PALANGKA RAYA-Angka perkawinan usia anak di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) masih tinggi. Bahkan pada tahun 2020 lalu Kalteng sempat menempati peringkat dua nasional sebagai provinsi dengan kasus perkawinan usia anak tertinggi se-Indonesia. Namun pada 2021 ada penurunan dan Kalteng menempati peringkat lima nasional.
Ketua TP PKK Provinsi Kalteng Yulistra Ivo Azhari mengatakan perlu pendewasaan usia perkawinan anak agar dapat menurunkan kasus perkawinan usia anak. Sebab, usia perkawinan anak menimbulkan berbagai macam dampak seperti melonjaknya kasus stunting, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan meningkatnya angka perceraian.
“Angka perceraian yang tinggi disebabkan karena belum cukup umurnya usia perkawinan,” tuturnya, Selasa (18/10).
Ia mengatakan, faktor dominan yang menyebabkan perkawinan usia anak di Kalteng tinggi beberapa di antaranya adalah karena keinginan orang tua, kemauan anak, kondisi ekonomi, media sosial, dan banyak faktor lainnya.
Kondisi sosial juga menjadi faktor penting. Dikatakannya, kondisi sosial seperti pengaruh lingkungan yang membentuk persepsi masyarakat, dalam hal ini pelaku perkawinan usia dini, sangat penting untuk dilibatkan dalam menekan kasus perkawinan usia anak.
Perlu peran tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membentuk persepsi yang benar perkara perkawinan. Maka dari itu, pihaknya dalam mencegah kasus pernikahan usia anak itu tidak hanya menggandeng lembaga terkait, namun juga melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat agar dapat melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat setempat.
“Jadi kita melakukan pendekatan ke tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk edukasi dan sosialisasi berkaitan dengan pendewasaan usia perkawinan kepada masyarakat sekitarnya,” ucapnya.
Selain penyuluhan, pihaknya juga telah menyiapkan salah program guna mencegah perkawinan usia anak. Melalui Kelompok Kerja I (Pokja I) TP PKK Provinsi Kalteng, yang berkaitan dengan pendidikan karakter, terdapat sosialisasi pola asuh anak dan remaja dengan diberikannya pembekalan bagi orangtua, anak, dan remaja untuk pendewasaan usia perkawinan dan pemahaman akan dampak perkawinan usia anak itu sendiri.
“Kami rutin setiap tahun, 14 daerah, 13 kabupaten satu kota, selalu melakukan bimbingan teknis mengenai itu,” tuturnya. Menurut Ivo, sejak ia menjabat sebagai Ketua TP PKK, upaya yang dijalankan pihaknya tersebut cukup efektif dalam menurangi angka kasus pernikahan usia anak. Hal itu dapat dilihat dari angka kasus pernikahan usia anak yang turun.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, dalam upaya menurunkan angka perkawinan usia anak itu telah ada sinergi oleh pemerintah yang dibantu oleh TP PKK seperti menjalin program-program praktik yang menyasar pada masyarakat tertentu dengan angka perkawinan usia anak yang tinggi.
Dalam menjalankan program bersama TP PKK itu pihaknya menyisipkan materi pembentukan karakter dan pola asuh anak yang tidak hanya ditujukan untuk orangtua tapi juga semua pihak.
“Di situ terdapat pembelajaran penting dalam hal edukasi mengenai parenting,” ucapnya kepada media usai menghadiri kegiatan promosi pencegahan perkawinan usia anak, Selasa (18/10). (dan)