Daerah Berharap Pengelolaan Pertambangan Adil dan Transparan

oleh
oleh
ILUSTRASI: Tambang batu bara (Istimewa)

kaltengonline.com – Sumber daya alam (SDA) di Indonesia begitu melimpah. Salah satunya baru bara, komoditas sumber energi yang menjadi primadona sebagai bahan baku industri negara-negara di seluruh dunia. Hal itu disampaikan oleh Sekda Kalteng H Nuryakin saat membuka Pembinaan dan Pengawasan Terpadu Mineral dan Batubara bersama Komisi VII DPR-RI di Provinsi Kalteng, bertempat di Swiss-Belhotel Danum, Kamis (27/10).

Sekda mengatakan, permintaan pasokan batu bara cukup tinggi. Karena itu diperlukan pengelolaan dan pemanfaatan secara bijak dan berkesinambungan untuk pemulihan alam dan lingkungan. Berdasarkan data pelimpahan izin usaha pertambangan (IUP) dari Kalteng kepada pemerintah pusat, terdapat 229 IUP batu bara dengan luasan 905.223,19 hektare (ha).

Ada juga izin tambang yang diterbitkan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM yang disebut Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Wilayah Kalteng ada 14 PKP2B dengan luas 361.270 ha. Dengan terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka yang berwenang untuk menerbitkan IUP adalah pemerintah pusat, dengan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik.

“Dengan beralihnya kewenangan ini, diharapkan pengelolaan pertambangan dapat dilaksanakan secara adil, transparan, dan akuntabel, serta berkelanjutan, menjamin prinsip-prinsip konservasi dalam upaya pemanfaatan batu bara dan menjamin kepastian hukum dan berusaha,” ucap Nuryakin saat membacakan sambutan tertulis Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran.

Nuryakin berpesan kepada para pelaku usaha pertambangan yang melaksanakan kegiatan usaha pertambangan agar memperhatikan pembenahan sistem perizinan dan tata guna lahan, tata kelola produksi, dan perdagangan komoditas dengan penghitungan domestic market obligation (DMO) harus sesuai dengan kebutuhan industri hilir dalam negeri; pemenuhan kewajiban terkait penerimaan negara dan aspek keuangan investasi; penerapan kaidah pertambangan yang baik; serta memenuhi kewajiban pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar wilayah tambang.

Baca Juga:  PLN UID Kalselteng Gelar Simulasi Tanggap Darurat, Pastikan Layanan Tetap Siaga di Tengah Bencana

Pada kesempatan yang sama, Surya Herjuna dari Dirjen Mineral dan Batubara menyampaikan, tujuan kegiatan ini adalah memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan kegiatan pertambangan mineral dan batu bara. Binwas ini diisi dengan pemaparan terkait peraturan di bidang pertambangan mineral dan batu bara, dilanjutkan dengan diskusi antara Komisi VII DPR-RI dari daerah pemilihan (dapil) Kalteng, pemerintah, serta pengusaha di bidang pertambangan mineral dan batu bara.

“Beberapa hal yang kami sampaikan yakni terkait kondisi kegiatan pertambangan mineral dan batu bara di Kalteng. Antara lain soal penataan IUP, penerimaan negara bukan pajak, dan kewajiban lingkungan,” ujar Surya.

Dalam keterangannya kepada media, Nuryakin mengatakan bahwa setiap pengeluaran di pertambangan memiliki regulasi tersendiri. Tentu ada hak dan kewajiban.

“Memang dampak investasi di bidang perkebunan, pertambangan, maupun kehutanan pasti ada. Terkait ini, tentunya tiap tahun dilakukan pengawasan oleh dinas terkait,” tutur Nuryakin.

Saat ditanya perihal perizinan yang dialihkan ke pusat, ia mengatakan, setiap aturan ada kewenangan yang mengatur. Karena sudah dikembalikan ke pusat, maka yang diperlukan adalah adanya koordinasi, sehingga ada keselarasan antara aturan yang dikeluarkan dengan yang dijalankan di lapangan.

Nuryakin juga menjelaskan terkait pengaruh terhadap pendapatan, dalam hal ini soal royalty. Dikatakannya bahwa untuk setiap daerah penghasil maupun daerah terdampak ada bagi hasil untuk royaltinya. “Jadi ada pembagiannya, yang jelas bahwa daerah penghasil lebih banyak,” tambahnya.

Terkait dengan domestic market obligation (DMO), karena pernah terjadi melalui kebijakan Presiden Jokowi, batu bara di Indonesia kekurangan stok, maka DMO atau kebutuhan daerah itu dinilai perlu adanya.

“Saya ingat ya, bahwa harus ada DMO, artinya kebutuhan daerah, jadi jangan sampai kita ini seperti tikus yang mati di lumbung padi, daerah kita ini penghasil kelapa sawit terbanyak, tapi justru mengalami kelangkaan minyak goreng,” pungkasnya. (irj/ce/ala/ko)