kaltengonline.com – Proyek lumbung pangan atau food estate singkong di Kabupaten Gunung Mas (Gumas) menjadi sorotan banyak kalangan. Ratusan hektare (ha) lahan yang rencananya akan ditanami singkong tersebut hampir pasti di ambang kegagalan. Kondisi tanah yang berpasir membuat kawasan food estate tersebut tidak cocok untuk pertanian.
Wakil Dekan Bidang Akademik, Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Rumbang menyebut, tanah di kawasan food estate tersebut merupakan tanah berpasir yang minim unsur mineral. Sehingga perlu nutrisi luar agar tanaman seperti jagung mampu tumbuh.
“Saya lihat tanah di situ memang tanah kerangas atau berpasir, bukan tanah mineral, jadi tidak heran ada beberapa tanaman yang susah untuk tumbuh, karena tanah kerangas tidak cocok untuk pertanian. Apalagi lahan itu bekas hutan. Agar tanaman bisa tumbuh subur, diperlukannya nutrisi dari luar seperti pupuk kompos,” kata Nyahu Rumbang.
Menanggapi informasi perihal jagung yang tumbuh subur pada polybag, Nyahu berpendapat bahwa penggunaan polybag hanya bisa dalam skala kecil. Ia memastikan lahan food estate tersebut tidak layak untuk pertanian. “Itu (penanaman jagung pada polybag) seolah-olah dipaksakan agar kelihatan ada,” tuturnya.
Dalam pengamatannya, jagung tersebut bisa tumbuh subur karena menggunakan pupuk yang kuat seperti pupuk kompos dan menggunakan tanah yang diambil dari tempat lain. Sementara tanah di lahan food estate itu tidak dapat digunakan dengan pupuk kimia.
“Penanganannya memang harus menggunakan pupuk yang kuat seperti pupuk kompos, karena bisa dilakukan beberapa kali penanaman dengan hasil panen yang bagus,” ucapnya.
Menurutnya, akan sangat bagus jika pemerintah mampu menyediakan dan mengadakan kompos untuk digunakan, sehingga lahan yang telah dibuka dapat digunakan.
“Kalau pemerintah mampu mengembangkan lahan tersebut dengan ditumbuhi jagung, itu bagus. Daripada tidak digunakan lahan itu. Apalagi jagung memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Perlu jug ada industri yang mengelola itu kelak,” tambahnya.
Terpisah, politiskus PDIP yang juga merupakan anggota DPRD Kalteng, Yohannes Freddy Ering menyebut, proyek food estate di wilayah Gunung Mas itu tidak melalui pengkajian.
“Saya lihat proyek tersebut makin tidak menentu arahnya. Berawal dari perencanaan yang kurang matang. Semuanya serba coba-coba,” kata Freddy dalam wawancara dengan Kalteng Pos, Kamis (7/12).
Menurutnya, program food estate singkong itu sudah direncanakan sejak dulu, dengan proyeksi pembangunan pabrik tapioka.
“Namun kajiannya tidak sesuai dan tanahnya pun tidak cocok. Menurut saya, kalau masih dalam uji coba, tidak perlu membuka lahan seluas itu,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kalteng itu.
Ia berharap ke depannya pemerintah tidak terburu-buru dalam membuat kajian sebelum memutuskan untuk menjalankan suatu program.
Ia menyarnakan agar proyek tersebut sementara waktu diberhentikan, untuk selanjutnya dilakukan pembersihan lokasi, sehingga bisa diadakan penanaman ulang. “Di lahan yang sudah telanjur terbuka itu, lebih baik dilakukan penanaman kembali atau reboisasi,” pungkasnya. (irj/ce/ala/ko)