PALANGKA RAYA – Perempuan telah diberi kesempatan oleh undang-undang untuk terlibat aktif menyukseskan pemilihan umum (pemilu) 2024. Tidak hanya sebagai penyumbang suara, tapi juga sebagai subjek pemilu. Perempuan diberi porsi 30 persen di lembaga legislatif. Dan, untuk memaksimalkan peran perempuan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng menyosialisasikan peranan perempuan pada pemilu 2024 di Hotel Bahalap, Palangka Raya, Rabu (21/12).
Ketua KPU Kalteng, Harmain mengatakan, undang-undang sudah mengatur peranan perempuan dalam pemilu. Menurutnya, dari pemilu ke pemilu, keterwakilan perempuan di legislatif makin meningkat. Pada tahun 1999, keterwakilan perempuan di DPR RI berada di angka 8,8 persen. Tahun 2004 keterwakilan perempuan berada di angka 11,82 persen. Lalu terus meningkat pada tahun 2009 menjadi 17,86 persen, tahun 2014 di angka 17,32 persen dan tahun 2019 naik menjadi 20,87 persen.
“Dari pemilu ke pemilu perwakilan perempuan makin meningkat, tetapi belum terkejar angka 30 persen, secara nasional,” sebut Harmain.
Dalam pencalegan, lanjut dia, posisi 30 persen wajib dipenuhi. Amanah undang-undang soal keberpihakan kepada perempuan sudah luar biasa. Perempuan dituntut bisa berpartisipasi aktif dalam tahapan pemilu. “Kami saat ini tengah menerima penyelenggaraan pemilu tingkat kelurahan dan desa yang juga memperhatikan keterwakilan perempuan,” tuturnya.
Sementara itu, sebagai narasumber, Ketua TP PKK Kalteng Yulistra Ivo Sugianto Sabran mengatakan, perempuan jangan sampai hanya menjadi kantong suara saja, tapi juga harus terlibat sebagai subjek pada gelaran pemilu. Perempuan di Kalteng dinilai sudah aktif dalam berpolitik. Bahkan ada kepala daerah yang merupakan perempuan.
“Hal ini menunjukkan partisipasi perempuan di dunia politik luar biasa, semoga ke depan makin banyak perempuan yang menjadi legislator dan kepala daerah,” ujarnya.
Perempuan harus berkiprah dalam politik, karena sebagai bagian penting dalam membangun negara. Dimulai dari hal kecil yakni berpartisipasi di pemilu.
“Jika ingin membawa perubahan untuk daerah, ayo dimulai dengan memberikan suara kita sebagai perempuan. Jika ada keterwakilan perempuan, maka akan ada kebijakan yang berpihak kepada perempuan,” sebut Ivo.
Sementara itu, Pengawas Perempuan dan Anak di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng Riko mengatakan, dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,9 juta, 49,5 persen merupakan perempuan. Dari jumlah tersebut, ada 53,6 persen berada di usia produktif, yang artinya memiliki hak memilih dan dipilih.
“Perempuan diharapkan ikut berpolitik. Jika tidak, maka perempuan akan menyerahkan kebijakan dan keputusan ke laki-laki yang cenderung tidak melihat kepentingan perempuan. Kesetaraan perempuan tidak akan tercapai. Jika bukan perempuan, siapa lagi,” ujarnya. (ko)