PALANGKA RAYA – Ketaatan Pasca Ramadan, menjadi tema yang diangkat dalam khutbah Idul Fitri di Masjid Mujahidin Muhammadiyah Palangka Raya, Jumat (21/4/2023) pagi yang disampaikan oleh Ustaz Dr Asep Solikin.
“Apakah dengan berlalu Ramadan, qiyamul lail (salat malam), tadarus Alquran, itikaf, sedekah kita akan berlalu dan tinggalkan begitu saja,” ujar Ustaz Asep saat menyampaikan khutbah dihadapan sekitar 500 orang jamaah yang hadir di salat id kemarin.
Pertanyaan ini penting untuk segera mengingatkan umat Islam agar bisa menjaga semanggat dan ketaatan dalam beribadah pasca Ramadan. Semangat dan ketaatan itu harus tetap bertahan di 11 bulan berikutnya.
Setidaknya menurut Asep yang sehari-hari ada Ketua DKM Masjid Mujahidin ini, ada tiga hal yang menjadi esensi penting ibadah puasa. Pertama, adalah ketaatan tanpa syarat, kedua perisai diri, ketiga sikap kehati-hatian terhadap apa yang dimakan.
“Ketika Allah Taa’ala mewajibkan orang beriman berpuasa, maka kita melaksanakan tanpa syarat. Kita tak peduli apakah puasa itu memberikan manfaat terhadap kesehatan atau tidak, kita tetap melaksanakannya,” ujarnya.
Kedua, puasa itu adalah perisai diri. Dengan puasa, seorang muslim akan mampu membentengi dirinya agar tidak terjerumus dari perbuatan maksiat. Perisai diri ini tak hanya membentengi diri di saat Ramadan, tapi harus mampu menjadi pelindung diri di luar Ramadan dalam kehidupan sehari-hari.
“Apakah setelah Ramadan, kita akan kembali kepada karakter asli kita seperti sebelum Ramadan. Apakah kita kembali bermaksiat lagi,” tanya Asep yang sehari-hari juga dosen di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya ini.
Ketiga, puasa juga mengajarkan untuk menjadi pribadi muslim yang berhati-hati terhadap barang yang dimakan. Saat puasa, jangankan yang haram, yang halal pun tidak dimakan, jika belum waktunya.
Asep menceritakan sebuah kisah Sahabat yang bernama Abu Dujanah yang membuat Rasulullah menangis. Sahabat yang dikenal pemberani di medan perang ini sangat berhati-hati terhadap makanan yang masuk ke dalam mulutnya dan keluarganya. Dia tak mau ada makanan yang tak jelas kehalalalnya apalagi haram yang masuk ke mulutnya dan anak-anaknya.
Setiap selesai salat Subuh, Abu Dujanah langsung terburu-buru pergi untuk pulang. Perilaku itu karena berulang, menjadi perhatian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Sampai suatu ketika, Rasulullah menangkap tangan Abu Dujana, dan menanyakan alasan, kenapa dia selalu pulang setelah salat Subuh.
“Wahai Abu Dujanah, apakah engkau tidak memiliki permintaan yang perlu engkau panjatkan kehadirat Allah sehingga engkau sering meninggalkan masjid sebelum aku selesai berdoa?” tanya Rasulullah.
Abu Dujanah pun akhirnya bercerita. Dia menyampaikan bahwa di dekat rumahnya ada pohon kurma milik tetangganya.
“Setiap kali bertiup angin di malam hari, buah-buah kurma jatuh ke halaman rumah kami,” kata Dujanah.
Abu Dujanah bercerita bahwa keluarganya adalah seorang yang miskin. Anak-anaknya sering kelaparan. Ketika bangun, apa pun yang didapat anak-anaknya akan dimakan.
“Karena itu selesai Salat, kami langsung pulang sebelum anak-anak kami bangun. Kurma-kurma yang berjatuhan itu kami kumpulkan, dan kami kembalikan ke pemiliknya,” ujar Abu Dujanah.
Abu Dujanah melanjutkan ceritanya. Suatu kali dia pulang mendapati anaknya sedang makan kurma. Dia langsung mengeluarkan kurma itu dari mulut anaknya. Dia tak mau anak-anaknya makan dari makanan yang tidak halal. Mendengar cerita itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pun meneteskan air mata.
Dari cerita Abu Dujanah harus menjadi pelajaran bagi seorang muslim, untuk berhati-hati dalam memberikan makan kepada diri dan keluarga. Jangan sampai ada makanan yang belum jelas kehalalalannya masuk ke mulut. Ini salah satu esensi dari puasa, untuk berhati-hati terhadap makanan yang dimakan.
“Meski secara ilmu fiqh, buah yang jatuh ke halaman rumah kita, itu menjadi milik kita. Namun karena kehati-hatiannya Abu Dujanah tidak melakukan itu,” ujar Ustaz Asep.
Di akhir khutbahnya, Ustaz Asep mengajak jamaah kaum muslimin, mengaplikasikan tiga pelajaran puasa ini di dalam kehidupan sehari-hari di 11 bulan berikutnya. (sma)