kaltengonline.com – Ada yang istimewa dari peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) yang dilaksanakan di Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu (8/11). Desa Tahawa, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau ditetapkan sebagai kampung ramah satwa pertama di Indonesia. Status itu disematkan ke Desa Tahawa, lantaran masyarakat setempat bisa hidup berdampingan dengan satwa endemik yang menghuni hutan sekitar.
Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko mengatakan, kehidupan masyarakat Desa Tahawa sangat harmonis dan menyatu dengan alam. Masyarakat setempat dapat hidup berdampingan dengan satwa yang hidup di wilayah sekitar.
“Kalteng memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan segala macam spesies, baik tumbuhan, hewan, maupun ekosistem yang beragam,” katanya saat berkunjung ke Desa Tahawa, Selasa (7/11).
Akan tetapi, menurut Satyawan, ancaman terhadap spesies-spesies tersebut sangat tinggi. Di tengah fenomena tersebut, Desa Tahawa sudah menunjukkan komitmen untuk melindungi kekayaan sumber daya hayati itu dengan sebaik-baiknya.
“Selain melindungi, masyarakat setempat juga punya inisiatif memberikan edukasi kepada pengunjung desa agar bisa hidup harmonis dengan satwa dan rimba, itu tidak menjadi beban bagi mereka, bahkan jadi peluang ekonomi yang menyejahterakan masyarakat Desa Tahawa,” tuturnya.
Satyawan juga meminta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng agar terus-menerus memberikan pendampingan sekaligus menyerap ilmu dari masyarakat Desa Tahawa yang bisa hidup harmonis dengan alam.
“Desa lain harus bisa menerapkan pola demikian dalam berinteraksi dengan alam sekitar, itu harus direplikasi untuk tempat-tempat lain, meskipun perlu ada modifikasi spesifik untuk tempat-tempat tertentu tergantung kondisi,” kata Satyawan.
Menurutnya, Kabupaten Pulang Pisau merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak lokasi yang ditempati satwa liar. Lokasi-lokasi seperti Desa Tahawa dinilai masih banyak. Keberadaan hutan desa setempat sudah dalam proses penetapan melalui SK Menteri LHK 1069 Tahun 2019 untuk dijadikan hutan desa.
“Banyak fauna penting di Indonesia yang dilindungi dan menjadi prioritas untuk dikonservasi. Di samping itu juga ada flora, seperti berbagai jenis anggrek, kantong semar, dan tumbuhan langka lainnya,” sebutnya.
Satyawan menyebut, penetapan Desa Tahawa sebagai desa ramah satwa dilakukan untuk memberikan contoh, bahwa antara manusia dan hewan bisa hidup berdampingan atau berkoeksistensi.
“Tak sekadar hidup berdampingan, tetapi yang lebih penting adalah adanya simbiosis mutualisme antara manusia dengan satwa. Masyarakat ada untuk satwa, dan satwa ada untuk masyarakat. Itulah pola interaksi yang berjalan di Desa Tahawa,” tambahnya.
Kepala BKSDA Kalteng Sadtata Noor Adirahmanta menambahkan, poin penting dari ditetapkannya Desa Tahawa sebagai desa ramah satwa adalah komitmen masyarakat untuk menjaga hutan desa setempat beserta isinya. Desa Tahawa, lanjutnya, merupakan desa pertama di Indonesia yang ditetapkan secara resmi oleh KLHK sebagai desa ramah satwa.
“Di desa itu ada orang utan, owa, berbagai jenis burung, rusa, dan beruang. Tidak ada konflik antara masyarakat dengan satwa, mereka tidak pernah ribut,” katanya, Rabu (8/11).
Menurut Sadtata, kunci agar manusia dan hewan tidak berkonflik adalah adanya interaksi yang saling menguntungkan. “Satwa dan masyarakat hidup berdekatan, tetapi tidak pernah ribut,” imbuhnya.
Maksimalkan Upaya Konservasi Alam dan Ekosistem
Kalteng merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati. Itu perlu dijaga melalui peran konservasi alam, upaya mengelola alam dan lingkungan secara bijaksana, sehingga terjaga keberlanjutan dan kelangsungannya. Hapungkal Himba Kalingu (bahasa Dayak, yang bermakna kedamaian jiwa dalam harmoni rimba belantara), dijadikan tema peringatan HKAN tahun ini.
Peringatan HKAN tahun ini merupakan momentum tepat untuk mengingatkan kembali masyarakat dan pemangku kebijakan akan pentingnya konservasi alam dan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya di Bumi Tambun Bungai. Peringatan HKAN 2023 digelar di Kalteng, tepatnya di Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Rabu (8/11).
Dalam kesempatan itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Siti Nurbaya Bakar mengatakan, peringatan HKAN 2023 kiranya bisa memberi kesadaran bagi segenap pihak akan pentingnya menjaga alam dan lingkungan agar tetap lestari serta memperhatikan keselarasan hidup dengan alam.
“Fenomena yang akhir-akhir ini sering terjadi mempertegas pentingnya alam dengan fungsi utamanya yaitu sebagai sistem penopang kehidupan bagi makhluk hidup,” kata Siti.
Alam juga berperan penting sebagai sumber daya bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia, serta sebagai media untuk memulihkan keadaan psikologis manusia.
Apalagi dewasa ini dunia dihadapkan dengan fenomena pemanasan global yang dampaknya sudah begitu terasa. Peran konservasi sangat penting untuk menangani permasalahan itu.
“Kita merasakan perubahan siklus musim hujan dan kemarau beberapa tahun terakhir, seperti timbulnya berbagai bencana akibat cuaca ekstrem dan kemarau, itu juga berdampak di berbagai sektor, seperti pertanian, perikanan, dan lainnya,” tambahnya.
Siti juga menekankan pentingnya kawasan konservasi sebagai tempat atau habitat alami flora dan fauna. Konservasi mencakup dimensi spesies dan landscape yang interkoneksi. Misalnya wilayah jelajah satwa.
“Dengan demikian, maka kerja-kerja konservasi tidak hanya berfokus pada kawasan hutan konservasi menurut status hutan negara, tetapi juga pada berbagai area yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa penting serta yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melalui Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo mengatakan, Kalteng merupakan provinsi terluas di Indonesia dan memiliki SDA yang melimpah. Luas wilayah Kalteng sekitar 15,3 juta hektare, dengan 77,62 persen atau 11,9 juta hektare wilayah merupakan kawasan hutan, dengan rincian hutan produksi 8,95 juta hektare, hutan lindung seluas 1,35 juta hektare, dan hutan konservasi sekitar 1,62 juta hektare.
“Wilayah yang ditunjuk sebagai kawasan hutan berperan penting sebagai penyangga kehidupan dan pembangunan. Namun, wilayah itu juga bisa menjadi sumber konflik, jika tidak ada pengukuhan kawasan yang memberikan batas jelas dengan hak-hak masyarakat dan diakui seluruh pihak terkait,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Edy, dari 1,62 juta hektare kawasan konservasi di Kalteng, seluas 1,34 juta hektare sudah ditetapkan fungsi pokoknya menjadi taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam, dan taman wisata alam yang dikelola pemerintah pusat. Selain itu, ada pula taman hutan raya (tahura) yang dikelola empat pemerintah kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Gunung Mas, Lamandau, Kotawaringin Barat, dan Kota Palangka Raya.
“Dengan demikian, masih terdapat sekitar 286 ribu hektare kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam yang belum ditetapkan fungsi pokoknya untuk dapat dikelola secara efektif,” bebernya.
Menurut mantan Bupati Pulang Pisau itu, tidak optimalnya pengelolaan dan kurangnya pengawasan dapat berakibat pada meningkatnya kerawanan kebakaran hutan dan lahan terutama di lahan gambut, illegal logging, dan okupasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
BNF Dorong Capaian di Tingkat Tapak
CEO Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia, Juliarta Bramansa Ottay menambahkan, tahun ini merupakan kali ketiga pihaknya mengikuti kegiatan peringatan HKAN. “Ini merupakan kesempatan yang luar biasa bagi BNF Indonesia untuk mengenal KLHK lebih dekat,” ujarnya.
Menurut Arta, suatu institusi tak hanya dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan, tetapi juga orang-orang di dalam lembaga tersebut. HKAN merupakan peluang untuk mengetahui dan mengenal lebih banyak tentang KLHK. Ia berharap kegiatan peringatan HKAN tetap dilaksanakan tiap tahun.
“Kami melihat penghargaan-penghargaan yang diberikan oleh Ibu Menteri cukup prestisius, seperti mendorong kepala daerah dan tokoh masyarakat untuk ikut bergerak melakukan konservasi,” tuturnya.
Menurutnya, HKAN merupakan kegiatan yang harus terus dilakukan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan-kegiatan konservasi. “Semoga ke depannya pemerintah bisa melihat potensi ini dan lebih banyak mendorong capaian-capaian di tingkat tapak,” tandasnya. (dan/ce/ram/ko)