan yang telah dilaksanakan terhadap kepengurusan Chandra Ardinata, menurutnya pengukuhan itu hanya bagian dari seremonial belaka. Sebab, SK dari PNKT hanya mengakui kepengurusan Karang Taruna Kalteng yang dipimpinnya.
“Kalau soal mereka menggunakan SK gubernur, saya cukup mengenal kepribadian serta gaya memimpin gubernur kita, beliau sangat cermat pada aturan hukum, di samping itu selaku pimpinan daerah, beliau difasilitasi tim pendamping hukum yang dapat memberikan saran serta pertimbangan hukum sebelum mengambil suatu kebijakan,” kata Edy.
Oleh karena itu, lanjut Edy, merujuk pada aturan yang melekat pada organisasi Karang Taruna, ia yakin gubernur tidak mungkin menggunakan kewenangannya untuk melegitimasi hasil dari proses yang tidak prosedural. Pihaknya menduga pengukuhan kepengurusan Chandra Ardinata yang dilakukan beberapa hari lalu dilaksanakan tanpa SK yang ditandatangani gubernur.
“Jadi sifatnya hanya seremoni biasa, kalaupun memang ada SK, silakan saja di-publish, biar kita uji di pengadilan,” tandasnya. (irj/dan/ce/ala/ko)