Waspada, Beras Oplosan Beredar di Kalteng

oleh
oleh
beras oplosan
beras diduga beras oplosan

PALANGKA RAYA, kaltengonline.com – Kasus pengoplosan beras yang mencuat di tingkat nasional mengundang keprihatinan luas. Kementerian Pertanian (Kementan) RI bersama Satgas Pangan Polri membongkar prakti pengoplosan beres, total ada 212 merek yang diduga dioplos dan beredar hampir di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kalteng.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut modus pengoplosan ini dilakukan dengan mengganti kualitas isi beras tanpa mengganti label kemasan, sehingga menyesatkan konsumen. Selain menggerus kepercayaan publik, praktik curang ini juga diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp99 triliun per tahun.

Beberapa merek besar yang disebutkan termasuk Sania, Sovia, Fortune, dan Siip dari Wilmar Group; Setra Ramos dan Beras Pulen Wangi milik Food Station Tjipinang Jaya; hingga Raja Platinum dan Ayana dari grup perusahaan lainnya.

Wartawan mencoba menelusuri ke sejumlah gerai retail modern di Palangka Raya maupun pedagang di Pasar Besar Palangka Raya untuk melihat merek-merek yang disebutkan tersebut. Salah satu ritel modern di Jalan G Obos Palangka Raya terlihat ada menjual beras merek fortune dan sania.

Baca Juga:  Ekspedisi Bukit Raya, Tim UPR Kaji Potensi Ekowisata di Tumbang Habangoi

“Kami masih menjual beras tersebut dikarenakan masih belum ada surat edaran resmi dari pemerintah untuk penarikan merek tersebut,” ujar salah satu pegawai ritel yang tidak mau ditulis nama tokonya.

Sementara itu, di pasar tradisional yakni di Pasar Besar Palangka Raya mengaku tidak menjual beras merek-merek yang diungkap oleh Kementan dan Satgas Pangan Polri. “Di sini jualnya yang lokal dan beras Jawa, tapi bukan yang terkenal itu. Ada Mangkok, Mutiara, Lahap. Selama 19 tahun jualan, nggak pernah dapat oplosan,” kata Abah Lana, salah satu pedagang beras.

Ia menambahkan, setiap pembelian dari distributor atau agen selalu dicek terlebih dahulu kualitasnya. Untuk beras lokal seperti beras Banjar, biasanya pedagang akan meminta sampel terlebih dahulu sebelum membeli dalam jumlah besar.

“Kita minta sampel. Kalau nggak cocok, kita tolak. Tapi memang saya langganan dari dulu sama orang yang bisa dipercaya,” ujar Abah Lana Meski belum pernah mengalami langsung, ia mengakui tetap merasa khawatir. (ko)