kaltengonline.com – Sejumlah warga yang menamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu Bela Petani Rakyat menggelar aksi damai atau unjuk rasa ke Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Selasa (9/1). Aksi yang dilakukan oleh puluhan warga tersebut adalah untuk menuntut pembebasan rekan mereka yang saat ini duduk di kursi pesakitan dan menjalani sidang perdana di PN Nanga Bulik atas perkara pelanggaran konservasi sumber daya alam.
Terdakwa M Suriansyah dkk, petani sawit diduga melakukan pembukaan dan penanaman lahan sawit di atas izin kawasan hutan tanpa izin seluas puluhan hingga ratusan hektare, yang mana kasus ini ditangani langsung oleh Mabes Polri.
Puluhan pengunjuk rasa yang dipimpin oleh Wendi Soewarno Loentan itu mendapat pengawalan ketat puluhan personel Polres Lamandau yang dipimpin AKBP Bronto Budiyono dibantu 1 unit kendaraan water cannon.
Koordinator pengunjuk rasa menyampaikan beberapa tuntutan saat itu. Di antaranya menuntut agar perkara yang sedang ditangani pengadilan terkait sejumlah warga yang melakukan aktivitas pembukaan lahan perkebunan di dalam kawasan hutan, sebaiknya dilakukan secara restoratif justice dan diselesaikan secara kekeluargaan.
Menurut mereka, aksi yang dilakukan itu untuk kepentingan semua petani Kalteng yang berkebun di dalam kawasan hutan, karena ada ancaman pidana untuk orang yang beraktivitas di dalam kawasan hutan.
“Pak Suri dan kawan-kawan adalah petani yang melakukan kegiatan dan menopang ekonomi masyarakat sekitar. Bagaimana lahan yang awalnya tidak dimanfaatkan menjadi produktif dengan cara menjadikannya sebagai kebun,” kata Wendi.
Wendi meneruskan, warga lebih dahulu berladang di lokasi tersebut sejak puluhan tahun lalu. Namun kini mereka tidak bisa lagi berladang karena adanya peraturan pemerintah terkait larangan membakar lahan. Alhasil mereka memutuskan untuk bertanam sawit. Sementara pihak pemegang izin HTI, PT Grace Putri Perdana tidak pernah menyosialisasikan kepada masyarakat tentang keberadaan mereka. Bahkan keberadaan kantor perwakilannya pun tidak diketahui.
Mananggapi tuntutan pengunjuk rasa tersebut, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Nanga Bulik Evan Setiawan Dese mengatakan, Pengadilan Negeri Nanga Bulik menerima pelimpahan perkara dari kejaksaan. Karena itu, pelimpahan perkara tidak bisa ditolak. Perkara tersebut akan diperiksa secara objektif. Semua pihak pun bisa melakukan pengawalan terhadap proses perkara tersebut.
“Kan orang menyampaikan aspirasi harus kita dengarkan dan kita terima, yang penting berjalan aman dan kondusif. Intinya proses persidangan tetap kami jalankan. Silakan dikawal agar berjalan dengan transparan sehingga keadilan bisa tercapai,” jelasnya.
Evan menambahkan, jika dalam proses sidang diketahui bahwa terdakwa tidak bersalah berdasarkan pembuktian persidangan, maka pasti akan dibebaskan. Kalaupun ditetapkan bersalah, masih ada upaya hukum berupa banding.
“Silakan gunakan hak-hak dalam persidangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya. (lan/ce/ala/ko)