kaltengonline.com – Debit air Sungai Kahayan terus meninggi. Permukiman warga di bantaran sungai terendam. Puluhan jiwa terpaksa mengungsi ke posko yang disiapkan pemerintah kota (pemko) di SDN 1 Langkai, Jalan Ahmad Yani, Palangka Raya. Kian hari jumlah pengungsi makin bertambah. Dari sebelumnya 75 orang, kini menjadi 98 orang.
Seorang pengungsi bernama Marni, warga RT 03, Kelurahan Langkai memilih untuk mengamankan diri di posko pengungsian sejak Sabtu (9/3), karena rumahnya sudah dikepung banjir setinggi lutut orang dewasa.
“Kami tetap harus bersyukur masih disediakan tempat pengungsian, makanan juga selalu diberi. Mungkin yang kami butuhkan di sini adalah bedak untuk mengobati gatal-gatal, karena ada banyak nyamuk. Kurang lebih yang lainnya kami syukuri saja,” ucap Marni kepada Kalteng Pos, Selasa (12/3).
Di tempat yang sama, wanita yang kerap disapa Mama Wahid, warga RT 02 yang juga mengungsi bersama anak-anaknya di tempat tersebut menyampaikan, sebagai seorang ibu yang memiliki buah hati berusia dua tahun, ia merasa kesusahan untuk memperoleh popok, susu, dan kebutuhan lainnya. Sang suami juga tidak memiliki pemasukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Memiliki pekerjaan sebagai pedagang di depan rumah, membuat usaha Mama Wahid terpaksa berhenti sementara waktu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap bantuan dari pemerintah maupun relawan agar dapat memenuhi kebutuhan gadis kecilnya itu. Kendati demikian, lanjutnya, untuk makananan, minuman, serta air bersih yang disediakan di posko bencana sangat cukup.
“Bagi kami yang memiliki anak kecil, keperluan popok, susu, dan lainnya sangat dibutuhkan. Selain itu, pembalut bagi wanita juga masih kurang. Untuk tempat tidur dan sebagainya, meskipun seadanya, kami tetap berterima kasih karena sudah disediakan,” ungkapnya.
Sementara itu, Lurah Langkai Sri Wanti saat memantau posko bencana banjir dan dapur umum di SDN 1 Langkai, Selasa (12/3), menyebut jumlah pengungsi mengalami kenaikan dari hari sebelumnya. Jumlah warga yang mengungsi bertambah seiring meningginya debit air sungai. Di antaranya ada lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
Dia merincikan, warga Kelurahan Langkai yang terdampak banjir berjumlah 2.130 jiwa dan 511 bangunan terdampak yang mencakup wilayah 3 RW dan 13 RT. Warga terpaksa mengungsi karena sudah kehabisan stok air bersih di rumah. Meski demikian, tak sedikit juga warga yang memilih bertahan di rumah masing-masing.
“Karena bantuan sembako yang diberikan masih sedikit, jadi kami harus swadaya mencari bantuan. Semestinya bantuan yang sudah masuk itu segera disalurkan ke posko-posko. Apalagi Kelurahan Langkai ini merupakan posko induk. Jadi kami menyuplai juga ke kelurahan lain. Kami masak dari sini untuk didistribusikan juga ke sana,” tukasnya.
Melihat jumlah warga Kelurahan Langkai yang cukup banyak mengungsi, menurut Sri, pemerintah harus segera mengupayakan bantuan logistik seperti makanan, perlengkapan, dan kebutuhan lainnya. Sebab, di posko pengungsian terdapat beberapa lansia, ibu hamil, dan orang sakit yang membutuhkan perhatian lebih. Apalagi saat ini sudah memasuki bulan puasa. Makin bertambah kebutuhan bahan makanan untuk sahur dan berbuka.
“Posko kesehatan, keamanan, dan dapur umum sudah tersedia di sini. Kami berharap uluran tangan dari pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan dermawan untuk menyalurkan bantuan bagi saudara-saudara yang terdampak banjir,” imbuh Sri.
Yang diperlukan para pengungsi saat ini adalah selimut, kasur, bantal, tikar, beras, bahan pokok lain, air mineral, pembalut, popok bayi, bumbu dapur, perlengkapan dapur, peralatan mandi (sabun, shampo, pasta gigi, sikat gigi, gayung, ember), gelas plastik, bungkus nasi, susu bayi, dan sebagainya. Maka dari itu, ujar Lurah Langkai, bagi relawan yang ingin menyumbang, bisa langsung diserahkan ke posko bencana yang terletak di SDN 1 Langkai.
Berdasarkan pantauan Kalteng Pos, tim BPBD, TNI, Polri, dan relawan selalu stand by membantu warga yang ingin mengungsi.
Menyikapi bencana banjir yang terus berulang di Kalteng, upaya jangka menengah hingga panjang perlu dilakukan oleh pengambil kebijakan. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng Bayu Herinata mengungkapkan, terkait solusi penanganan banjir di Kalteng, upaya jangka pendek yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi sebaran atau wilayah-wilayah yang rawan terjadi banjir, baik permukiman maupun wilayah-wilayah produksi yang menjamin kebutuhan pangan.
“Yang saya ketahui Pemko Palangka Raya sekarang membangun alur limpasan air sungai yang langsung terhubung ke permukiman, atau membuat sodetan-sodetan sehingga bisa mengurangi air yang melewati sungai sehingga tidak melintasi permukiman,” jelas Bayu kepada Kalteng Pos, Minggu (3/10).
Upaya-upaya tersebut penting dilakukan dalam konteks penanganan jangka pendek, agar dampak-dampak dari bencana hidrometeorologis tersebut bisa dikurangi. Sementara untuk jangka waktu menengah, penting dilakukan pengaturan pola ruang atau peruntukan ruang dalam kebijakan perencanaan wilayah. Dari situ dapat dilihat di mana saja lokasi-lokasi untuk kegiatan pembangunan yang sebenarnya tidak sesuai dengan dokumen perencanaan.
“Karena seharusnya rencana tata ruang itu, baik itu rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) maupun rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (RTRWK), menjadi acuan untuk meminimalkan dampak dari menurunnya daya tampung dan daya dukung lingkungan,” tuturnya.
Adapun daya tampung lingkungan itu seperti hutan, sungai, dan daerah aliran sungai (DAS). Sangat penting untuk memastikan bahwa wilayah-wilayah tersebut dapat berfungsi normal. Sebab, dewasa ini pada daerah yang menjadi daya tampung lingkungan, banyak dilakukan pembangunan yang tidak sesuai dengan kebijakan perencanaan ruang.
“Alokasi-alokasi perencanaan wilayah ataupun kawasan yang berfungsi untuk perlindungan, apalagi kawasan konservasi, malah difungsikan sebagai areal budi daya,” ujarnya.
Pada beberapa wilayah DAS, seharusnya ada hutan yang berfungsi sebagai wilayah serapan air atau zona buffer (penyangga), untuk mencegah terjadinya limpasan-limpasan air dari sungai-sungai besar. Harus diperhatikan eksistensinya dalam konteks mencegah dan menangani banjir.
“Hari ini eksistingnya banyak wilayah itu yang terkonverasi, baik menjadi permukiman ataupun menjadi kawasan industri perkebunan atau industri lainnya yang mengonversi hutan,” tambahnya.
Maka dari itu, ujar Bayu, penting untuk dilakukan pengaturan kembali pola ruang, karena dapat menjadi solusi jangka menengah untuk mengurangi atau menekan bencana banjir di Bumi Tambun Bungai. Dalam jangka panjangnya, hasil dari pengaturan pola ruang dapat menjadi dasar untuk melakukan upaya-upaya pengendalian penggunaan kawasan yang sesuai peruntukan.
“Dalam hal ini mengevaluasi pemanfaatan ruang, kalau tidak sesuai dengan peruntukan, berarti harus dicabut izin-izin yang ada diterbitkan, ataupun upaya-upaya untuk melakukan pemulihan terhadap wilayah-wilayah penting seperti hutan, ekosistem gambut, dan sungai-sungai, supaya fungsinya kembali optimal,” pungkasnya. (ovi/dan/ce/ala/ko)