Kapal Onrust ditenggelamkan pada tanggal 26 Desember 1859 dalam Perang Barito, lewat perjuangan rakyat yang dipimpin Tumenggung Surapati, tangan kanan Pangeran Antasari. Kerangka kapal saksi sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda ini masih bisa dilihat saat Sungai Barito surut.
ROBY CAHYADI, Muara Teweh
SALAH satucerita sejarah yang membuat masyarakat Kalteng bangga adalah Perang Barito, kisah pertempuran sengit para pejuang melawan serdadu Belanda hingga berhasil menenggelamkan Kapal Onrust hanya dengan bermodal mandau dan parang. Kala itu, yang menenggelamkan kapal perang canggih milik Belanda itu adalah pejuang Dayak sekaligus tokoh Islam, Tumenggung Surapati. Ia juga merupakan kesayangan Pangeran Antasari.
Tenggelamnya kapal besi bertenaga uap ini menjadi bukti dahsyatnya perang yang dipimpin Pangeran Antasari. Kerangka kapal yang menjadi saksi bisu sejarah perjuangan melawan penjajah ini masih bisa terlihat saat Sungai Barito surut.
Kapal ini ditenggelamkan dalam Perang Barito melalui perjuangan rakyat yang dipimpin Tumenggung Surapati, tangan kanan Pangeran Antasari, tepatnya tanggal 26 Desember 1859. Sebelum ditenggelamkan, kapal ini sempat berlabuh di Pelabuhan Telawang Banjarmasin.
Menurut catatan, kemunculan bangkai Kapal Onrust hanya bisa disaksikan lima tahun sekali. Terakhir terlihat pada tahun 2019 lalu.
Peristiwa tenggelamnya kapal perang Belanda bersenjata canggih, kala itu hanya terjadi di Sungai Barito, Muara Teweh. Lalu seperti apa kondisi terkini bangkai kapal yang ditenggelamkan pasukan Tumenggung Surapati itu?
Akses tercepat menuju lokasi bangkai kapal adalah melalui Dermaga Muara Teweh. Namun di situ tidak ada kelotok. Akses menuju lokasi hanya bisa menggunakan transportasi air, karena jalur darat belum ada, kendati jaraknya cuman 2,5 kilometer dari Kota Muara Teweh.
Ongkos ke lokasi menggunakan kelotok pulang pergi Rp200 ribu, dengan jarak tempuh sekitar 15 menit, jika berangkat dari depan Pasar Pendopo.
Jangan membayangkan bangkai kapal itu dapat dilihat utuh. Karena badan kapal ini sudah benar-benar tenggelam. Tidak hanya tertutup air sungai, tetapi juga tertimbun pasir, sampah, dan kayu.
Warga yang melintas dapat mengetahui lokasi bingkai kapal dengan berpatokan pada kuburan yang dikeramatkan.
Panjang kubur yang dikeramatkan itu sekitar tiga meter. Di luar dan dalamnya dipasang kain berwarna kuning. Tidak ada nama pada nisan. Kabar mengenai siapa yang dikebumikan di dalam pusara masih simpang siur.
Ada warga yang menyebut itu kuburan ulama besar. Namun sebagian mengaku sebagai kuburan pejuang yang tewas dalam pertempuran Perang Barito.
Suasana di sekitar lokasi bangkai Kapal Onrust sangat sepi. Tidak ada satu pun rumah penduduk. Hanya ada pepohonan besar yang tumbuh begitu subur.
“Menurut sejarah, tenggelamnya Kapal Onrust membuat Belanda marah besar, lalu mengirim kapal perang lainnya, menggempur perumahan warga secara membabi-buta di sekitar lokasi kapal,” terang Mardiansyah, pemerhati Perang Barito yang juga tokoh dari Kelurahan Montallat, Kabupaten Barito Utara.
Dahulu kawasan tenggelamnya Kapal Onrust bernama Desa Lebo Lalutung Tour. Namun kini nama itu sudah tidak tercatat dalam peta.
Berdasarkan data Museum Perkapalan Belanda (Scheepvaart Museum Amsterdam), diketahui bahwa Kapal Onrust merupakan kapal uap Belanda yang dibuat tanggal 15 September 1845 di pabrik Feyenoord, yang diperuntukkan bagu marinir Belanda. Kapal ini memiliki panjang 24 meter, lebar 4 meter, dengan lunas kapal di dalam air 1,15 meter dan daya mesin uap 70 tenaga kuda (PK).
Kapal bermesin uap ini dilengkapi persenjataan berupa meriam pelempar peluru seberat 24 pond dan enam senapan mesin yang berputar (gatling gun Amerika). Tahun 1846, kapal ini berlayar ke Hindia Belanda. Saat diserang para pejuang Perang Banjar, di atas kapal modern ini ada 10 perwira Belanda. Di antaranya, Letnan Laut Van der Velde, Letnan Banger C, Letnan I Laut Van Perstel, dan Letnan II Laut Frederick Hendrik Van Der Kop.
Semua perwira Belanda itu tewas dibunuh pejuang yang dipimpin Tumenggung Surapati. Selain membawa perwira, kapal itu juga mengangkut 40 marinir dan 43 anak buah kapal. Semuanya ikut tenggelam bersama kapal setelah pejuang Panglima Nuri membuka keran air di ruang palka. (bersambung/ce/ala/ko)