KECUBUNG BIKINLINGLUNG

oleh
oleh
Grafis KaltengPos Group

Dokter Sebut Pasien Tak Mengonsumsi Kecubung, tetapi Pil Jenis Baru

PALANGKA RAYA,kaltengonline.com – Beberapa hari terakhir publik dihebohkan dengan viralnya warga bertumbangan di Kalimantan Selatan (Kalsel). Puluhan warga, termasuk tiga di antaranya dari Kabupaten Kapuas, diduga mabuk tanaman kecubung.

Mereka tampak linglung atau lupa segala-galanya, sehingga harus dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Insiden itu juga menyebabkan dua warga Banjarmasin meninggal dunia.

Total ada 44 kasus pasien yang mabuk kecubung dan dirawat di RSJ Sambang Lihum, Banjarmasin, Kamis (11/7). Dari 44 pasien keracunan kecubung dirawat di RSJ Sambang Lihum, 6 orang di antaranya dari Barito Kuala, 3 orang dari Banjarbaru, 7 orang dari Kabupaten Banjar, 1 orang dari Hulu Sungai Selatan, 22 orang dari Banjarmasin, dan 3 orang dari Kabupaten Kapuas. Dua di antaranya telah meninggal dunia.

Dokter spesialis jiwa di RSJ Kalawa Atei dan RSJ Sambang Lihum Banjarmasin, dr Firdaus Yamani mengatakan pasien yang dirawat di RSJ Sambang Lihum itu mengaku tidak mengonsumsi kecubung, melainkan pil jenis baru. Pil ini masih perlu diselidiki lebih lanjut untuk mengetahui kandungannya.

“Awalnya diduga mengonsumsi kecubung, karena gejalanya hampir mirip. Namun ada perbedaan dalam kasus ini. Pasien mengalami panas tinggi, kelumpuhan saluran napas, hingga beberapa meninggal dunia. Padahal, kecubung adalah halusinogen yang menyebabkan halusinasi dan perilaku seperti di dunia sendiri, tanpa menyebabkan panas tinggi atau kelumpuhan saluran napas,” jelas dr Firdaus, Jumat (12/7).

Menurutnya, gejala yang dialami pasien hampir sama dengan efek mengonsumsi kecubung, tetapi ada perbedaan yang mencolok. Pasien mengaku ditawarkan pil jenis baru oleh penjual yang sama, yang disebut lebih baik. Kemudian mereka mencoba, hingga mengalami efek seperti itu. Saat ini proses penelitian kandungan pil tersebut sedang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan pihak berwajib.

“Dari Kuala Kapuas, ada satu orang yang dirawat di RSJ Sambang Lihum. Informasi yang saya dapat, mereka yang mengonsumsi pil ini juga ada di Sampit dan dirawat di rumah sakit setempat. Kasus ini ternyata bukan hanya terjadi di Kalimantan Selatan, tetapi juga Kalimantan Tengah, tetapi belum ada kasus serupa di RSJ Kalawa Atei,” tambah dr Firdaus.

Kecubung, tanaman yang dapat menyebabkan halusinasi, sering kali disalahgunakan. Tumbuhan ini mengandung zat adiktif berbahaya. Biji kecubung, yang biasanya dikeringkan, disangrai, kemudian ditumbuk dan dicampurkan ke makanan atau minuman, mengandung skopolamin yang menyebabkan halusinasi. Bila dikonsumsi berlebihan, efeknya makin besar.

Menurut literatur yang dibaca dr Firdaus, tanaman kecubung memiliki kandungan zat atropin yang bisa digunakan untuk pengobatan pasien kejang, serta belladonna untuk pasien asma. Namun penggunaan berlebihan justru dapat menyebabkan halusinasi dan kelumpuhan atau lemas.

“Saya pernah menemui pasien yang beberapa kali mengonsumsi kecubung hingga akhirnya mengalami gangguan jiwa, itu di Banjarmasin. Kecubung tumbuh di alam liar, tetapi ada juga yang menanamnya sebagai hiasan, karena bunganya berbentuk seperti terompet,” tuturnya

Firdaus menekankan pentingnya diskusi antara pihak kesehatan, hukum, dan pemerintah terkait tanaman kecubung ini. Perlu ada edukasi bagi masyarakat agar tidak menyalahgunakan kecubung, karena risikonya sangat berbahaya, meski ada obat penawarnya jika digunakan sesuai anjuran dan resep dokter

Baca Juga:  Cek Dulu Listriknya! Ini Tips Aman Jual Beli dan Sewa Rumah

“Agar kita bisa hidup sehat, jauhilah hal-hal berbahaya seperti itu, karena berdampak buruk bagi kesehatan, baik fisik maupun mental,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Kepala BNN Kalteng Brigjen Pol Joko Setiono mengatakan, tanaman kecubung belum masuk kategori narkotika. Diterangkan Joko, ketentuan terkait penggolongan narkotika dan psikotropika tertuang dalam Undang-Undang (UU) dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Karena itu, penanganan terkait persoalan warga yang mengonsumsi kecubung menjadi ranah kepolisian, bukan BNN.

“Kami (BNN, red) belum bisa melakukan penindakan terhadap kratom dan kecubung, itu bisa masuk ke ranahnya polda,” ujar Brigjen Pol Jjoko Setiono, Jumat sore (12/7).

Kepala BNNP mengatakan, pihaknya sering memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya mengonsumsi tanaman yang bisa menimbulkan efek halusinasi, seperti kecubung dan kratom.

“Itu sudah kami lakukan (edukasi kepada masyarakat),” tegasnya.

Terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kalteng, dr. Riza Syahputra, menyampaikan peringatan keras mengenai bahaya mengonsumsi tumbuhan kecubung (datura metel) yang mengandung zat alkaloid. Apabila disalahgunakan, dapat menimbulkan efek berbahaya bagi kesehatan, termasuk halusinasi selama 4 hingga 6 jam.

Dalam dunia medis, alkaloid yang terkandung dalam kecubung dapat digunakan sebagai zat bius untuk kebutuhan penghilang kesadaran. Namun, penggunaannya harus sesuai dosis dan anjuran dokter dan di bawah pengawasan ketat. Hanya saja, jarang digunakan.

“Penggunaan di dunia medis harus tepat dosis dan dengan pengawasan dokter. Sebaliknya, konsumsi berlebihan bisa fatal karena adanya skopolamin, senyawa antikolinergik dalam kecubung yang dapat meracuni saraf, menyebabkan halusinasi, kejang, bahkan kematian,” jelasnya.3

Menurut dr Riza, mengonsumsi kecubung dalam jumlah kecil sekalipun bisa menyebabkan halusinasi dan kehilangan kesadaran. Efek ini bisa berlangsung lama dan menimbulkan berbagai dampak negatif. Banyak efek yang kurang menguntungkan. Meski bisa kembali normal, ada kemungkinan muncul efek permanen, seperti kerusakan saraf pusat yang mengakibatkan ketidakproduktifan dan gangguan sistem otak.

Selain itu, halusinasi yang ditimbulkan dapat memicu perilaku kriminal, karena individu yang kehilangan kesadaran bisa bertindak di luar kontrol. Meski ada obat penawar, penggunaannya harus melalui resep dokter. Hingga saat ini, Dinas Kesehatan Kalteng belum menerima laporan kasus kematian akibat kecubung. Namun, potensi bahayanya tetap tinggi.

Lebih lanjut ia mengatakan, keracunan antikolinergik dari kecubung juga dapat menyebabkan delirium, di mana penderita sulit fokus dan berpikir jernih, gelisah, dan sulit mengenali orang sekitar.

“Dampak psikologis seperti linglung, depresi, dan gangguan jiwa. Kecubung memang sering disalahgunakan sebagai zat adiktif, karena ada efek halusinogenik dan euforia yang ditimbulkan,” tuturnya.

Karena itu, pihaknya menyarankan agar tanaman kecubung tidak dibudidayakan, karena risiko penyalahgunaannya sangat tinggi. Tanaman kecubung biasanya tumbuh di daerah beriklim panas, tempat terbuka, tanah berpasir, dan kering. Oleh sebab itu, sebaiknya biarkan tanaman itu tumbuh liar di habitatnya, tanpa dibudidayakan.

Ia menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya konsumsi kecubung untuk mencegah penyalahgunaan. Sebagai tanaman hias, kecubung memang menarik dipandang. Namun potensi bahayanya jauh lebih besar jika disalahgunakan. Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dan memahami risikonya, demi kesehatan tubuh dan keselamatan jiwa. (ovi/sja/ ce/ala/ko)