kaltengonline.com – Kasus penembakan di Desa Bangkal menyebabkan seorang warga bernama Gijik tewas. Tak lama lagi perkara tersebut akan terang benderang. Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng segera melimpahkan berkas perkara itu ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya untuk segera disidangkan. Kasus yang terjadi di wilayah Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan itu mendapat pengawalan dari aliansi masyarakat dan keluarga korban.
Sejumlah aliansi lembaga sosial masyarakat (LSM) menggelar demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng), Kamis (14/3). Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut keadilan dalam proses hukum kasus penembakan warga yang terjadi di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan beberapa waktu lalu.
Proses hukum kini sudah sampai di tingkat kejaksaan. Warga Bangkal, khususnya keluarga korban penembakan, berharap lembaga penegak hukum bekerja profesional dan memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya
Salah seorang keluarga korban, Arpandi mengatakan, pihak keluarga mendesak agar pelaku yang melakukan penembakan hingga membuat nyawa Gijik melayang dan membuat Taufik mengalami luka-luka, mendapat tindakan hukum yang tegas dan seadil-adilnya
“Karena pada dasarnya almarhum Gijik itu adalah tulang punggung keluarga, apalagi orang tuanya sudah tua. Pembunuhan yang terjadi di Desa Bangkal itu merupakan sesuatu yang sangat keji,” ujarnya kepada awak media usai aksi.
Menurut Arpandi, tidak sepantasnya warga negara yang menyuarakan hak kepada perusahaan atau pemerintah, kemudian dibungkam dengan cara yang tidak berperikemanusiaan. Kini, fenomena yang terjadi bagi keluarga korban di desa adalah belum menerima adanya kesepakatan plasma yang dijanjikan perusahaan.
“Plasma yang ada di PT HMBP itu sampai sekarang belum realisasi, apa yang diinginkan oleh masyarakat belum terwujud,” tambahnya.
Arpandi menyebut, sampai saat ini keluarga korban penembakan, baik keluarga Almarhum Gijik maupun Taufik, tidak menerima plasma dari PT HMBP. Pemerintah sudah membentuk koperasi untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi ia memastikan keluarga korban penembakan belum menerima hal itu
“Dalam satu desa itu kan hampir keluarga dekat semua, masih banyak yang belum mau menerima, sekitar 80 persen yang belum menerima,” tambahnya.
Di tempat yang sama, perwakilan massa, Sandi Jaya Prima Saragih mengatakan, di lapangan pihaknya mendapat informasi adanya beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku, tetapi ancaman hukumannya 2 tahun 8 bulan, lalu pasal 359 tentang kelalaian dengan ancaman 5 tahun penjara, dan pasal tentang kealpaan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
“Kami tidak sepakat dengan pasal itu, karena kami anggap itu sangat ringan, apalagi putusan dari hakim nanti di bawah lima tahun, otomatis terpidananya nanti tidak pernah dikeluarkan dari kesatuan, artinya dia tetap menjadi anggora Polri,” tuturnya.
Maka dari itu, Sandi menyebut pihaknya menduga ada upaya untuk melindungi pelaku dari penerapan pasal yang lebib berat. Karena itu, pihaknya ingin agar yang diterapkan adalah pasal 340 dan 338
“Pasal 340 maksimal hukuman mati dan atau pasal 338 dengan hukuman penjara 15 tahun, kami merasa itu cukup relevan, bahkan memiliki unsur, karena kawan-kawan mengalami, ada perintah untuk membidik kepala, ini unsur kesengajaan terpenuhi, lalu ada perintah untuk mempersiapkan senjata AK, artinya ini dipersiapkan,” tambahnya
Jika pasal kelalaian itu dipertahankan hingga ke pengadilan, menurut Arpandi, keluarga korban menilai penegak hukum tidak lagi menjalankan hukum yang benar-benar adil dan mengabaikan aspirasi masyarakat.
“Kasus Bangkal ini tidak hanya menjadi perhatian masyarakat Kalteng, tetapi menjadi perhatian banyak pihak, terutama masyarakat Dayak, mungkin kawan-kawan sudah tahu ada banyaknya protes-protes dalam konflik agraria yang terjadi di wilayah lain,” tambahnya
Menurut Arpandi, pasal 340 dan 338 perlu diterapkan terhadap pelaku, sehingga ada efek jera. Hal itu penting dilakukan agar tidak ada lagi korban-korban selanjutnya dalam konflik agraria di wilayah Kalteng