
“Sepertinya saya telah dijadikan target penghukuman, ada skenario untuk menghukum saya dengan berbagai cara, bahkan tuntutan jaksa sangat jelas mengabaikan fakta persidangan, keterangan saksi di bawah sumpah jelas menegaskan saya tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan jaksa,” ujarnya.
“Namun tuntutan jaksa tetap tak bergeming, bahkan terang-benderang mengabaikan fakta-fakta hukum,” sambungnya.
Ben memohon majelis hakim memutuskan perkara berdasarkan fakta persidangan dan keterangan para saksi yang disampaikan di bawah sumpah dan didukung bukti-bukti lainnya.
“Itulah yang memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti, dan melalui pembelaan pribadi ini saya menegaskan bahwa saya tidak pernah melakukan perbuatan seperti yang didakwakan, saya tidak pernah korupsi, saya tidak pernah menerima gratifikasi, dan tidak pernah meminta, menerima, ataupun memotong pembayaran gaji pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain, atau kepada kas umum, apalagi melakukan pemerasan,” terangnya.
Terakhir, Ben berharap tuduhan terhadap dirinya dan sang istri dicabut. Ia juga berharap agar hak politiknya tidak dicabut karena dinilainya tidak masuk akal.
Nota pembelaan juga dibacakan Ary Egahni. Mantan anggota DPR RI tersebut mengatakan, dirinya dan sang suami yang saat itu menjabat Bupati Kapuas tidak pernah melakukan tindakan pidanan seperti yang dituduhkan.
Ia mengungkapkan hal yang sama seperti yang diutarakan Ben. Ia mengaku hanyalah istri seorang bupati saat itu. Karena itu ia memohon agar keadilan berpihak padanya.
“Dalam persidangan ini saya sudah menyampaikan kesaksian saya apa adanya, sejujur-jujurnya sesuai kejadian yang sebenarnya tanpa rekayasa, saya tidak menerima gratifikasi, dan saya tidak meminta, menerima, atau membawa uang pembayaran gaji pegawai atau penyelenggara negara lain atau kas umum,” ucapnya.
Di akhir pembelaan, terdakwa Ben-Ary mencoba mengetuk pintu hati majelis hakim. Ben dan Ary memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan bebas dan mengembalikan hak milik mereka.
Sementara itu, sidang kali ini diwarnai kericuhan di luar gedung persidangan. Sekelompok warga yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Dayak (SMD) saling dorong dengan para petugas kepolisian yang berjaga di depan pintu gerbang Pengadilan Tipikor Palangka Raya.