Menjaga Orangutan Dari Kepunahan

oleh
oleh
Grafis Kaltengpos Group

Populasi Spesies di TNS Meningkat, Waspada Ancaman Perburuan hingga Bencana Karhutla

kaltengonline.com – Populasi orangutan di Taman Nasional Sebangau (TNS) mengalami peningkatan yang cukup signifikan menurut data terbaru. Meskipun demikian hewan endemik Kalimantan rentan berkurang karena perburuan liar dan bencana alam.

Oleh sebab itu, spesies dengan nama latin Pongo pygmaeus ini perlu dijaga kelestariannya agar tidak mengalami kepunahan, karena orangutan merupakan spesies penting yang kehadirannya mampu menjaga keseimbangan ekosistem hutan.

Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Alue Dohong mengungkapkan, pada tahun 2016 lalu, estimasi jumlah spesies orangutan yang tinggal di TNS berada di angka 6080 spesies. Orangutan di TNS terkonsentrasi pada sub habitat yaitu hutan tegakan tinggi, hutan rawa campuran, hutan tegakan rendah, dan hutan tegakan sangat rendah.

“Kemudian, berdasarkan hasil survei populasi orangutan di TNS sejak Oktober 2023-Juni 2024, jumlah spesies orangutan kita estimasinya meningkat dalam rentang 8.772 sampai 8.973 spesies,” ungkap Alue saat menyampaikan sambutan dalam Seminar Nasional Populasi Orangutan Liar Taman Nasional Sebangau dan pameran bertajuk ‘Biodiversity Fest’ di Aula Rahan Rektorat UPR, Kamis (20/6).

Dalam kegiatan yang terselenggara atas kerja sama Balai TNS dan Yayasan Borneo Nature Indonesia (YBNI) ini, orang nomor dua di Kementerian LHK RI itu menjelaskan, sebagai habitat bagi banyaknya spesies endemik Kalimantan, TNS merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang lebih dari 90 persennya merupakan kawasan ekosistem gambut dengan luas kurang lebih 540 ribu hektare (ha).

“TNS ini potensi keanekaragaman hayatinya sangat besar, salah satu spesies pentingnya itu adalah orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), termasuk spesies lain seperti bekantan, monyet ekor panjang, rusa, owa-owa, dan lainlain,” jelasnya.

Menurut Alue, peningkatan spesies orangutan ini merupakan suatu indikasi yang sangat positif. Sebab, hal ini menunjukkan bahwa TNS menjadi habitat yang baik bagi orangutan Kalimantan dan ekosistemnya terjaga dengan baik.

“Kan TNS itu sudah terkelola dengan baik, sehingga menjadi tempat yang bagus bagi orangutan untuk berkembang biak,” tuturnya.

Sosok wakil menteri dengan latar belakang akademisi lingkungan ini menjelaskan, orangutan berperan penting bagi keseimbangan ekosistem hutan. Sebab, spesies ini berperan sebagai agen penyebar benih hutan. Ketika orangutan mengonsumsi buah-buahan, maka biji-biji buah usai makan itu ia buang kembali, sehingga akan tumbuh lagi bibit-bibit tanaman baru di lantai hutan. Siklus ini penting untuk menjaga kesehatan ekosistem hutan.

Lalu, terkait dengan orangutan yang berada di luar kawasan taman nasional, Alue menjelaskan kewenangan untuk mengelola itu adalah wewenang pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). “Itu yang tidak bisa diperankan oleh manusia. Siklus itu sangat luar biasa dalam menjaga kesehatan ekosistem hutan. Inilah yang harus kita integrasikan dalam menilai jasa ekosistem,” tuturnya.

Baca Juga:  Investasi Emas di Pegadaian Jadi Solusi Masa Depan Finansial Masyarakat Kalteng

“Kami kan ada BKSDA, itu bertugas menangani orangutan yang berada di luar kawasan konservasi lain, di luar taman nasional, atau di tempat konservasi lindung lainnya,” tuturnya seraya menyebut bahwa ke depan jika revisi UU lingkungan hidup sudah berjalan, maka jika ada satwa di luar kawasan hutan pun akan ditangani.

Spesies orangutan disinyalir terancam dengan adanya aktivitas pembukaan lahan skala besar yang mengganggu ruang-ruang hidup mereka. Menanggapi hal itu, Alue menyebut, sejak 2019 pihaknya sudah mengambil kebijakan moratorium permanen atas konversi izin lahan dari hutan gambut maupun hutan primer

“Kami tidak ada lagi memberikan izin, tetapi kalau ada itu karena proses pembangunan kebun yang memang lama, kami sudah memberikan izin sebelum moratorium, tapi pembukaan lahan skala besar itu bertahap,” jelasnya

Di tempat yang sama, Kepala Balai TNS Ruswanto menjelaskan, sejak 20 tahun perkembangan pengelolaan TNS, dari terbuka bekas HPH, pihaknya sudah melakukan pemulihan ekosistem melalui proses penanaman kembali sehingga bisa menjadi habitat yang nyaman bagi orangutan.

“Intinya gambut itu harus tetap basah, setelah sudah terbasahi, pemulihan ekosistem berhasil, tanaman beserta habitatnya sudah mendukung, maka orangutannya baik kembali, ekosistem baik orangutannya bisa hidup nyaman,” jelas Ruswanto kepada wartawan usai pembukaan kegiatan.

Dirinya masih belum dapat memberikan data pembanding jumlah total estimasi orangutan dari taman nasional lainnya. Tetapi, ia memastikan bahwa dalam konteks taman nasional, jumlah orangutan di TNS yang berjumlah 8000-an itu sudah termasuk tinggi di Indonesia.

“Survei ini hasil sampling di setiap kantong-kantong habitat orangutan Kalimantan yang ada di TNS, belum menyeluruh. Karena ada faktor koreksi, jadi ada kemungkinan lebih dari itu, tetapi nanti ada pemutakhiran data lagi,” tuturnya.

Kendati populasi orangutan di TNS menurut survei itu mengalami peningkatan, ancaman atas satwa penting di Bumi Tambun Bungai ini masih juga tidak lepas. Habitat atas spesies ini dapat terancam dengan adanya bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Kalau ancaman terhadap individu itu seperti perburuan dan zoonosis (penyakit menular), kalau perburuan itu pemburu pasti mencari anak orangutan, kalau nyari anak, otomatis induknya pasti dibunuh,” ujarnya.

Adapun ancaman paling tinggi bagi eksistensi orangutan di TNS, ujar Ruswanto, adalah bencana karhutla. Beberapa waktu lalu terjadi karhutla yang cukup mengganggu eksistensi orangutan di dalam TNS. Wilayah-wilayah yang terdegradasi akibat karhutla itu pun saat ini dalam proses pemulihan.

“Secara behavior tidak ada gangguan, tidak ada juga korban dari individu-individu orangutan yang tinggal di TNS,” tambahnya. (dan/ala/ko)