Oleh; dr Arrum Chyntia, Penulis Adalah Dokter RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya
KANKER kepala dan leher (head and neck cancer) merupakan istilah umum untuk mendeskripsikan sejumlah keganasan yang terletak di area tenggorok, laring, hidung, sinus, dan mulut. Di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 500.000 kasus baru kanker kepala dan leher tiap tahun
Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) tahun 2020, kanker kepala dan leher di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dengan peringkat terbanyak 5 kanker nasofaring, peringkat 7 limfoma non-hodgkin, peringkat 12 kanker tiroid, peringkat 17 kanker bibir dan rongga mulut, peringkat 18 kanker laring, peringkat 21 kanker kelenjar liur, peringkat 25 kanker orofaring, peringkat 28 limfoma hodgkin, dan peringkat 33 kanker hipofaring.
Kanker bisa terjadi pada siapa pun dan di mana pun, khususnya seseorang yang memiliki faktor risiko. Faktor risiko merupakan keadaan-keadaan yang memengaruhi berkembangnya suatu penyakit pada diri seseorang. Faktor risiko ada yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Yang tidak dapat diubah antara lain genetik, ras, usia, dan jenis kelamin. Kanker kepala dan leher lebih banyak ditemukan pada usia lebih dari 50 tahun, dan dua kali lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Namun dalam 30 tahun terakhir ada peningkatan sebesar 385% kanker lidah pada wanita muda.
Penyebabnya tidak diketahui. Ras Asia khususnya Cina menjadi faktor risiko kanker kepala dan leher.
Faktor risiko yang dapat diubah yaitu pemakaian alkohol dan tembakau yang berlebihan. Baik perokok aktif maupun pasif menjadi faktor risiko penting, terutama untuk kanker rongga mulut, orofaring, hipofaring, dan laring. Infeksi human papilloma virus (HPV) terutama HPV-16 me- nyebabkan risiko kanker orofaringeal meningkat.
Infeksi virus epsteinbarr merupakan faktor risiko kanker nasofaring dan kelenjar ludah. Selain itu, mengonsumsi makan- an yang diawetkan atau diasinkan dalam jangka panjang juga berpotensi berkembang menjadi kanker, karena mengandung zat yang dapat memicu kanker (karsinogenik). Pajanan terhadap sinar matahari yang berkepanjangan serta radiasi pada daerah kepala dan leher juga menjadi faktor risiko penyakit kanker kepala dan leher.
Gejala dan tanda yang muncul bergantung pada lokasi tempat berkembangnya kanker. Umumnya pasien akan merasakan benjolan pada leher, munculnya luka di mulut yang sangat nyeri dan tidak kunjung sembuh.
Bisa juga muncul keluhan suara serak, sulit menelan, gangguan makan dan mengunyah, mimisan, bau mulut, bahkan gangguan berbicara. Pada tahap lanjut, seringkali merasakan nyeri hebat, kelumpuhan saraf, kesemutan atau mati rasa, serta kekakuan pada rahang dan leher. Sehingga pasien rentan mengalami distress psikologis. Kejadian distress psikologis pada kanker kepala dan leher lebih tinggi dibandingkan jenis kanker lainnya (25-60%). Adanya distress psikologis menjadi faktor risiko kepatuhan pengobatan yang buruk, isolasi sosial, menurunnya kualitas hidup, bahkan tingkat kelangsungan hidup.
Jika dideteksi dan dirawat sejak dini, kanker kepala dan leher dapat memberikan hasil pengobatan yang lebih baik dan kualitas hidup pasien yang juga lebih baik. Oleh sebab itu, masyarakat perlu memahami faktor risiko dan mewaspadai gejala kanker kepala dan leher sejak awal. Karena deteksi dini merupakan kunci. Hari Kanker Kepala dan Leher Sedunia yang diperingati tiap tanggal 27 Juli saban tahun bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terkait kanker kepala dan leher di seluruh dunia. Sebagai pencegahan, dianjurkan kepada masyarakat untuk tidak mengabaikan luka di mulut atau benjolan di leher sekecil apa pun, melindungi anak-anak dengan vaksin HPV, berhenti merokok, batasi konsumsi alkohol, serta memakai tabir surya saat beraktivitas. (ko)