Massa mendesak agar dapat bertemu dengan kedua terdakwa. Namun jaksa penuntut KPK dan pihak pengadilan tidak memberi izin karena standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Negosiasi sempat terjadi antara perwakilan SMD dan JPU KPK. Namun kedua terdakwa tetap tidak diperbolehkan untuk menemui massa. Terdakwa Ben dan Ary hanya boleh menyapa massa dari depan ruang persidangan.
Dalam aksi tersebut, SMD menyebut perkara Ben–Ary merupakan kriminalisasi terhadap tokoh Dayak yang berprestasi dan memiliki banyak jasa bagi masyarakat. Sebagaimana diketahui, terdakwa Ben merupakan mantan Bupati Kapuas dua periode yang memiliki banyak prestasi. Termasuk membuka akses ke daerah-daerah terisolir melalui pembangunan jalan dan jembatan penghubung antardaerah.
Ben merupakan pemilik hak paten atas jembatan yang digunakan untuk kontruksi jembatan di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di China dan lain-lain. Sementara Ary Egahni adalah seorang anggota DPR RI sekaligus anggota Badan Legislasi yang kiprahnya diakui secara nasional. Sebagai istri bupati, kontribusinya begitu dirasakan oleh masyarakat melalui PAUD dan PKK.
“Ini adalah perkara kriminalisasi, karena Ben-Ary tidak pernah meminta-minta uang kepada anak buahnya. Faktanya adalah utang-piutang, pinjam-meminjam antara para pihak,” ucap Chandra selaku koordinator aksi.
Nama Ben-Ary, kata Chandra melanjutkan, sering dipakai oleh pihak lain untuk kepentingan pribadi. Salah satunya oleh sopir pribadi, yang ketahuan meminta uang mengatasnamakan terdakwa Ben.
Chandra menyebut, dana kampanye pilkada yang digunakan sepenuhnya merupakan dana pribadi Ben. Hal itu sudah ditegaskan saksi Tomi Saputra dalam persidangan.
“Ya, saya masuk dalam tim kampanye Ben-Ujang dan berperan sebagai koordinator relawan wilayah Kabupaten Kapuas,” terang Chandra menirukan keterangan saksi Tomi.
“Saksi (Tomi) juga menegaskan, dana kampanye selalu dari paslon, sedangkan mengenai sumber dananya, saksi tidak tahu,” ucapnya.
Tersiar kabar, Ben Brahim potensial akan kembali menjadi calon gubernur Kalimantan Tengah pada pilkada 2024. Oleh karena itu, banyak pihak yang berambisi untuk menghentikan agenda pencalonan tersebut dengan berbagai cara, termasuk melalui kriminalisasi.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, maka kami dari SMD memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, kemudian mengembalikan harkat dan martabat keduanya seperti semula. Demikian permohonan SMD, demi tegaknya hukum dan keadilan serta marwah masyarakat Dayak,” tegas Chandra. (irj/ce/ala/ko)