KALTENGONLINE.COM – Terdakwa Ben Brahim S. Bahat dan Ary Egahni kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya Selasa (21/11), dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Jaksa telah menuntut Ben Brahim S. Bahat penjara 8 tahun 4 bulan, Ary Egahni dituntut 8 tahun, dengan pencabutan hak dipilih selama 5 tahun, dan membayar uang pengganti sejumlah 8 Miliar.
“Atas Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, kami Solidaritas Masyarakat Dayak (SMD) menyatakan kecewa pada Jaksa, Jaksa Zholim, menuntut Ben – Ary tidak sesuai fakta hukum, yang selama ini terungkap dipersidangan,” tegas Koordinator Aksi Chandra saat di halaman Pengadilan Tipikor, Palangka Raya.
Adanya tuntutan pencabutan hak dipilih pada Ben–Ary, kata Chandra, menunjukkan perkara ini memang perkara pesanan atas agenda politik, untuk membunuh karir politik Ben–Ary baik di legislatif maupun kontestasi pemilihan kepala daerah.
“Sebagaimana telah SMD sampaikan, berdasarkan fakta – fakta persidangan Perkara Ben – Ary adalah perkara perdata, perkara hutang piutang semata, tidak ada unsur pidananya apalagi sebagai perkara korupsi,” ujar Chandra.
Dalam persidangan kata Chandra, terungkap sesungguhnya persoalan yang menjerat para terdakwa adalah perkara hutang-piutang pribadi antara Ben dengan Direktur PDAM, Teras, dan Suwono, sebagaimana diakuinya oleh para pihak dalam persidangan, bahkan hutang – piutang tersebut telah diselesaikan sebelum muncul perkara ini, sebelum ada penyidikan oleh KPK.
Berdasarkan hal tersebut, maka SMD menyatakan tuntutan jaksa tidak sesuai fakta hukum. Adanya Tuntutan pencabutan hak politik, hak untuk dipilih, menunjukkan adanya agenda politik dibalik perkara ini.
“Harapannya tinggal pada Majelis Hakim, agar arif dan bijaksana terhadap Ben-Ary sebagai tokoh dayak untuk dibebaskan demi hukum dan keadilan,” pungkasnya. (tim/ala/KO)