PALANGKA RAYA – Pembaharuan atas hadirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai sudah sangat mendesak. Hal ini diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej pada kegiatan yang bertajuk ‘Kumham Goes to Campus’ di Universitas Palangka Raya, Rabu (26/10/2022) pagi.
Dikatakanya, setidaknya ada tiga nilai pokok yang melatarbelakangi kepentingan tersebut, yakni harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, berorientasi pada hukum pidana modern, dan menjamin kepastian hukum.
Eddy menjelaskan, bahwa KUHP yang kita pakai saat ini telah disusun sejak tahun 1800. Artinya KUHP ini sudah berusia 222 tahun lamanya.
“KUHP ini disusun pada saat hukum pidana beraliran klasik, yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Padahal kita tahu bahwa terjadi perkembangan zaman yang luar biasa sampai dengan saat ini, dan (KUHP) harus disesuaikan dengan perkembangan zaman,” kata Eddy.
Eddy yang menjadi pembicara kunci (keynote speaker) pada kegiatan sosialisasi dan diskusi Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP di Kota Palangka Raya menuturkan KUHP yang terdapat saat ini sudah out of date.
“Kita harus menyusun (KUHP) yang baru dengan berorientasi pada hukum pidana modern, yaitu keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif,” ujarnya.
Selain itu tanpa disadari, lanjut Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, KUHP saat ini tidak menjamin adanya kepastian hukum. Hal tersebut dikarenakan KUHP itu diterjemahkan secara berbeda oleh para ahli hukum.
“Kira-kira yang sah, yang asli, yang benar terjemahan itu punya siapa? Perbedaan terjemahan itu sangat signifikan,” kata Eddy. (bud)