Selain memberikan pelajaran tambahan, ada prioritas lain yang diberikan kepada anak didik yang belum bisa membaca.
“Anak-anak yang memang belum bisa membaca itu nanti diberi bimbingan lebih sering sampai mereka bisa,” tuturnya.
Terkait dengan kemampuan berhitung, Rahayu mengatakan, justru anak didik kelas rendah dinilai lebih bisa. Murid kelas rendah justru lebih mampu mengerjakan operasi hitung seperti matematika sederhana, sehingga lebih bagus dalam kemampuan numerik dibandingkan murid kelas empat hingga enam. “Di kelas rendah kemampuan menulis kurang, tapi kemampuan berhitung bagus. Sedangkan di kelas yang lebih tinggi kemampuan membaca bagus, tapi kemampuan berhitung jelek,” bebernya.
Terpisah, Kepala SDN 7 Bukit Tunggal Etilus mengatakan, ada beberapa murid kelas 1 hingga kelas 3 diketahui tidak bisa membaca dan menghitung. Hal ini dikarenakan kurang maksimalnya proses pembelajaran online selama pandemi.
“Kemarin pada saat kelas online, kami lihat para murid aktif, kami nilai itu sudah cukup bagus, tapi pada saat waktu pembelajaran tatap muka langsung, ternyata ada beberapa murid yang tidak bisa membaca dan menulis,” ucap Etilus kepada wartawan Kalteng Pos.
Etilus menyebut bahwa pihaknya menjalan program tambahan yang diperuntukkan bagi murid-murid yang kurang lancar dalam membaca dan menghitung. Yakni berupa kelas tambahan yang dilaksanakan setelah berakhirnya jam sekolah normal. Setelah program ini dijalankan, ternyata ada perkembangan yang terlihat pada murid-murid yang diikutkan dalam program ini.
Pengakuan yang sama juga disampaikan Sujianto selaku Kepala SDN 3 Bukit Tunggal. Menurutnya ada sekitar 20 persen murid yang mengalami hal demikian sebagai dampak kurangnya bimbingan intens guru selama diterapkannya pembelajaran online. Untuk itu pihaknya menjalankan kelas tambahan.
“Kami tidak bisa memungkiri ya, akibat diterapkan pembelajaran online, ada beberapa murid yang kurang lancar dalam membaca dan mengolah angka, karena itu kami mengadakan kelas tambahan untuk mereka,” ucap Sujianto yang juga merupakan Ketua PGRI Kota Palangka Raya.
Kepala SDN 1 Bukit Tunggal Hardani juga menyampaikan bahwa ada 10 persen muridnya yang kesulitan membaca dengan mengeja. Ia mengaku bahwa partisipasi orang tua sangat diperlukan selama dilaksanakan kelas daring. Ada pula beberapa orang tua yang melibatkan guru les untuk membantu belajar anaknya.
“Kita tidak bisa memungkiri dampak sekolah online itu, tapi peran orang tua memang sangat dibutuhkan untuk anak-anaknya,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala SDN 4 Menteng Norliana mengatakan, pandemi membuat sekolah yang dipimpinnya itu sempat meliburkan murid-murid, terutama saat angka kasus Covid-19 meningkat. Pihak sekolah pun menerapkan belajar dari rumah atau belajar online. Alhasil ada beberapa murid yang perlu pendampingan khusus, karena belum bisa membaca.
“Dampak dari pandemi sangat besar bagi dunia pendidikan, tidak hanya di Kalteng saja, tapi seluruh Indonesia, sejauh ini murid kelas 1 sampai kelas 3 SDN 4 Menteng rata-rata sudah bisa membaca, meski ada beberapa yang agak lambat dalam hal membaca dan berhitung,” ungkap Norliana kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.
Menangani keterlambatan pemahaman murid dalam hal membaca, pihak sekolah berperan aktif dengan memberikan waktu khusus untuk belajar membaca dan menghitung. Kebijakan sekolah itu mendapat apresiasi dari para orang tua murid/wali. Melalui program belajar tambahan itu diharapkan mampu menekan jumlah siswa yang belum bisa membaca, menulis, ataupun berhitung. Norliana optimistis bahwa konsistensi tenaga didik di sekolahnya dalam memberikan bimbingan akan membuat program ini berjalan maksimal.
“Sebelum pandemi, anak didik kami di kelas rendah sudah mahir membaca, tapi setelah terjadi pandemi, anak-anak belajar di rumah, dan kurang berinteraksi dengan guru, terjadilah kemunduran akademis ini, ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami ke depan sebagaimana imbauan dari kepala Disdik Kota,” tutupnya. (dan/irj/ena/ce/ala/ko)