PALANGKA RAYA-Pembangunan siring di Jalan Trans Kalimantan, Palangka Raya-Pulang Pisau, menyorot perhatian publik akhir-akhir ini. Pasalnya, kehadiran proyek nasional itu mengganggu arus lalu lintas pada tiap ruas jalan yang dibangun siring hingga menyebabkan kemacetan lalu lintas. Pihak balai meminta masyarakat untuk bersabar hingga proyek selesai.
Kepala Satuan Kerja (Satker) Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah II Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Riwanto Marbun mengatakan, proyek pengerjaan siring tersebut sudah hampir selesai.
Saat ini proyek sudah dalam tahap penimbunan dengan timbunan pilihan. Proses pengerjaan proyek itu dilakukan dari sisi kiri dan kanan jalan sesuai desain, baik timbunan pilihan maupun agregatnya.
“Aspalnya itu harus rata dengan beronjong. Materialnya itu timbunan pilihan, berupa tanah berbutir plus bebatuan,” jelas Marbun kepada Kalteng Pos, Selasa (10/10).
Jalan yang banjir dan becek menyebabkan arus lalu lintas macet di ruas jalan lokasi proyek. Terutama usai hujan lebat yang terjadi pada Senin (9/10). Untuk mengatasi itu, lanjut Marbun, pihaknya telah membuka terusan buatan atau sodetan serta menyiagakan beberapa alat berat beserta operator.
“Memang kemarin (Senin, red) itu kesulitannya kalau sudah lama sodetan akan tertutup, sekarang sudah dibuka lagi, sehingga air bisa mengalir ke samping atau ke arah beronjong,” ucapnya.
Terjadinya banjir di beberapa titik lokasi pengerjaan proyek juga terjadi akibat tingginya intensitas hujan. Karena itu, Marbun menyebut pihaknya akan mempercepat penimbunan sehingga proyek bisa diselesaikan sebelum memasuki musim hujan.
“Pihak penyedia akan menambah jumlah jam kerja maupun volume untuk pekerjaan timbunan pilihan tersebut. Khusus untuk tahap penimbunan ini, kami akan berupaya untuk mempercepat,” tuturnya.
Marbun tak menampik proyek itu menghambat kelancaran arus lalu lintas. Karena itu pihaknya akan lebih memperhatikan teknis pengaturan lalu lintas hingga proyek rampung.
“Jadi sistem lalu lintas akan memakai skema buka tutup. Namun kalau terlalu padat, mungkin dilakukan dengan dua arah untuk bisa lewat. Tentu terjadi perlambatan, karena pekerjaan masih berlangsung,” terangnya.
Marbun menjelaskan, pihak penyedia juga sudah berkoordinasi dengan polisi lalu lintas (polantas) untuk membantu mengatur arus lalu lintas. Dari pihak penyelenggara proyek juga menyediakan sejumlah personel yang bertugas mengatur lalu lintas agar tetap lancar.
“Rambu-rambu peringatan adanya pekerjaan proyek dan perbaikan jalan sudah disiapkan oleh pihak penyedia,” tuturnya.
Adapun terkait pembangunan drainase di lokasi, Marbun mengatakan tidak ada. Pihaknya akan memaksimalkan drainase yang sudah ada dengan melakukan pembersihan, tetapi tidak dilakukan di sepanjang lokasi Simpang Kereng-Pulang Pisau. Pihak yang mengerjakan proyek ini adalah PT Tahasak.
“Dana untuk proyek ini sekitar Rp193 miliar untuk multiyears selama tiga tahun, dari 2022 sampai 2024. Pekerjaan ini dimulai Desember 2022 sampai Juli 2024,” bebernya.
Disinggung terkait pekerjaan proyek yang dimulai pada Desember 2022 namun belum ada aktivitas sama sekali ketika warga melintasi lokasi tersebut di waktu yang sama, Marbun mengatakan sebelum masuk pada pengerjaan di lapangan, pihaknya harus mengurus kontrak, mobilisasi, rekayasa lapangan, pekerjaan upgrading, galian, dan lain-lain.
“Pengerjaan bukan di dua titik lokasi itu saja, arah Bereng Bengkel menuju Pilang kan ada pengaspalan, sampai Pulang Pisau. Total panjang jalan yang dilakukan pelebaran saja sekitar 17 kilometer,” ucapnya.
Marbun berharap pekerjaan penimbunan bisa berjalan lebih cepat dan didukung dengan kondisi cuaca yang baik agar proyek segera rampung.
“Masyarakat selaku pengguna jalan harap bersabar, karena pekerjaan ini bukan pekerjaan perbaikan jalan yang hanya satu dua lapis, pekerjaan timbunan pilihan ini butuh waktu,” tandasnya.
Terpisah, pengamat ekonomi Kalteng, Dr Fitria Husnatarina SE MSi berpendapat, proyek pengerjaan siring itu memang cukup mengganggu aktivitas perekonomian di Bumi Tambun Bungai. Sebab, kemacetan lalu lintas yang terjadi bukan hanya dialami oleh masyarakat umum, tetapi juga kendaraan pengangkut barang-barang komoditas.
“Akses angkut barang itu tidak terpenuhi. Proses angkut barang yang melewati jalan bersiring di daerah Tumbang Nusa itu menyebabkan harga barang makin mahal atau terangkut dalam kuantitas yang tidak mencukupi kebutuhan pasar,” jelas Fitria kepada Kalteng Pos, kemarin (10/10).
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) itu menjelaskan, menunggu dalam waktu satu dua jam oleh kendaraan pengangkut barang yang terjebak kemacetan bukan perkara yang sederhana. Efeknya akan sangat terasa bagi produk-produk tertentu di pasar.
“Apalagi untuk produk-produk yang waktu kedaluwarsa atau keawetannya rendah, itulah yang akan sangat terdampak, sehingga mengganggu ketersediaannya,” tuturnya.
Melihat dari kondisi tersebut, Fitria menegaskan pihak berwenang harus menjaga agar kondisi lalu lintas di lokasi tersebut bisa terus lancar dan mencegah agar jalanan tidak digenangi air yang kemudian berimbas pada kelancaran arus lalu lintas. Pemerintah harus memastikan rantai distribusi barang maupun orang tetap lancar dengan berbagai upaya.
“Kewenangan pemerintah adalah melancarkan akses untuk jalan itu bisa dilalui oleh barang maupun orang dengan lancar, jangan ada lagi kemacetan. Bagi sektor ekonomi penting, karena tentu sektor itu akan terdampak,” tandasnya. (ko)