PALANGKA RAYA-Sidang korupsi terkait program dana bantuan hibah dari Badan Layanan Umum Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLUBPD-PKS) untuk kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Barito Utara (Batara) terus bergulir di pengadilan. Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili SH MH memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan pihak dari Dinas Perkebunan (Dsibun) Kalteng.
Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batara diminta menghadirkan pimpinan Disbun Kalteng ke persidangan, karena telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada Dinas Pertanian Batara untuk mencabut ribuan tanaman sawit tidak bersertifikat di Batara. Perintah kepada jaksa untuk memanggil Disbun itu disebabkan adanya keterangan dari Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Batara Syahmiludin A Surapati yang menyebutkan bahwa instruksi untuk mencabut hampir 10.000 batang bibit sawit tidak berlabel yang sudah dibeli pihak koperasi Solai Bersama dari PT SAL dan juga sudah ditanam oleh para petani sawit anggota koperasi Solai Bersama, itu merupakan rekomendasi dari Kepala Disbun Kalteng.
“Panggil dia, kepala dinas yang mengeluarkan surat perintah ini,” tegas Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili di Gedung Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, Kamis (23/2).
Ketua majelis berpendapat demi kejelasan perkara korupsi ini, majelis hakim perlu mendengar keterangan dari yang bersangkutan terkait alasannya mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan tanaman bibit sawit tidak bersertifikat tersebut. Perintah tersebut disanggupi oleh ketua tim JPU yang menangani perkara ini, John Kaynes SH. “Siap,” ujar John.
Perkara pidana korupsi ini diketahui menempatkan Setia Budi (Mantan Kadis Pertanian Batara), Kusmen (Ketua Koperasi Solai Bersama) dan Deden Nurwenda (Direktur CV Graha Duta Alam) sebagai terdakwanya.
Ketiga terdakwa sendiri hadir langsung di ruangan sidang dengan didampingi para penasehat hukumnya. Terdakwa Setia Budi didampingi oleh pengacaranya Henricho Fransiscust SH MH. Sedangkan Kusmen dan Deden Nurwenda didampingi Rahmadi G Lentam SH MH.
Kadis Pertanian Batara Syahmiludin A Surapati sendiri merupakan salah satu saksi yang dihadirkan pihak JPU dari Kejari Batara. Sidang beragendakan mendengar keterangan para saksi yang dihadirkan oleh JPU Syahmiludin dalam kesaksiannya di antaranya menjelaskan bahwa program PSR sendiri adalah program bantuan untuk para petani sawit meremajakan kembali tanaman sawit milik para petani.
“Program ini sudah digulirkan tahun 2017 tetapi untuk Barito Utara sepengetahuan saya, tahun 2018 diajukan dan baru tahun 2019 ada kegiatan,” kata Syahmiludin.
Syahmiludin menjelaskan, untuk di Batara sendiri tahun 2019 ada empat koperasi yang dilibatkan dalam program PSR. Keempat koperasi tersebut disebutnya adalah koperasi Tunas Harapan, Koperasi Solai Bersama, Koperasi Pandran Bersatu dan koperasi Jaya Lestari.
Terkait permasalahan PSR yang terjadi di Koperasi Solai Bersama Syahmiludin sendiri mengaku, baru mengetahui adanya permasalahan tersebut pada saat dirinya dipanggil pihak Kejari Batara untuk memberikan keterangan terkait masalah PSR.
“Yang kami tahu dalam laporannya pelaksanaan PSR di Solai Bersama baik-baik saja,” terang Syahmiludin.
Saksi tidak tahu ketika ditanyakan oleh John Keynes apakah mengetahui dari 426 hektare kebun sawit yang harus diremajakan oleh Koperasi Solai Bersama, ternyata terdapat 136 ha kebun sawit yang tidak terlaksana peremajaannya.
“Saya tidak mengetahui itu,” ujar saksi yang mengaku dilantik sebagai kadis sejak 2021.
Syahmiludin juga dicecar dengan berbagai pertanyaan baik oleh pihak JPU, pihak penasihat hukum terdakwa maupun majelis hakim terkait berbagai persoalan dari program PSR yang dilaksanakan oleh pihak Koperasi Solai Bersama yang dipimpin oleh terdakwa Kusmen. Puncaknya, saat dirinya menerangkan terkait adanya surat perintah yang disebutnya berasal dari Disbun Kalteng tentang perintah kepada Dinas Pertanian Batara untuk mencabut seluruh tanaman bibit sawit tidak berlabel yang sudah dibeli pihak Koperasi Solai Bersama dari PT Satria Abdi Lestari (SAL) beserta perintah untuk melakukan penanaman ulang. Dia mengatakan bahwa surat perintah tersebut ditandatangani oleh pejabat Plt Kadis Perkebunan Kalteng saat itu.
Perintah dari Disbun Kalteng diteruskannya kepada Koperasi Solai Bersama untuk diteruskan lagi kepada para petani sawit yang tergabung di dalam koperasi. Dijelaskannya penyebab awal pembelian bibit sawit tidak berlabel dari PT SAL oleh pihak koperasi, karena pihak CV Mahkota Bumi yakni perusahaan distributor pembibitan yang berkerja sama dengan pihak koperasi ternyata tidak mampu menyediakan 10 ribu tanaman bibit sawit berlabel pada saat bibit sawit tersebut di butuhkan oleh pihak koperasi.
Kemudian diterangkan Syahmiludin bahwa akibat terdesak oleh waktu, koperasi pun dengan sepengetahuan Ir Setia Budi selaku Kadis Pertanian Batara waktu itu membeli bibit sawit dari pihak PT SAL. Tetapi karena adanya laporan kalau bibit sawit yang dibeli dari PT SAL tersebut merupakan bibit sawit tidak berlabel dan tidak memiliki bukti sertifikasi dari Balai sertifikasi banih, maka Disbun Kalteng menginstruksikan kepada pihaknya untuk memerintahkan kepada para petani penenerima bibit sawit yang berasal dari PT SAL untuk mencabut seluruh tanaman bibit sawit.
“Jadi perintah itu saudara teruskan ke koperasi ya, untuk mencabut tindak lanjut dari perintah provinsi, terus koperasi tidak mau mencabut?” tanya ketua majelis hakim kepada saksi.
“Koperasi tidak melakukan pencabutan karena memang petaninya yang tidak mau,” kata Syahmiludin.
Akhirnya Syahmiludin pun mengakui bahwa memang ada petani yang akhirnya mengikuti perintah untuk mencabut tanaman sawit yang berasal dari bibit sawit PT SAL. Diakui Syahmiludin hampir setengah dari 10 ribu tanaman yang berasal dari bibit PT SAL dan juga sudah ditanam akhirnya dicabut lagi oleh petani.
Penasihat hukum dari Satria Budi, Henricho sempat bertanya kepada saksi terkait kondisi dari tanaman sawit yang berasal dari bibit sawit PT SAL tersebut sebelum dicabut oleh petani. Syahmiludin mengaku bahwa bibit sawit dari PT SAL tersebut memang bisa tumbuh dengan baik.
Kemudian saat Rahmadi G Lentam bertanya terkait sanksi bagi para petani yang tidak mau mengikuti perintah untuk mencabut tanamannya, saksi juga mengakui bahwa tidak ada sanksi apapun bagi para petani tersebut.
Dia juga menerangkan bahwa pada saat petani melakukan pencabutan tanaman sawit tersebut, bibit sawit pengganti untuk mengganti tanaman bibit sawit yang dicabut tersebut masih belum disiapkan oleh pihak distributor bibit. “Berapa lama setelah pencabutan itu, bibit sawit yang baru siap?” tanya Rahmadi kepada saksi.
“Lebih dari dua bulan,” jawab Syahmiludin.
Syahmiludin juga membenarkan saat Rahmadi menunjukkan dokumen terkait surat pernyataan dari kelompok tani yang disebut tergabung dalam koperasi Solai Bersama yang menyatakan tidak bersedia mencabut bibit sawit yang sudah di tanam mereka. “Ya saya mengetahui itu,” kata saksi ini lagi saat melihat surat pernyataan tersebut.
Ketua majelis hakim sendiri sempat menegur Syahmiludin karena dirinya selaku kadis pertanian Batara diketahui tidak pernah memberikan surat teguran kepada pihak CV Mahkota Bumi ketika diawal awal kasus korupsi ini mulai diselidiki oleh kejaksaan.
“Ada gak perusahaan itu diberi teguran keras, gara-gara dia, bikin bibit gak siap, terus bikin semua orang jadi tersangka?” kata majelis hakim kepada Saksi.
Ketua majelis hakim ini menyayangkan sikap dari Syahmiludin yang hanya mengikuti begitu saja perintah dari Disbun Kalteng, terkait memerintahkan mencabut seluruh bibit sawit. “Waktu perintah turun kenapa anda tidak berbantah bantah dengan orang provinsi?” tanya hakim.
Ketua majelis hakim yang juga Wakil Ketua PN Palangka Raya ini juga mengatakan, perintah Disbun Kalteng bisa menjadi salah satu sebab timbulnya kerugian negara dalam perkara ini.
“Itukan uang negara, kalau suatu saat nanti ada ahli yang mengatakan, gak ada masalah itu, toh (bibit sawit PT SAL) itu ada sertifikat juga terus gimana itu?” tanya Achmad Peten Silli dengan nada suara tinggi sambil mengingatkan kepada saksi bahwa akibat sikapnya itu, bisa diseret ke pengadilan dengan tuduhan telah melakukan tindakan yang menyebabkan merugikan keuangan negara.
Syahmiludin sendiri terlihat lebih banyak diam ketika mendengar ceramah dari ketua majelis hakim tersebut. Selain Syahmiludin, pihak JPU juga menghadirkan 5 orang saksi lain. Kelima saksi tersebut adalah Ir Hendra Mojo Bagus (dari kementerian pertanian), Dr Ir Sunaryo MP (Kementerian Keuangan), Heri Fardian SE (kementerian keuangan), Ahmad Munir (kementerian keuangan), Fajril Amirul SE MM (kementerian keuangan) dan Lerpadian.
Para saksi ini kebanyakan menjelaskan tentang program PSR, asal dan tata cara pencairan dana tersebut maupun terkait aspek hukum dan aturan yang ada dalam program PSR baik secara umum maupun untuk program yang dilaksanakan di wilayah Batara.
Ketua tim jaksa John Keynes SH mengatakan, pihaknya akan memanggil pihak Disbun Kalteng seperti yang diperintahkan ketua majelis hakim. “Itu pasti akan kami panggil,” ujar John.
Rahmadi G Lentam, pengacara dari terdakwa Kusmen dan Deden Nurwenda juga mengatakan bahwa pihaknya sangat setuju dengan perintah majelis hakim. Rahmadi juga mengatakan bahwa selain pentingnya mendengar keterangan dari Disbun, dirasanya perlu majelis memperdalam kembali keterangan dari saksi dari balai benih perkebunan yang dihadirkan pihak jaksa. Rahmadi mencurigai alasan sebab ditunjuknya CV Mahkota Bumi sebagai satu satunya perusahaan distributor benih bibit sawit yang diijinkan bagi pihak koperasi dalam program PSR tersebut.
“Jangan-jangan memang khusus untuk itu saja, tidak boleh (perusahaan) lain,” ujar Rahmadi.
Rahmadi juga mengatakan dalam sidang tadi ada pernyataan menarik dari Kusmen, Ketua Koperasi Solai Bersama yang menyatakan bahwa akibat adanya peristiwa kasus pidana korupsi ini menimbulkan trauma kelompok koperasinya untuk ikut program PSR massa mendatang. “Karena tidak perlindungan hukum, jelas-jelas ini masalah perdata kok jadi masalah pidana korupsi, gimana ceritanya,” kata Rahmadi. (sja/ala/ko)