PADA April 2021 kita mendengar sebuah berita yang cukup menghebohkan, yaitu seorang guru mendadak lumpuh setelah di vaksinasi covid. Namun setelah di dalami lebih lanjut ternyata guru tersebut diperkirakan menderita penyakit yang dinamakan Sindroma Guillain Barre (SGB), yang dalam perkembangannya pasien tersebut semakin lama makin membaik. Hal tersebut membuat sebagian masyarakat menjadi takut dengan vaksinasi. Penulis sendiri sempat merawat 1 pasien terduga SGB pasca vaksinasi covid di kalteng dan didapatkan perbaikan yang optimal Sebenarnya apa itu Sindrom Guillain Barre (SGB)?? SGB adalah kondisi langka yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang menyerang sistem saraf. Kondisi ini mungkin membuat saraf meradang yang berakibat pada kelumpuhan atau kelemahan otot apabila tidak segera ditangani.
Penyakit SGB sebenarnya tidak bisa dibilang suatu penemuan baru dalam dunia medis, sudah ada sejak 1859. Nama Guillain Barre diambil dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain dan Barr yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. GBS termasuk penyakit yang jarang dan terjadi hanya 1 atau 2 kasus per 100.000 penduduk di dunia tiap tahunnya Penyebab Guillain Barre Sindrom sampai saat ini belum diketahui (idiopatik) dan termasuk dalam kelompok penyakit autoimun. Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului akan timbul autoantibodi dimana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang bagian dari sistem saraf tepi, yaitu sebuah jaringan saraf yang terletak di luar dari otak maupun sumsum tulang belakang.
Penyakit SGB dapat menyerang siapa saja, pada usia berapa pun, secara cepat, dan tak terduga. Namun kasus yang terjadi selama ini lebih sering terjadi pada orang dewasa dan orang tua serta orang dengan gangguan sistem imun Kebanyakan kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah Infeksi virus Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodeffi ciency Virus (HIV). Infeksi bakteri Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie. Pasca pembedahan dan vaksinasi.
50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu diawali dengan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
Bagaimana gejala dari SGB? Gejala awal SGB yang paling umum adalah acroparesthesia, yaitu rasa kesemutan, terbakar atau mati rasa atau kaku pada tangan dan kaki, terutama jari tangan dan kaki sehingga pasien seperti sedang menggunakan kaos tangan dan kaos kaki yang sering disebut sebagai glove and stocking phenomen, yang kemudian diikuti kelemahan atau kelumpuhan pada kedua kaki yang makin naik ke atas sehingga kedua tangan ikut lemah. Keterlibatan kelumpuhan saraf wajah terjadi pada hingga 70% kasus, kesulitan menelan pada 40% kasus, Gangguan pendengaran maupun kelumpuhan pita suara lebih jarang terjadi. Selama fase progresif, 20-30% pasien mengalami gagal napas akibat kelumpuhan mencapai otot pernafasan dan membutuhkan ventilasi di unit perawatan intensif (ICU). Kondisi gagal nafas inilah yang paling ditakutkan dan sering menimbulkan kematian .
Bagaimana pengobatan SGB? Pengobatan SGB ditujukan untuk menangani aktivitas abnormal antibodi yang menyerang saraf tepi yang dilakukan untuk meredakan gejala dan mempercepat pemulihan. Sebagian besar kasus SGB diberikan terapi konservatif untuk menekan kerusakan saraf, memperbaiki saraf yang rusak serta fi sioterapi, namun apabila diperlukan terdapat dua metode pengobatan spesifi k SGB. Yang pertama adalah pemberian immunoglobulin intravena (IVIg). Melalui metode ini, dokter akan memasukkan immunoglobulin kepada pasien SGB untuk melawan imun yang menyerang saraf pasien. Metode kedua adalah plasmaferesis yaitu penggantian plasma darah pasien SGB dengan menggunakan mesin khusus. Darah pasien SGB akan disaring lalu dialirkan kembali ke tubuhnya dengan tujuan agar tubuh penderita dapat memproduksi plasma baru yang sehat. Kesulitan pada terapi spesifi k terletak pada mahalnya biaya obat IVIg dan terbatasnya fasilitas plasmafaresis di Indonesia.
Bisa dibayangkan untuk pemberian IVIg selama 5 hari sesuai dosis anjuran bisa untuk membeli beberapa buah motor baru, untungnya obat ini tersedia di kota Palangkaraya, sedangkan untuk plasmafaresis belum tersedia di Palangkaraya Bila kena SGB, apakah harus selalu mengeluarkan biaya mahal ? Tidak selalu demikian, ada penderita yang baik setelah mendapat pengobatan biasa, malah ada yang sembuh spontan dalam jangka waktu pendek. Tetapi memang pada kasus tertentu yang berat disertai gangguan nafas memerlukan obat imunoglobulin yang mahal dan atau penggantian plasma darah untuk mempercepat perbaikan. Tentu setiap RS telah membuat aturan kapan harus diberikan cara-cara penanganan khusus diatas.
Sebagian besar pasien SGB mengalami kesembuhan dengan terapi konservatif maupun terapi spesifi k, kasus kematian biasanya terjadi pada kegagalan pernafasan atau infeksi yang tidak mampu tertangani meskipun sudah diberikan pengobatan maksimal Bila ada gejala-gejala SGB, apa yang harus dilakukan ? Jangan kaget, segera kosultasi dokter di layanan kesehatan terdekat. Kita terkadang sulit mengenal gejala awal dari serangan, tapi bila mendapat gejala seperti kelumpuhan segera bawa ke Rumah Sakit, agar dapat dilakukan pengobatan segera dan dapat mewaspadai serangan yang lebih hebat.
Oleh: dr Marthin Tory SpS, Penulis adalah dokter spesialis syaraf di RSUD dr Doris Sylvanus.