TAMIANG LAYANG – Sejumlah warga di Jalan A Yani Kilometer 4 RT 13 Kelurahan Tamiang Layang di Kecamatan Dusun Timur Kabupaten Barito Timur (Bartim) terancam kehilangan tempat tinggal. Hal tersebut setelah kasus sengketa lahan antara Mariate Nyahan Unting (penggugat) terhadap H Irawan dan lainnya (tergugat) sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) inkrah alias berkekuatan hukum tetap.
Tidak terima karena lahan yang disengketakan menjadi tempat tinggal selama ini, para pihak yaitu, Rohayati dan Sumineng kembali menuntut keadilan di Pengadilan Negeri Tamiang Layang. Perkara itu juga telah teregister dengan Nomor 7/Pdt.Bth/2023/PN Tml.
Dalam sidang kali kedua dengan agenda pemeriksaan berkas yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Arief Heryogi, didampingi anggota Febdhy Setyana dan Kharisma Laras Sulu dihadiri para pihak perlawan dan terlawan tersebut berlangsung singkat, Kamis (9/3).
“Kami berharap putusan eksekusi atas obyek perlawanan bisa dibatalkan,” ucap Rohayati diamini Sumineng.
Dia menjelaskan, lahan yang saat ini telah berdiri bangunan sebagai tempat tinggal itu telah dibeli sejak tahun 1999 sebelum pemekaran Kabupaten Barito Timur. Bahkan, lahan yang dibeli telah diagunkan untuk kredit pinjaman beberapa kali ke pihak BRI.
“Lahan saya beli dari Tampeno (almarhum) anak dari Mariate Nyahan T Unting. Dalam pembelian dijelaskan bahwa Tampeno menerima hibah dari orang tua. Transaksi jual beli ikut disaksikan Ibu Mariate, ” ulas keduanya. “Baru ketika meninggal muncul gugatan, ” seraya menambahkan.
Sementara itu, Kuasa hukum H. Irawan selaku (turut terlawan), Mahdianur, menyayangkan ketidakhadiran pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI).
“Alhamdulillah hari ini sidang berjalan dengan lancar tanpa dihadiri dari pihak Kelurahan dan dari pihak BRI. Seharusnya pihak BRI aktif hadir dalam perkara ini karena menyangkut aset yang akan dieksekusi,” sebut Mahdianur.
Menurut dia, pihak dari Bank BRI harusnya aktif mengingat aset akan dieksekusi dan bisa menyebabkan hilangnya hak. Dalam persidangan bisa menyampaikan fakta dan data.
Majelis hakim akan melakukan relase panggilan terakhir pada pekan depan (Kamis,16/3) . Jika pihak BRI tidak hadir maka akan ditinggal atau tidak dapat memanfaatkan haknya untuk membela kepentingan hukumnya.
Disisi lain, Kuasa hukum Mariate Nyahan Unting selaku terlawan, Wangivsy Eryanto menjelaskan, pihaknya tetap mengikuti jalan persidangan dengan berpegangan pada empat putusan yaitu, Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor : 14/Pdt.G/2018/PN.Tml Tanggal 10 April 2019, Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya Nomor : 35/PDT/2019/PT.PLK Tanggal 3 Juli 2019, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 2607 K/Pdt/2020 Tanggal 20 Oktober 2020 dan PK yang berkekuatan hukum tetap Nomor : 445/PK/Pdt/2022 Tanggal 2 Juni 2022.
“Kami mengajukan permohonan eksekusi permohonan dan dikabulkan dengan adanya aanmaning, dan dalam gugatan perlawanan mereka kami lihat istilahnya ada bahasa mereka pihak ketiga,” sebut Wangivsy.
Pihaknya menghadiri karena sebagai kuasa dari terlawan. Menurutnya, perlawanan tersebut seharusnya bisa dilakukan ketika proses hukum sebelumnya.
“Intinya permohonan itu terkait adanya bukti hibah pihak lain. Tetapi sesuai aturan harus otentik ada bukti akta dari PPAT, karena penerimaan sebuah hibah tanah ada potensi hibah yang telah diterima sudah terekomendasi dengan objek pajak, karena itu ada dasar hukum di KUHP perdata,” terang Wangivsy.
Terkait kuasa terlawan Bank BRI mau hadir atau tidak, Wangivsy menambahkan, yang namanya kreditor hak tanggungan gugur demi hukum. Menurutnya, dengan adanya putusan inkrah yang menyatakan obyek a quo hak klien. “Tidak boleh dijual dijaminkan dipindah tangankan, kalo sudah di letakkan sita jaminan ada pidananya, ” tegas Wangivsy. (log)