Tak dimungkiri, banyak pemilik tanah mencari orang-orang yang bersedia menggarap lahannya agar produktif. Daripada dibiarkan mangkrak. Seperti warga yang memiliki lahan di kompleks Perumahan Merdeka.
AGUS JAYA, Palangka Raya
DIIRINGI alunan musik dangdut dari ponselnya, Muhammad Pendi Nasution asyik memetik buah tomat yang mulai memerah. Kemudian dimasukkan ke dalam arco yang ada di sampingnya. Akhirnya arco itu pun penuh dengan buah tomat.
Hari itu merupakan panen kesepuluh kalinya dalam satu batang.
Artinya, batang-batang tomat yang mulai layu itu akan ditebang.
Katanya nanti diganti timun.
Di samping tanaman tomat itu, berderet tanaman buah melon yang tumbuh cukup subur dan berbuah lebat. Ada juga tanaman cabai. Baik yang siap panen maupun yang baru tumbuh.
Pendi -sapaan akrabnya, merupakan salah satu petani yang membuat kebun sayuran dengan memanfaatkan lahan kosong yang ada di kompleks Perumahan Merdeka, Jalan Tjilik Riwut Km 10, Palangka Raya.
Di atas lahan berukuran 50×70 meter milik istri mantan Bupati Gunung Mas (alm) Hambit Binti, Pendi menanam berbagai tanaman.
Mulai dari buah melon, tomat, cabai, hingga timun.
Sudah dua tahun tanah itu digarapnya.
“Saya dan teman-teman menggarap dan membuat kebun di atas tanah ini. Tidak ada biaya sewa yang diminta empunya tanah,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, beberapa hari lalu. “Yang punya tanah merasa senang karena tanahnya ada yang jaga dan rawat,” tambah pria asli Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Bapak dua orang anak ini bercerita, untuk modal awal membuat kebun, ia mengandalkan modal sendiri ditambah pinjaman dana dari bank. Biaya paling besar dikeluarkan adalah menyewa alat berat untuk mensingkal tanah. Selain itu, biaya membeli pupuk, membuat bedeng, dan membeli bibit tanaman juga tidak sedikit.
Membutuhkan waktu selama hampir dua bulan agar lahan tersebut benar-benar siap dijadikan kebun dan ditanami sayuran maupun buah-buahan. Kondisi tanah di tempat tersebut yang diakuinya sebenarnya memang agak kurang cocok untuk ditanami sayuran, menjadi tantangan lain yang harus dihadapi.
“Tanah ini harus sering-sering dikasih pupuk kandang, baru bisa ditanam, kalau enggak seperti itu, enggak subur tanahnya, itu yang harus dipahami,” ujarnya lagi.
Di lahan tersebut ia kemudian membuat bedeng berukuran bervariasi. Mulai dari lebar 80 meter x 30 sampai 70 meter untuk tempat tanaman. Sekali panen, hasil yang didapatnya mencapai dua pikul atau dua kuintal buah tomat. Sementara untuk tanaman cabai, hasil diperoleh berkisar 15-30 kilogram.
“Sedangkan melon baru mau panen tahun ini,” bebernya.
Pendi mengaku tidak menghadapi kesulitan dalam memasarkan hasil panen. Ada sejumlah pedagang dan tengkulak yang datang sendiri.
Meski tidak mengatakan secara detail, tapi Pendi mengaku pendapatan dari hasil kebun garapannya itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
“Asal bisa untuk (biaya, red) anak sekolah, sudah cukup bersyukur,” kata Pendi sembari tersenyum.
Dikatakan Pendi, sebagai seorang petani, tantangan yang dihadapi saat ini adalah mahalnya biaya pupuk dan harga obat-obatan yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman. Kendala lain yang juga dihadapi adalah tanaman yang mudah terserang hama/penyakit dan obat untuk mencegah maupun mengatasi hama tanaman cukup mahal harganya.
Penyakit atau hama yang paling sering menyerang tanaman, lanjutnya, kebanyakan merupakan jenis hama yang menyerang akar dan menyebabkan tanaman menjadi layu bahkan mati.
“Kalau sudah begitu, saya cuma bisa pasrah saja,” ucapnya.
Yang sangat diharapkan Pendi adalah adanya bantuan dan perhatian dari pihak pemerintah kepada para petani penggarap sepertinya. Diketahui Pendi juga bergabung dengan Kelompok Tani Merdeka Jaya. Semestinya pemerintah lebih perhatian dengan petani-petani, agar program kemandirian pangan Kota Palangka Raya bisa terwujud. “Kalau soal bantuan atau perhatian, jujur saja kami belum pernah terima. Janganlah kelompok yang sudah pernah dikasih, dikasih terus,” tutupnya. (ce/ram/ko)