UPR dan MPHPI Dorong Hilirisasi dan Inovasi untuk Kemandirian Perikanan Nasional

oleh
oleh
Narasumber, panitia dan peserta menyelenggarakan Seminar Nasional ke-16 MPHPI berfoto bersama

Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan UPR, Dr. Wilson, menegaskan bahwa Kalimantan Tengah memiliki potensi besar di sektor perikanan air tawar, namun juga menghadapi tantangan serius akibat pencemaran merkuri di sejumlah sungai. Ia menyatakan bahwa fakultas siap membuka kolaborasi riset, publikasi bersama, dan pemanfaatan fasilitas laboratorium antarperguruan tinggi di seluruh Indonesia.

“Kami percaya, kolaborasi adalah kunci untuk memperkuat pendidikan tinggi, riset inovatif, dan industri perikanan nasional yang berkelanjutan,” tambahnya.

Rektor UPR melalui Wakil Rektor Bidang Akademik, Dr. Natalina Asi, M.A., menegaskan bahwa UPR memiliki posisi strategis dalam tiga ruang pembangunan nasional: pengembangan riset gambut dan bioresources Kalimantan, dukungan terhadap kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta kontribusi terhadap transformasi riset nasional menuju Indonesia Emas 2045.

“Kami menempatkan hilirisasi riset sebagai komitmen utama universitas. Tidak cukup hanya menghasilkan publikasi, tetapi juga teknologi, model bisnis, dan solusi kebijakan berbasis ilmu pengetahuan,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa UPR berkomitmen memperkuat kemitraan penta helix — melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media — untuk menghasilkan inovasi yang unggul secara ilmiah, relevan secara sosial, dan kompetitif secara ekonomi.

Dalam forum ilmiah ini turut menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan pakar perikanan, seperti
Prof. Dr. Ir. Nurjanah, M.S. (Ketua Umum MPHPI/IPB University) menekankan pentingnya mempercepat hilirisasi dan komersialisasi hasil riset agar tidak berhenti di meja laboratorium.

Baca Juga:  UPR Gelar Upacara Hari Pahlawan, Pelantikan PPPK, dan Syukuran Dies Natalis ke-62

“Sudah saatnya riset menjadi jembatan antara kampus dan industri. Hilirisasi adalah jalan untuk menjembatani kerja sama lintas sektor dan melahirkan inovasi bernilai ekonomi tinggi,” ujarnya.
Prof. Nurjanah juga mengungkapkan bahwa MPHPI kini memiliki sekitar 500 anggota aktif dan akan memperluas kolaborasi melalui pendekatan penta helix agar lebih inklusif dan produktif.

Dalam kesempatan yang sama, Ir. Ishartini, Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BP2MHKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang hadir mewakili Menteri KKP, menjelaskan bahwa pihaknya tengah menata ulang kebijakan sektor kelautan dan perikanan berbasis blue economy.

“Kami menjalankan lima pilar utama: penangkapan ikan berbasis kuota, budidaya berkelanjutan, pengelolaan pesisir dan pulau kecil, pengendalian sampah plastik laut, serta pengembangan kampung nelayan Merah Putih. Kebijakan ini membuka ruang luas bagi kolaborasi perguruan tinggi dan asosiasi profesi seperti MPHPI,” jelasnya.

Ia menambahkan, hilirisasi produk perikanan bernilai tinggi seperti gelatin, kolagen, dan kultur jaringan menjadi arah baru pengembangan ekonomi biru Indonesia.