kaltengonline.com – Mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat membantah pernah memerintahkan sopir pribadinya, Kristian Adinanta, untuk meminta uang ke pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kapuas, yakni PT GAL dan PT DWK. Ben Brahim juga menyebut tidak tahu bahwa kedua perusahaan tersebut mentransfer uang kepada Kristian Adinanta.
Bantahan dan pernyataan tersebut disampaikan Ben Brahim dalam sidang lanjutan perkara korupsi yang menjeratnya dan Ary Eghani (istri) yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (9/11).
“Saya tidak tahu ada aliran dana yang masuk ke rekening Kristian Adinata,” kata Ben Brahim ketika ditanya Ahmad Peten Sili. SH, M.H, ketua majelis yang memimpin persidangan itu.
Dikatakan Ben, selama menjadi sopirn pribadi, Kristian Adinata tidak pernah memberitahukannya soal adanya penerimaan dana dari PT GAL dan PT BWK. Ben bahkan mengaku tidak pernah bertemu atau berhubungan dengan perwakilan dari kedua perusahaan tersebut.
Pernyataan mantan bupati Kapuas itu disampaikan saat ditanya oleh ketua majelis hakim perihal hubungannya dengan kedua perusahaan tersebut.
“Apakah pihak perusahaan pernah bertemu dengan Anda,” tanya Ahmad Peten Sili kepada terdakwa.
“Saya tidak pernah bertemu dan menginjakkan kaki di kedua perusahaan itu,” jawab Ben dengan tegas.
Selain ditanya soal aliran uang dari perusahaan sawit, Ben juga ditanya mengenai bantuan dana dari para pengusaha, terutama kontraktor Adi Candra, untuk keperluan mengikuti Pemilihan Gubernur Kal-teng tahun 2019. Lagi-lagi, Ben secara tegas menyebut tidak pernah menerima bantuan dana dari Adi Candra untuk biaya kampanye dimaksud.
“Apakah saudara tahu bahwa Adi Candra pernah mengeluarkan uang dalam jumlah besar dalam rangka dukungan pemilihan kepala daerah 2018-2023,” tanya majelis hakim kepada Ben.
“Sama sekali tidak tahu,” ucap Ben.
Ketika ditanya lebih jauh oleh majelis hakim, bagaimana cara Ben menghimpun kekuatan dukungan sehingga dapat terpilih sebagai Bupati Kapuas, terdakwa menerangkan bahwa ia lebih mengutamakan pendekatan dengan para tokoh masyarakat.
“Saya mengandalkan silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama dan masyarakat yang ada di Kabupaten Kapuas,” terang Ben.
“Bagaimana saudara mengumpulkan mereka dan menyampaikan keinginan saudara dan mengharapkan mereka mau memilih saudara?” tanya ketua majelis hakim lebih lanjut.
“Saya datang langsung ke tempat mereka dari jauh-jauh hari, yang mulia,” jawab Ben.
“Jadi tidak ada penggalangan dukungan,” tanya majelis hakim lagi.
“Tidak ada, yang mulia,” ujar Ben.
Ditegaskan Ben, baik saat pencalonan sebagai Bupati Kapuas di periode pertama maupun kedua, dirinya tidak pernah melakukan penggalangan dukungan dari pihak aparat pemerintah maupun para pengusaha.
“Yang saya andalkan adalah hati nurani masyarakat,” ucapnya kepada majelis hakim.
Dalam sidang pemeriksaan terhadap terdakwa Ben Brahim dan Ary Eghani, juga ditanyakan terkait berbagai aset yang mereka miliki. Terutama kepemilikan rumah di Jalan Hang Jebat, Jakarta Selatan yang ditempati Ary selama menjadi anggota DPR RI.
Ary Eghani selaku terdakwa II dalam kasus ini menjelaskan, rumah di Jakarta yang ditempatinya itu bukan miliknya, melainkan milik keponakannya. Ia menegaskan hanya menumpang di rumah tersebut.
“Ketika saya menjadi anggota DPR RI, saya tinggal di rumah anak kakak kandung saya, dan kebetulan saya menetap di Jakarta, jadi saya tinggal di rumah itu,” terang Ary sembari menyebut pernah ditawari pemilik rumah untuk membeli rumah tersebut.
Selain itu, Ary juga ditanya oleh penasihat hukumnya terkait kepemilikan mobil Alphard yang sering digunakannya selama tinggal di Jakarta. Istri Ben itu menerangkan, mobil berwarna putih tersebut merupakan mobilnya yang dibeli tahun 2020.
Kemudian mengenai nama Yolanda sebagai pemilik mobil tersebut, Ary menjelaskan ia memang meminta bantuan dari seorang staf DPR RI bernama Yolanda untuk membeli mobil tersebut karena memiliki KTP DKI Jakarta.
“Izin menjelaskan yang mulia, kepemilikan Alphard putih itu memang milik saya. Kenapa atas nama Yolanda, karena Yolanda adalah staf prasarana di DPR RI, dan kenapa demikian, karena saya tidak punya KTP Jakarta, saya beli mobil itu menggunakan uang saya sendiri dari gaji dan tunjangan,” jelasnya kepada majelis hakim.
Lalu ketika ditanya penasihat hukum terkait uang di rekening bank miliknya, Ary mengaku uang tersebut dari gajinya sebagai anggota DPR RI.
Selain dari gaji dan dana tunjangan sebagai anggota DPR RI, Ary mengaku uang dalam rekening bank miliknya itu tidak ada pemasukan dari pos lain. “Tidak ada, murni gaji saya sebagai anggota DPR,” pungkasnya. (*arb/sja/ce/ala/ko)