PALANGKA RAYA–Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Barito Utara (Batara) membacakan tuntutan hukum terhadap Ir Setia Budi mantan kepala Dinas (Kadis) Pertanian Kabupaten Batara yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana bantuan hibah dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLUBPDPKS) untuk kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tahun 2019-2021. Pembacaan tuntutan tersebut dilaksanakan dalam sidang yang di gelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya, Senin (15/5).
Dalam nota tuntutan yang di bacakan oleh JPU Haris Padillah Harahap SH, MH pihak Kejaksaan BBatara menyatakan terdakwa Ir Setia Budi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara penggunaan dana bantuan hibah dalam kegiatan peremajaan sawit rakyat tersebut.
Mantan Kadis Pertanian Batara dinyatakan telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sebagaimana dakwaan primair yang di ajukan JPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ir Setia Budi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan,” demikian kata Haris Fadillah dalam tuntutan hukumnya tersebut.
Selain menuntut pidana penjara dalam tuntutannya, jaksa juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa denda sebesar Rp200 juta dengan subsider bila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama empat bulan.
Dalam tuntutannya tersebut jaksa Haris Fadillah juga menuntut, agar kepada terdakwa Ir Setia Budi diwajibkan untuk membayar uang pengganti untuk kerugian negara yakni sebesar Rp 480 juta dengan subsider kurungan selama 3 tahun dan 9 bulan penjara.
Seusai pembacaan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada pihak penasehat hukum terdakwa, Henricho Fransiscust SH, MHum untuk memberikan tanggapan atas tuntutan jaksa tersebut.
Dalam tanggapannya, Henricho menyatakan pihaknya keberatan dengan tuntutan jaksa tersebut. Henricho pun menyatakan pihaknya akan mengajukan nota pembelaan tertulis yang akan dibacakan pada sidang berikutnya.
“Mohon kami diberikan waktu untuk menyusun pembelaan yang mulia,” kata Henricho kepada ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Achmad Peten Silli SH, MH.
Menanggapi permintaan dari pihak penasihat hukum terdakwa Ir Setia Budi tersebut, ketua majelis hakim pun kemudian memutuskan untuk menunda persidangan tersebut selama satu minggu untuk memberikan kesempatan kepada penasehat hukum menyusun nota pembelaan tersebut. Rencananya sidang kasus korupsi ini akan dilanjutkan kembali pada Senin (22/5) mendatang dengan agenda pembacaan pembelaan dari penasehat hukum.
Selain membacakan tuntutan terhadap Ir Setia Budi, pihak Kejari Batarakejaksaan negeri Barito Utara juga membacakan tuntutan kepada dua terdakwa lain yang juga terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Dua terdakwa tersebut adalah Ketua Koperasi Solai bersama, Kusmen dan Direktur CV Graha Dutha Alam, Deden Nurwenda.
Dalam tuntutannya jaksa juga menyatakan kedua terbukti bersalah terlibat dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana bantuan hibah dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLUBPDPKS) untuk kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tahun 2019-2021 tersebut.
Baik Kusmen maupun Deden dituntut jaksa dengan hukuman yang sama yakni pidana penjara selama 8 tahun serta hukuman denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan penjara selama empat bulan. Sama seperti sidang Ir Setia Budi, sidang perkara korupsi Kusmen dan Deden Nurwenda rencananya akan di gelar kembali pada Senin pekan depan dengan agenda pembacaan pembelaan oleh pihak penasehat hukum.
Seusai sidang, Henricho selaku penasehat hukum Ir Setia Budi menyatakan bahwa tuntutan hukum jaksa penuntut umum yang menyebutkan bahwa kliennya telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana isi dakwaan primer tersebut adalah sangat tidak sesuai dengan berbagai fakta yang terungkap yang ada di dalam persidangan. “Menurut saya sangat tidak sesuai disebut melanggar pasal 2,” ujar Henricho.
Disebut Henricho bahwa tidak ada bukti kalau kliennya Ir Setia Budi, telah melakukan tindakan memperkaya diri sendiri ataupun orang lain dalam kasus korupsi ini sebagai mana yang dituduhkan jaksa.
Diterangkannya bahwa apa yang dilakukan Ir Setia Budi yakni memberikan rekomendasi kepada pihak pimpinan koperasi Solai mandiri untuk membeli bibit sawit dari perusahaan lain yakni PT SAL disebutnya dikarenakan perusahaan yang ditunjuk didalam kontrak untuk menyediakan bibit sawit tersebut yakni CV Mahkota Bumi tidak mampu menyediakan bibit sawit tersebut tepat waktu saat di butuhkan oleh para petani Sawit.
“Karena koperasi sudah melaporkan bahwa warga (petani Sawit) ribut di bawah, maka direkomendasikan membeli dari perusahaan lain,” terang Henricho.
Ditambahkan oleh Henricho pula bahwa tidak bukti pula jika ir.setia Budi pernah ada menerima aliran dana dari pembelian bibit sawit tersebut. “Uang itu tidak ada yang mengalir ke pribadi setia Budi,” tegas Henricho. (sja/ala/ko)